DUNIA DALAM FOKUS <br>ERA PASCA ARAFAT DI PALESTINA - 2004-11-02

Pemimpin Palestina Yasser Arafat terus menjalani pemeriksaan medis di Paris, sementara para dokter berusaha mendiagnosa penyakit misterius yang menyerangnya belum lama ini. Para pejabat Palestina mengatakan, kondisi Yasser Arafat membaik, dan mereka berharap ia akan dapat kembali menjalankan tugasnya. Namun wartawan VOA Sonja Pace mendapati, di kota Ramallah, Tepi Barat, ada tanda-tanda bahwa orang Palestina bersiap-siap menghadapi era pasca Arafat.

Yasser Arafat memang berada di luar negeri, tetapi di markas besarnya di Muqata, kehadirannya masih terasa. Panji-panji besar tergantung pada salah satu dinding kompleks, menampilkan gambar Yasser Arafat berpakaian militer warna cokelat, dan kafiah atau serban berwarna kotak-kotak merah putih.

Itulah sosok yang dikenal rakyat Palestina selama hampir empat dasawarsa. Apapun kecaman yang sering dilontarkan kepadanya, Yasser Arafat tetap menjadi lambang perjuangan bagi kemerdekaan Palestina.

Yusuf, seorang petugas keamanan di Muqata, mengatakan: “ Yasser Arafat adalah Presiden Palestina. Tanpa dia, kami bukan apa apa.”

Pernyataan kesetiaan kepada Arafat seperti itu, terdengar luas di kalangan rakyat Palestina.

Sejak Arafat jatuh sakit pekan lalu, para pejabat Palestina mengatakan, mereka tetap mengharapkan Yasser Arafat pulang dan kembali menjalankan tugasnya.

Beberapa orang pembantu terdekat Arafat sekarang berbagi menjalankan tugas-tugasnya. Mantan PM Mahmoud Abbas memimpin kegiatan Organisasi Pembebasan Palestina, sementara PM Ahmed Queria bertanggungjawab atas pemerintahan sehari-hari.

Tetapi ada tanda-tanda bahwa banyak orang Palestina mulai berpikir mengenai era paska Arafat, seperti dijelaskan oleh dosen Fakultas Teknik Universitas Birzeit, Hussein Zitawi: “Kami berharap Yasser Arafat akan pulang dengan selamat. Kalau tidak, kami tidak punya Wakil Presiden, jadi mungkin satu-satunya pemecahan adalah menunjuk sekelompok orang, yang menurut pendapat Presiden, memiliki wewenang untuk memimpin.”

Pakar sosiologi Palestina Nader Izzat Said dari Universitas Birzeit sering melakukan jajak pendapat. Ia mengatakan, setelah kepergian Yasser Arafat, tampaknya untuk sementara kekuasaan diserahkan kepada sekelompok pembantu terdekatnya. Tetapi Profesor Said menambahkan, untuk jangka panjang, rakyat Palestina akan menghendaki pemilihan, yang akan membuat tersingkirnya Mahmoud Abbas dan Ahmed Queria.

Kata Profesor Said: “Sebagian besar dari yang disebut ‘Orang Lama’ tidak akan mendapat suara. Mereka sama sekali tidak mendapat dukungan rakyat. Dalam jajak pendapat terbaru yang kami lakukan, orang seperti Mahmoud Abbas dan Ahmed Queria akan mendapat suara kurang dari satu persen, sementara orang seperti Marwan Barghouti akan memperoleh 50 persen suara.”

Marwan Baghouti, tokoh karismatik yang memimpin al-Fatah di Tepi Barat, sering disebut-sebut sebagai calon pengganti Arafat. Masalahnya, Marwan Barghouti sekarang ini meringkuk dalam penjara Israel, menjalani masa hukuman lima kali seumur hidup karena terorisme.

Marwan Barghouti membantah dirinya teroris dan mengatakan, ia hanya terlibat dalam menentang pendudukan Israel.

Ada keprihatinan bahwa akan timbul kekacauan kalau Yasser Arafat tidak dapat kembali memegang tampuk pimpinan. Profesor Said mengatakan, mungkin akan terjadi kekerasan di sana-sini, tetapi ia yakin, lembaga lembaga yang ada dan masyarakat madani Palestina cukup kokoh untuk mencegah kekacauan itu berkembang menjadi perang saudara.