Angela Merkel Bertemu Trump di Gedung Putih

Presiden Donald Trump menyambut Kanselir Jerman Angela Merkel, di Gedung Putih, Washington D.C., 27 April 2018.

Kanselir Jerman Angela Merkel, Jumat (27/4) mengunjungi Gedung Putih untuk melakukan rapat kerja satu hari dengan Presiden Donald Trump. Pertemuan ini menyusul kunjungan kenegaraan tiga hari Presiden Perancis Emmanuel Macron ke Amerika Serikat.

Kunjungan berturut-turut ke Washington ini dianggap sebagai upaya bersama untuk membujuk Presiden Trump agar tidak meninggalkan perjanjian nuklir Iran dan untuk memberi pembebasan tarif impor baja dan aluminium yang permanen kepada negara-negara anggota Uni Eropa.

Sementara hubungan akrab Trump dan Macron terlihat di sepanjang lawatan presiden Perancis tersebut baru-baru ini, hubungan Trump dengan Merkel jelas terlihat tidak sehangat itu. Diberitakan secara luas bahwa dalam pertemuan pertama mereka pada Maret 2017, Trump tampak tidak berjabatan tangan dengan Merkel, dan kedua pemimpin tidak berbicara selama lima bulan hingga suatu percakapan telepon pada 1 Maret.

“Sementara Emmanuel Macron jauh lebih berhasil memikat Presiden Trump, Angela Merkel tidak sungguh-sungguh menjadikan upaya memikat itu sebagai prioritas, dan bekerja berdasarkan prinsip, nilai-nilai umum dan kepentingan bersama,” kata Erik Jones, direktur Kajian Eropa dan Eurasia di Johns Hopkins University.

Nile Gardiner, direktur Margaret Thatcher Center for Freedom di lembaga kajian Heritage Foundation, mengatakan kepada VOA, ia memperkirakan Merkel akan mengambil pendekatan yang lebih konfrontatif dan menyerang terhadap pemerintahan Trump dibandingkan dengan pendekatan Macron.

“Menurut saya Jerman selama ini bersikap jauh lebih kritis terhadap kebijakan luar negeri dan ekonomi Trump, dan menurut saya Angela Merkel kemungkinan besar akan mengambil sikap lebih keras daripada Macron dalam sejumlah isu, tetapi ia juga akan benar-benar berupaya menyelamatkan perjanjian nuklir Iran,” ujarnya.

Heather Conley, direktur program Eropa di Center for Strategic and International Studies di Washington, mengatakan kepada wartawan bahwa lawatan kedua pemimpin Eropa itu pada pekan ini akan disebut sebagai “perjalanan untuk menyelamatkan perjanjian nuklir Iran.”

Selama kunjungannya, Macron berulang kali mendesak Trump dan Kongres Amerika agar tidak meninggalkan perjanjian nuklir 2015 antara enam negara kuat dunia – Amerika, Inggris, Jerman, Perancis, Rusia dan China – dan Iran untuk membatasi program nuklirnya dengan imbalan pelonggaran sanksi-sanksi internasional yang mengguncang perekonomiannya.

Trump menyebut perjanjian yang disusun pada masa pemerintahan presiden Obama itu adalah “kesepakatan terburuk yang pernah dirundingkan selama ini.” Trump berpendapat Iran akan segera memiliki kemampuan nuklir pada akhir perjanjian yang berlaku 10 tahun itu dan kerap mengecam aktivitas militer Iran sekarang ini di Suriah, Yaman dan Lebanon.

Trump kembali menyebut perjanjian itu “gila” dan “konyol” dalam lawatan Macron, tetapi tidak memberi indikasi apakah ia akan menarik keluar Amerika dari perjanjian tersebut. [uh]