Tautan-tautan Akses

Peneliti Kembangkan Tes Aman untuk Deteksi Kanker Paru


Praktik medis rutin untuk mendeteksi kanker paru-paru saat ini adalah menggunakan ronsen teknologi tinggi yang disebut CT-scan (foto: ilustrasi).
Praktik medis rutin untuk mendeteksi kanker paru-paru saat ini adalah menggunakan ronsen teknologi tinggi yang disebut CT-scan (foto: ilustrasi).

Tim peneliti kini mengembangkan tes dengan mengambil cairan di hidung untuk menentukan apakah harus dilakukan pengujian lanjutan terhadap pasien yang diduga mengidap kanker paru-paru.

Menurut sejumlah pakar kanker paru-paru adalah penyakit kanker yang paling mematikan. Kanker ini biasanya menyebar dan hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan nyawa pasien itu.

Saat ini praktik medis rutin – khususnya di Barat – adalah menggunakan ronsen teknologi tinggi yang disebut CT-scan, untuk mengetahui apakah mantan perokok atau mereka yang masih merokok mengidap kanker paru-paru.

Tetapi pemindaian kerap menunjukkan pertumbuhan jaringan yang tidak berkembang menjadi kanker. Dalam banyak kasus, dokter-dokter tidak bisa memastikannya, sehingga mereka memerintahkan pengujian yang lebih invasif yaitu biopsi nodul paru-paru yang berpotensi berbahaya.

Tetapi kini akan akan pengujian yang tidak invasif, yang akan memberi informasi secara lebih baik pada dokter tentang apa yang harus dilakukan, apakah harus dilanjutkan dengan biopsi atau memantau dengan seksama lewat ronsen lagi. Untuk menentukan itu dilakukan prosedur pengambilan cairan dari hidung pasien.

Menurut dokter Avrum Spira, spesialis pernafasan di Boston University Medical Center, jaringan di lapisan rongga hidung orang yang mengidap kanker paru-paru memperlihatkan perubahan genetika pada tingkat sel. Dia menjelaskan bahwa daerah itu mewakili perkembangan kanker dari perokok dan mantan perokok, serta membantu dokter menentukan apakah perkembangan yang terjadi di paru-paru adalah kanker.

“Meskipun ketika Anda terpapar tembakau, kanker umumnya tumbuh jauh di dalam paru-paru, faktanya seluruh sel yang ada dalam jalur pernafasan – hidung, mulut dan tenggorokan – semua sel yang terkena racun yang Anda hirup bisa terkena kanker,” kata Spira.

Spira menambahkan sel-sel dalam hidung bisa mengandung perubahan genetika yang sama ketika ada tumor paru-paru yang ganas.

Spira dan mitra-mitranya mengidentifikasi terjadinya perubahan dalam 30 gen yang dinilai sama-sama membentuk biomarker yang menunjukkan adanya kanker paru-paru.

Dalam studi atas 130 pasien di Amerika Utara dan Eropa, tim peneliti itu mendapati 90% kanker paru-paru pada perokok dan mantan perokok yang kemudian juga mengidap kanker.

Spira mengatakan hasilnya tidak berarti mereka yang ketika diuji hasilnya negatif, tidak mengembangkan kanker paru-paru. Tetapi pengujian itu bisa memberi kepastian pada pasien dan dokter yang kemudian bisa memerintahkan ronsen ulang dan menunggu apakah nodul-nodul yang ada pada paru-paru itu sebenarnya tumor awal yang ganas.

“Sejumlah dokter ingin mendapat kepastian ada tidaknya kanker paru-paru. Mereka ingin tahu apa bisa menghindari melakukan pembedahan biopsi yang tidak perlu. Jadi tes negatif bisa membantu hal itu,” imbuhnya.

Dengan menganalisa kanker paru-paru sejak awal berarti tumor ganas itu bisa dibuang lewat pembedahan, dan meningkatkan kemungkinan hidup pasien.

Tim peneliti itu berharap bisa melakukan penelitian klinis yang lebih besar dan berharap agar uji usap hidung atau nasal swab bagi kanker paru-paru akan tersedia di pasar dalam dua hingga tiga tahun lagi. [em/jm]

XS
SM
MD
LG