Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) kembali menyerang dua rudal anti-kapal Houthi yang diarahkan ke Laut Merah dan siap diluncurkan pada Rabu (24/1) sekitar pukul 2.30 pagi waktu Sanaa.
Dalam pernyataan pers yang diterima VOA pada Selasa (23/1) malam, CENTCOM mengatakan "pasukan Amerika mengidentifikasi keberadaan rudal-rudal itu di wilayah yang dikuasai Houthi di Yaman, dan memastikan bahwa rudal-rudal itu merupakan ancaman yang akan segera terjadi terhadap kapal-kapal dagang dan kapal-kapal Angkatan Laut AS di wilayah itu."
"Pasukan AS kemudian menyerang dan menghancurkan rudal-rudal tersebut untuk membela diri. Tindakan ini untuk melindungi kebebasan navigasi dan membuat perairan internasional lebih aman dan lebih terjamin bagi kapal Angkatan Laut AS dan kapal dagang," tambah pernyataan tersebut.
Militer AS dan Inggris sebelumnya telah melakukan pemboman terhadap sejumlah target di delapan lokasi yang digunakan oleh Houthi – yang didukung Iran – di Yaman pada Senin (22/1) malam. Serangan itu merupakan pembalasan terkoordinasi yang kedua terhadap serangkaian kemampuan kelompok pemberontak tersebut dalam peluncuran rudal.
Menurut para pejabat, AS dan Inggris menggunakan rudal Tomahawk yang diluncurkan dari kapal perang dan kapal selam, serta pesawat-pesawat tempur untuk menghantam lokasi penyimpanan rudal, pesawat tak berawak, dan peluncur rudal milik Houthi. Para pejabat tersebut, yang berbicara dengan syarat tidak disebutkan namanya karena tidak berwenang untuk membahas operasi militer, mengatakan Australia, Bahrain, Kanada, dan Belanda ikut berkontribusi dalam misi tersebut, termasuk dengan intelijen dan pengawasan.
Dalam sebuah pernyataan bersama, keenam negara sekutu itu mengatakan serangan tersebut secara khusus menargetkan lokasi penyimpanan bawah tanah Houthi dan lokasi-lokasi yang terkait dengan rudal dan kemampuan pengawasan udara kelompok itu.
Mereka menambahkan, "tujuan kami tetap sama yaitu untuk meredakan ketegangan dan memulihkan stabilitas di Laut Merah, tetapi izinkan kami mengulangi peringatan kami kepada para pemimpin Houthi. Kami tidak akan ragu-ragu untuk mempertahankan nyawa dan arus perdagangan yang bebas di salah satu jalur perairan paling penting di dunia ini dengan menghadapi ancaman yang terus berlanjut."
Kementerian Pertahanan Inggris mengonfirmasi bahwa empat jet tempur Typhoon milik Angkatan Udara Inggris menghantam "beberapa target di dua lokasi militer di sekitar lapangan terbang Sanaa," dengan bom berpemandu presisi.
Menteri Pertahanan Grant Shapps mengatakan serangan itu "ditujukan untuk menurunkan kemampuan Houthi" dan akan "memberikan pukulan lain pada persediaan dan kemampuan mereka yang terbatas untuk mengancam perdagangan global."
Seorang pejabat senior militer AS mengatakan kepada wartawan bahwa dalam serangan itu mereka menjatuhkan antara 25 dan 30 amunisi dan mengenai beberapa target di setiap lokasi, dan menambahkan AS "mengamati dampak dan efek yang baik" di semua lokasi, termasuk penghancuran senjata yang lebih canggih di fasilitas penyimpanan bawah tanah. Pejabat tersebut mengatakan bahwa ini adalah pertama kalinya senjata canggih seperti itu menjadi sasaran.
Pejabat itu juga mengatakan serangan dilakukan oleh jet-jet tempur dari kapal induk USS Dwight D. Eisenhower, dan kapal-kapal lain yang terlibat termasuk USS Gravely dan USS Mason; keduanya merupakan kapal perusak angkatan laut, dan USS Philippine Sea, sebuah kapal penjelajah.
Operasi gabungan tersebut dilakukan sekitar 10 hari setelah kapal perang dan jet tempur AS dan Inggris menyerang lebih dari 60 target di 28 lokasi. Serangan itu adalah respons militer AS pertama terhadap apa yang telah menjadi kampanye serangan pesawat tak berawak dan rudal Houthi yang terus-menerus terhadap kapal-kapal komersial sejak dimulainya perang Israel-Hamas pada bulan Oktober. [em/rs]
Forum