Tautan-tautan Akses

Magang Tanpa Bayaran: Menguntungkan Peserta Magang Atau Perusahaan?


Peserta magang berlari di lapangan Mahkamah Agung di Washington, 29 Juni 2015.
Peserta magang berlari di lapangan Mahkamah Agung di Washington, 29 Juni 2015.

Isu magang tanpa dibayar sedang berkembang di AS, dimana pengadilan banding baru saja memutuskan bahwa praktek ini dianggap legal selama pekerjaan tersebut sesuai dengan pendidikan peserta magang.

Beberapa orang melihat kesempatan magang sebagai pengalaman yang saling menguntungkan bagi anak muda yang sedang mencari pengalaman kerja dan bagi pengusaha yang mencari bantuan untuk pekerjaan mereka. Namun, sebagian orang bersikeras mengatakan bahwa praktek magang harus dilarang karena mereka merasa bahwa peserta magang muda diekploitasi jika mereke bekerja tanpa diberi upah.

Pada tahun 2011, Eric Glatt, yang magang untuk film Black Swan yang diproduksi oleh Fox Searchlight Pictures, menggugat perusahaan tersebut dalam sebuah gugatan menuduh perusahaan tersebut melanggar hukum upah minimum dan kerja lembur.

Dalam sebuah wawancara dengan VOA, Glatt mengatakan bahwa tugasnya mencakup semua tanggung jawab normal pegawai akuntansi di perusahaan tersebut, termasuk mengelola data pegawai, meninjau ulang dan melacak pesanan dan menjadi pesuruh yang mengantarkan berbagai kebutuhan dari kantor akuntansi ke lokasi syuting dan sebaliknya.

Meskipun peserta magang diberitahu sebelumnya bahwa mereka tidak akan dibayar, Glatt mengatakan bahwa ia mulai menyadari pelanggaran yang terjadi setalah ia mulai bekerja untuk perusahaan tersebut.

Siapapun yang “melakukan pekerjaan yang berarti dan membantu atasannya seharusnya setidaknya dibayar upah minimum,” ujarnya.

“Seharusnya tidak menjadi masalah jika orang tersebut masih sekolah, atau masih muda atau tidak berpengalaman; yang penting adalah jika seseorang membantu pekerjaan atasannya, ia berhak menerima jumlah gaji minimum tersebut.”

Standar baru

Pengadilan Distrik Federal di Manhattan mengabulkan tuntutan peserta magang tersebut pada tahun 2013, menyatakan bahwa mereka harus diperlakukan sebagai karyawan di bawah enam kriteria yang ditetapkan oleh Departemen Tenaga Kerja. Departemen Tenaga Kerja mengatakan bahwa magang harus bersifat mirip dengan pelatihan yang diberikan dalam suasana pendidikan yang menguntungkan pemagang, bukan pengusaha.

Hakim John Walker dari Pengadilan Banding AS mengatakan bahwa “tujuan magang adalah untuk mengintegrasikan pelajaran di kelas dengan keterampilan praktis dalam dunia nyata.”

Namun, pengadilan banding membatalkan keputusan pengadilan rendah bulan ini, dan menerapkan standar baru: yang disebut “tes penerima utama,” yang menyatakan bahwa karyawan magang hanya bisa dianggap sebagai karyawan jika atasannya menerima manfaat lebih daripada magang. Jika karyawan magang menerima lebih banyak manfaat daripada atasannya, maka atasannya dapat memperkerjakan magang tanpa memberi upah.

Kasus Eric Glatt dan teman-temannya yang dibawa ke pengadilan federal kini telah dikirim kembali ke pengadilan rendah untuk ditinjau ulang menggunakan standar baru.

Kepuasan pemberi pekerjaan

Dalam sebuah email pernyataan kepada VOA, seorang juru bicara untuk Fox Searchlight Pictures, Scott Grogin, menyatakan bahwa mereka puas dengan keputusan pengadilan.

Ia mengatakan bahwa pemenang sejati dalam program magang adalah mahasiswa.

“Fox sangat bangga atas program magangnya dan mereka terus yakin bahwa mereka memberikan manfaat yang luar biasa bagi mereka yang ikut dalam program ini,” ujarnya.

Namun, para kritikus mengatakan bahwa keputusan ini akan memudahkan pengusaha untuk memanfaatkan mahasiswa magang tanpa kompensasi.

Pengacara Glatt, Rachel Bien, yakin bahwa setelah kasus tersebut dikirim kembali ke pengadilan rendah, Pengadilan Distrik Federal akan mendukung kliennya karena tidak ada hubungan antara mahasiswa magang dan pendidikan mereka seperti yang dipersyaratkan oleh hukum.

“Karena tidak ada penggugat yang terdaftar dalam program yang disponsori oleh sekolah atau program yang berhubungan dengan sekolah ketika mereka magang, dan mereka semua sudah lulus sekolah tinggi sehingga tidak ada hubungan dengan pekerjaan yang mereka lakukan,” ujarnya.

Dalam setiap kasus, catatan mendukung kesimpulan bahwa pekerjaan mereka menggantikan pekerjaan karyawan yang dibayar dan yang menerima manfaat utama dari praktek magang ini adalah perusahaan dan bukan peserta magang, tambah Bien.

Bien mengatakan bahwa magang tanpa upah sangat sulit bagi peserta magang, karena banyak mahasiswa yang lulus perguruan tinggi dengan banyak utang dan mereka tidak dapat melunasi utang sampai mereka mulai mencari nafkah dan menghasilkan uang.

Ia mengatakan bahwa dalam 10 sampai 15 tahun terakhir, semakin banyak peserta magang yang tidak diberi upah menggantikan kerja karyawan di tingkat pemula yang merasa sulit mendapatkan pekerjaan.

Kesempatan yang sama

Richard Reeves, anggota senior studi ekonomi di Heritage Foundation yakin bahwa keputusan tersebut merupakan sebuah kemunduran bagi prinsip kesempatan yang sama di Amerika.

“Magang, terutama magang tanpa upah, lebih mudah bagi keluarga yang mampu dan kaya daripada seseorang yang kurang mampu,” ujarnya.

Anthony P. Carnevale, Direktur Pusat Pendidikan dan Ekonomi di Universitas Georgetown, mengatakan bahwa selama ada mahasiswa magang yang tidak dibayar, maka kelompok buruh dan lain-lainnya akan selalu mendukung kasus pengadilan yang mendorong pengusaha membayar mahasiswa magang.”

“Ketakutan mereka adalah bahwa jika mereka bisa mendapatkan tenaga kerja yang gratis, mengapa mereka harus membayar tenaga kerja? Jika bisa mendapatkan karyawan gratis, mengapa mau mempekerjakan orang dan membayar mereka? Jadi mereka tidak ingin program magang menjadi suatu cara bagi pengusaha mendapatkan tenaga kerja gratis,” ujarnya.

Laporan ini hasil kolaborasi dengan VOA Mandarin.

XS
SM
MD
LG