Tautan-tautan Akses

Menghina Melalui Media Sosial, Mahasiswi UGM Divonis 2 Bulan Penjara


Florence Sihombing, mahasiswa Program Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa sore, 31 Maret 2015 (Foto: VOA/Nurhadi).
Florence Sihombing, mahasiswa Program Kenotariatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa sore, 31 Maret 2015 (Foto: VOA/Nurhadi).

Florence Sihombing, mahasiswa Program Kenotariatan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta akhirnya divonis oleh hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta, Selasa sore (31/3).

Florence Sihombing adalah penggugah status di jejaring sosial Path, berisi makian kepada warga Yogja pada Agustus tahun lalu. Dia kemudian dilaporkan oleh berbagai kelompok masyarakat ke Polda DIY, dan berlanjut dengan rangkaian sidang selama beberapa bulan di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Dalam sidang putusan hari Selasa sore, mahasiswi asal Medan, Sumatera Utara itu akhirnya dijatuhi hukuman dua bulan penjara, dengan masa percobaan enam bulan serta denda Rp 10 juta subsider satu bulan penjara oleh majelis hakim.

Begitu sidang selesai, perempuan yang akrab dipanggil Flo ini langsung bergegas meninggalkan ruang sidang. Sebelumnya, kepada majelis hakim, Flo telah menyatakan akan pikir-pikir, yang berarti dia belum bisa menerima putusan tersebut.

Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini, Sarwoto SH MH, juga menyatakan pikir-pikir terhadap putusan hakim. Alasan yang dia berikan, vonis yang diberikan terlalu jauh dari tuntutan yang telah disampaikan jaksa, yaitu enam bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan, dan denda Rp.10 juta.

“Tuntutannya kan enam bulan, masa percobaanya 12 bulan, jadi masih jauh sekali. Untuk keadilan masyarakat Jogja, kita pikir-pikir dulu selama tujuh hari, dan akan kita laporkan ke pimpinan untuk menentukan sikap,” jelas Sarwoto SH MH.

Ditemui sebelum sidang dimulai, peneliti dan praktisi hukum Wibowo Malik dari Institute for Criminal Justice Reform, mengatakan, Florence Sihombing tidak selayaknya dijatuhi hukuman. Malik mengatakan, upaya hukum ini adalah ancaman terhadap kebebasan berpendapat.

Selain itu, Path dinilai Malik adalah situs jejaring sosial dengan jumlah pertemanan yang terbatas. Florence Sihombing hanya memiliki 100 teman di jejaring Path, dan apa yang menjadi ungkapan dalam statusya adalah pembicaraan yang bersifat pribadi.

“Menurut kami, Florence telah dituntut tidak berdasar hukum. Kita tahu bahwa Path adalah sosial media yang pribadi dan tertutup, tidak bisa dilihat oleh umum. Itu adalah pembicaraan pribadi. Kalau kemudian pembicaraan pribadi dibawa ke publik, yang harus bertanggung jawab adalah orang yang membawanya ke ranah publik, bukan orang yang menulis, karena itu pembicaraan pribadi,” kata Malik.

Florence Sihombing sendiri sudah melaporkan ke kepolisian, pihak-pihak yang mempublikasikan status Path-nya ke jejaring sosial lain, sehingga masyarakat umum mengetahui apa yang dia tuliskan secara luas. Namun dia mengaku belum mengetahui, sejauh mana langkah kepolisian menanggapi laporannya tersebut.

Sebelum bersidang, Florence sendiri sempat menyatakan bahwa dia tidak layak dihukum. Justru dia menilai, sanksi sosial yang sudah diterimanya sejak kasus ini bergulir, sudah cukup menjadi hukuman atas apa yang dia lakukan di situs jejaring sosial itu.

“Yang saya alami itu sudah tidak wajar, sudah terlalu berlebihan. Kerugian yang saya derita itu sudah berlebihan. Jadi, akibat yang saya terima ini saya harap jadi pertimbangan hakim,” kata Florence Sihombing.

Vonis hakim ini bermakna, jika dalam enam bulan ke depan Flo melakukan tindakan pidana serupa, maka dia akan langsung dipenjara selama dua bulan. Sedangkan denda tetap harus dia bayarkan.

Kasus ini bermula pada 28 Agustus 2014, ketika Flo menulis sejumlah status bernada makian di situs jejaring sosial Path, setelah ditolak ketika membeli bahan bakar sepeda motornya, karena dianggap melanggar antrian. Status itu kemudian tersebar di berbagai jejaring sosial lain, dan kemudian menimbulkan kemarahan publik.

Sehari setelah itu, Flo sempat meminta maaf, tetapi polisi tetap memeriksanya pada 30 Agustus tahun lalu, dan kemudian menahannya selama 24 jam. Setelah didesak berbagai pihak, Flo dibebaskan kepolisian, tetapi kasusnya berlanjut hingga ke pengadilan. Flo dianggap telah melanggar pasal 27 ayat 3 junto pasal 45 ayat 1 UU Informasi dan Transaksi Elekteronik (ITE).

Recommended

XS
SM
MD
LG