Tautan-tautan Akses

Sejumlah Pemimpin Israel Setujui Operasi Militer di Rafah


Asap membubung menyusul serangan udara Israel di timur Rafah, Jalur Gaza, Senin, 6 Mei 2024. (Foto: Ismael Abu Dayyah/AP Photo)
Asap membubung menyusul serangan udara Israel di timur Rafah, Jalur Gaza, Senin, 6 Mei 2024. (Foto: Ismael Abu Dayyah/AP Photo)

Para pejabat Israel mengumumkan, Senin (6/5), bahwa sejumlah pemimpin Israel telah menyetujui operasi militer ke kota Rafah di Jalur Gaza, dan pasukan Israel kini menyerang target-target di daerah tersebut.

Langkah tersebut diambil beberapa jam setelah Hamas mengumumkan bahwa mereka telah menerima proposal gencatan senjata yang diajukan Mesir-Qatar.

Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan proposal tersebut "jauh dari tuntutan esensial Israel." Namun pihaknya tetap akan mengirimkan para perunding untuk melanjutkan pembicaraan mengenai kesepakatan gencatan senjata. Belum ada kepastian apakah pengumuman Hamas itu akan menghentikan perang yang telah berlangsung selama tujuh bulan di Gaza.

"Kami memeriksa setiap jawaban dan balasan (Hamas) dengan sangat serius," kata juru bicara militer Israel, Laksamana Muda Daniel Hagari, mengenai tanggapan Hamas. Namun, ia menambahkan, operasi militer Israel akan terus berlanjut untuk sementara waktu.

Beberapa jam sebelum pengumuman Hamas itu, Israel memerintahkan sekitar 100.000 warga Palestina untuk keluar dari Kota Rafah di Gaza selatan, yang menandakan bahwa serangan akan segera terjadi.

AS Berulang kali Minta Israel Tak Serang Rafah

Amerika Serikat (AS) dan sekutu-sekutu utama Israel lainnya menentang serangan ke Rafah, tempat sekitar 1,4 juta warga Palestina yang mewakili lebih dari setengah populasi Gaza, berlindung.

Para pengungsi Palestina yang melarikan diri dari Rafah di selatan Gaza setelah militer Israel mulai mengevakuasi warga sipil menjelang ancaman serangan, naik kendaraan bersama barang bawaan di Khan Younis, Jalur Gaza, Senin, 6 Mei 2024. (Foto: Ramadan Abed/Reuters)
Para pengungsi Palestina yang melarikan diri dari Rafah di selatan Gaza setelah militer Israel mulai mengevakuasi warga sipil menjelang ancaman serangan, naik kendaraan bersama barang bawaan di Khan Younis, Jalur Gaza, Senin, 6 Mei 2024. (Foto: Ramadan Abed/Reuters)

Presiden AS Joe Biden, Senin (6/5), berbicara melalui telepon dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dan menegaskan kembali keprihatinan AS tentang invasi ke Rafah.

Kantor berita The Associated Press melaporkan seorang juru bicara Dewan Keamanan Nasional,mengatakan bahwa dalam pembicaraan itu Biden menekankan gencatan senjata dengan Hamas adalah cara terbaik untuk melindungi nyawa para sandera Israel yang ditahan di Gaza.

Pejabat itu tidak mau diungkap namanya ketika membahas pembicaraan tersebut sebelum Gedung Putih mengeluarkan pernyataan resmi.

Netanyahu Bertekad Merebut Rafah

Hamas dan mediator utama Qatar mengatakan menyerang Rafah akan menggagalkan upaya mediator internasional untuk memediasi gencatan senjata.

Beberapa hari sebelumnya, Hamas telah mendiskusikan sebuah proposal yang didukung oleh Amerika yang dilaporkan telah meningkatkan kemungkinan berakhirnya perang dan penarikan mundur pasukan Israel, dengan imbalan pembebasan semua sandera yang ditahan oleh kelompok tersebut. Para pejabat Israel telah menolak tawaran tersebut dan bersumpah untuk melanjutkan kampanye mereka hingga Hamas dihancurkan.

Netanyahu pada Senin mengatakan merebut Rafah, sangat penting untuk memastikan bahwa para militan tidak dapat membangun kembali kemampuan militer mereka dan mengulangi serangan ke selatan Israel pada 7 Oktober lalu yang memicu perang panjang ini. Menurut Israel, Rafah adalah benteng Hamas terakhir yang signifikan di Gaza. [em/lt/ft]

Forum

XS
SM
MD
LG