Tautan-tautan Akses

Memetakan Dasar Laut Tahun 2030


Peter Thomson, Utusan Khusus PBB untuk Urusan Kelautan (Foto: Videograb).
Peter Thomson, Utusan Khusus PBB untuk Urusan Kelautan (Foto: Videograb).

Ahli kelautan sering mengatakan kita tahu lebih banyak tentang permukaan Bulan dan Mars daripada tentang sekitar 70 persen planet kita sendiri. Itu karena sebagian besar Bumi tergenang air yang dalamnya lebih dari 200 meter. Ada beberapa inisiatif untuk memetakan dasar laut, dan yang terbaru datang dari Jepang.

Dapat dimengerti mengapa kita tidak tahu banyak tentang dasar laut, biaya meneliti dasar laut besar dan berbahaya. Tetapi peta dasar laut bisa memberi data yang berguna, mulai dari navigasi dan penangkapan ikan hingga endapan mineral dan bahkan pergerakan gelombang tsunami.

“Sudah terlalu lama kita memperlakukan lautan kita sendiri sebagai medan yang terlupakan. Sudah waktunya ini berubah karena lautan kita memiliki kekayaan dan sumber daya yang luar biasa dan benar-benar merupakan wilayah yang sangat banyak manfaatnya,” kata Satinder Bindra, Direktur Proyek Seabed 2030.

Satinder Bindra, Director of The Seabed 2030 Project
Satinder Bindra, Director of The Seabed 2030 Project

Dengan menggunakan informasi yang dikumpulkan oleh kapal penelitian ilmiah dan komersial, serta kapal selam ilmiah berawak maupun tak berawak, proyek yang disebut Seabed 2030, akan membuat peta rinci dasar laut seluas 190 juta kilometer persegi dengan kedalaman lebih dari 200 meter.

Proyek ini dipimpin oleh filantropis Jepang Nippon Foundation dan asosiasi nirlaba, General Bathymetric Chart of the Oceans (GEBCO). Proyek ini juga didukung oleh PBB.

"Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menyetujui resolusi satu dekade ilmu kelautan untuk pembangunan berkelanjutan mulai dari 2021 hingga 2030. Dan selama dekade itu saya sangat yakin kita akan selesai memetakan seluruh dasar laut," kata Peter Thomson, Utusan Khusus PBB untuk Urusan Kelautan.

XPrize, Shell Ocean Discovery. (Foto: Videograb)
XPrize, Shell Ocean Discovery. (Foto: Videograb)

Sejalan dengan inisiatif ini, yayasan nirlaba XPRIZE, menantang para peneliti dan penemu di seluruh dunia untuk mengembangkan teknologi yang lebih baik dan lebih murah untuk memetakan dasar laut.

“Salah satu alasan mengapa kita belum memiliki peta dasar laut yang bagus adalah biaya yang sangat mahal. Sebagian besar biaya itu adalah kapal-kapal yang digunakan. Jadi kita benar-benar mengupayakannya dengan keras dan semua tim sekarang menuju ke garis pantai dan akan diberangkatkan dari sana. Jadi tidak ada kompetisi manusia,” kata Jyotika Virmani, Pemimpin XPrize Ocean.

Manfaat lain proyek ini adalah pengetahuan yang didapat tentang lokasi banyak kapal yang tenggelam, termasuk kemungkinan lokasi pesawat Malaysia Airlines, yang hilang pada tahun 2014 saat terbang di atas Samudera Hindia. [mg]

XS
SM
MD
LG