Tautan-tautan Akses

Penari Hip Hop AS dan Indonesia Dobrak Pandangan Negatif Perempuan Muslim


Viera Salasviana dan Amirah Sackett, dua muslimah penari hip hop (Foto: Ahadian Utama dan Banny Rahayu/VOA)
Viera Salasviana dan Amirah Sackett, dua muslimah penari hip hop (Foto: Ahadian Utama dan Banny Rahayu/VOA)

Memperingati Hari Tari Sedunia yang jatuh pada 29 April, VOA berbincang dengan seniman tari hip hop, Amirah Sackett dari Amerika Serikat dan Viera Salasviana Monica dari Indonesia, yang merangkul identitas mereka sebagai muslim dan berjuang mendobrak stigma negatif melalui hip hop.

Di balik atribut keislamannya, Amirah Sackett adalah seorang penari, koreografer, dan pengajar tari hip hop, genre budaya populer yang lahir di Bronx, New York. Lewat hip hop, ia ingin mendobrak stereotipe di Amerika Serikat (AS) yang menganggap perempuan muslim terkekang, pasif, atau bahkan ekstremis.

Nama Amirah mulai dikenal sejak ia menampilkan koreografi dalam pertunjukan grup tari berjudul “We’re Muslim, Don’t Panic” (Kita Muslim, Jangan Panik), yang disambut positif oleh audiens. Para penari dalam pertunjukan itu mengenakan niqab, yaitu kain penutup wajah sehingga hanya mata yang terbuka, dan abaya, busana panjang khas Timur Tengah.

“Orang-orang berlatar belakang agama lain menghampiri saya dan mulai berdiskusi soal keyakinan, dengan cara yang membuat kami merasa nyambung. ...Dan mereka juga belajar tentang Islam, yang belum pernah mereka pelajari atau cari tahu sendiri," tutur Amirah

Amirah Sackett, penari hip hop asal AS (Foto: Banny Rahayu/VOA)
Amirah Sackett, penari hip hop asal AS (Foto: Banny Rahayu/VOA)

Di festival tahunan hip hop Words, Beats & Life di Washington, D.C., Amirah menjadi salah satu penampil dan juga mengajar kelas tari, yang para pesertanya berasal dari beragam latar belakang etnis, usia, dan kemampuan menari. Seorang di antaranya adalah James Wu.

“Saya jarang melihat penari hip hop berhijab. Ini bagus karena benar-benar menonjolkan keragaman komunitas. Saya rasa ini adalah salah satu aspek yang orang-orang sukai dari street dance, karena sangat mudah diterima berbagai budaya, dari mana pun Anda berasal,” kata James.

Di antara para peserta kelas hip hop Amirah, ada Charisse Bryant dan putrinya, Angela.

“(Kelas) ini luar biasa. Saya rasa ini adalah sebuah langkah untuk keluar dari ‘pembatas’. Kita perlu patahkan stereotipe bahwa mereka terkungkung dan mereka harus melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Mereka punya hidup, impian, keinginan, dan kebutuhan, dan mereka seharusnya dapat melakukan apa pun yang mereka inginkan,” ujar Charisse.

Sejak kecil, Amirah telah dikelilingi budaya hip hop. Perempuan kelahiran Chicago itu jatuh cinta pada musik rap dan bahkan mencoba meniru gerakan “moonwalk” yang dipopulerkan penyanyi Michael Jackson.

Ia pun mulai serius mempelajari berbagai gerakan khas hip hop seperti breaking, popping, dan locking, dan mendalami seni tari sewaktu berkuliah di Minnesota State University, Mankato.

Amirah mengajar kelas tari di Kennedy Center, Washington, D.C., dalam festival Words, Beats & Life (Foto: Banny Rahayu/VOA)
Amirah mengajar kelas tari di Kennedy Center, Washington, D.C., dalam festival Words, Beats & Life (Foto: Banny Rahayu/VOA)

Menurutnya, hip hop dan Islam bukanlah dua elemen di ujung spektrum yang berlawanan.

“Ini menarik, karena jika Anda menilik sejarah hip hop, sebenarnya pemikiran tentang Islam sudah ada di musik hip hop sejak awal, khususnya di akhir tahun 1980-an (dan) awal tahun 1990-an. Banyak penyanyi rap yang sebenarnya beragama Islam, anggota Five-Precenters atau Nation of Islam. Jadi dalam lirik rap, selalu ada rujukan yang mengacu pada filosofi Islam. Jadi, bagi saya, tidaklah aneh bahwa Islam selalu ada dalam hip hop,” terangnya.

Five Percenters dan Nation of Islam sendiri adalah gerakan nasionalis kulit hitam di AS yang berorientasi Islam.

James Wu, peserta kelas tari yang digelar oleh Amirah Sackett di The Kennedy Center, Washington DC, 3 April 2024. (Foto: Banny Rahayu/VOA)
James Wu, peserta kelas tari yang digelar oleh Amirah Sackett di The Kennedy Center, Washington DC, 3 April 2024. (Foto: Banny Rahayu/VOA)

Kini, ia tidak hanya meneruskan ilmunya di AS, tetapi juga di negara-negara mayoritas muslim, seperti Aljazair, Kuwait, Bangladesh dan Malaysia.

Amirah menyadari bahwa tantangan yang ia hadapi sebagai muslimah penari hip hop tidak hanya berupa sentimen publik terhadap agamanya, namun juga perdebatan di dalam komunitasnya sendiri. Ia menuturkan pengalaman paling berkesan ketika mengajar di Bangladesh pada 2014.

“Sempat ada penolakan. Beberapa orang bertanya, ‘Ada apa dengan gadis ini? Mengapa ia berhijab dan menari?’ Tetapi kemudian saya tampil di sana bersama sekelompok (penari) AS yang bukan muslim,” kenangnya.

“Dan begitu mereka melihat tarian saya, mereka menyadari bahwa apa yang saya lakukan adalah ekspresi kreativitas yang indah, dan tidaklah seperti yang mereka kira. Saya pikir, mereka sangat, sangat menghargainya dan menganggapnya indah.”

Viera: Bangkit dari Cibiran dan Dance Battle di Vietnam

Meski berasal dari AS, hip hop bukanlah genre baru di Indonesia. Sejak tahun 90-an hingga sekarang, budaya hip hop terus digemari, terutama oleh anak-anak muda, termasuk Viera Salasviana Monica.

Ia berprofesi sebagai guru tari di sebuah studio bernama Rafa Dance International dan membuka kelas privat. Ia merasa banyak manfaat yang telah diperolehnya sejak berkecimpung dalam dunia tari hip hop.

Viera Salasviana, penari hip hop asal Indonesia (Foto: Viera Salasviana/Koleksi pribari)
Viera Salasviana, penari hip hop asal Indonesia (Foto: Viera Salasviana/Koleksi pribari)

Baginya, hip hop menjadi sarana bereksplorasi, mengekspresikan diri, dan berbagi ilmu. Kemampuannya mengajar tari juga membuat murid-muridnya ikut berprestasi dan memenangkan perlombaan.

Viera menyatakan, ia tetap memegang teguh identitas sebagai muslimah.

“Walaupun aku berhijab, bukan berarti aku berhenti menari. Aku tidak menjual tubuhku untuk menari, tapi aku (menyampaikan) kepada orang-orang bahwa kita bisa berprestasi, mau berhijab ataupun tidak," tutur Viera.

Lewat unggahan di akun media sosialnya, ia menunjukkan kepiawaian dalam menari hip hop, mulai dari koreografi ciptaannya sendiri, hingga open style battle yang menampilkan kreativitasnya di acara-acara kompetisi.

Meski tampil percaya diri di depan kamera, ia mengaku sempat vakum dari kegiatan menarinya selama lima tahun karena masih berupaya mencari jati diri dalam dunia hip hop. Selain itu, komentar-komentar negatif yang ia terima, baik di dunia nyata maupun maya, sempat membuatnya kecil hati.

Namun, ia merasa ilmu yang sudah didapat akan terbuang sia-sia. Ia pun bangkit dan memulai lagi dengan mengajar tari lewat kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Ia terus memperluas wawasan dengan ikut berbagai lokakarya, bergabung dalam komunitas, hingga mengajar di studio tari.

“Mereka, bisa, mau ngetik bagaimana pun, mau ngecibirin, komentar apapun, ya mereka punya hak...Aku ya terima kritik sarannya mereka. Aku dengerin. Tapi bukan berarti aku yang kayak ya, 'bodo amat, nggak terlalu peduli'—yang aku maksud nggak terlalu mikirin, karena aku hanya fokus untuk mengembangkan diri aku. Aku upgrade diri aku,” jelasnya.

Viera mengajar kelas tari untuk anak-anak di Rafa Dance International, Jakarta, 18 April 2024. (Foto: Ahadian Utama/VOA)
Viera mengajar kelas tari untuk anak-anak di Rafa Dance International, Jakarta, 18 April 2024. (Foto: Ahadian Utama/VOA)

Viera kini telah memenangkan sejumlah kejuaraan tari hingga tingkat provinsi. Tahun ini, ia berpartisipasi dalam acara Summer Jam Dance Camp di Da Nang, Vietnam, yang menghadirkan sejumlah penari dan koreografer terkemuka dari berbagai negara, mulai dari AS, Jepang, Jerman, hingga Korea Selatan.

Melalui pengalaman panjang mereka, Amirah dan Viera ingin agar perempuan, terlepas dari segala atribut dan identitas yang melekat, bisa menari dan mengekspresikan diri lewat caranya masing-masing.

Penari Hip Hop AS dan Indonesia Dobrak Pandangan Negatif Perempuan Muslim
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:28 0:00

“Untuk para perempuan yang ingin menari, mengekspresikan diri, atau belajar menari, jika kamu merasa tidak nyaman untuk melakukannya di tengah lingkungan yang mencampur antara laki-laki dan perempuan, lakukanlah sendiri. Atau bentuklah kelompok perempuan—tidak perlu merekamnya. Jangan unggah di mana pun, tapi nikmatilah tariannya,” pesan Amirah.

“Nikmati aktivitas fisiknya, nikmati keseniannya. Jadi saya pikir kita hanya perlu mengatur apa yang sesuai dengan nilai hidup kita, di mana kita merasa nyaman.”

Hal senada diungkapkan Viera.

“Terus berjuang. Keluar dari lingkup teman-teman kalian yang suka mencibir, suka menghina-hina kalian. Coba bertemu dengan komunitas-komunitas hijab yang lainnya di luar sana. Banyak ngobrol, ikut komunitas mereka, latihan bareng supaya kalian bisa mendapatkan manfaat lain di sana,” pungkasnya. [br/au/ka/mis]

Forum

XS
SM
MD
LG