Tautan-tautan Akses

Lembaga Pengawas Media Kutuk Kamboja atas Pencabutan Izin Penerbitan Tiga Outlet Berita


Kamboja di bawah pemerintahan PM Hun Sen, yang berkuasa sejak 1985, memiliki catatan kebebasan pers yang buruk (foto: dok).
Kamboja di bawah pemerintahan PM Hun Sen, yang berkuasa sejak 1985, memiliki catatan kebebasan pers yang buruk (foto: dok).

Keputusan pihak berwenang Kamboja untuk mencabut izin tiga outlet berita adalah bentuk “intimidasi yang kurang ajar,” kata lembaga pengawas media.

Keputusan Kementerian Penerangan Kamboja itu diterapkan kepada Bayong Times, Cambodia Today, dan media online Khmer Cover TV (KCTV).

Ketiganya dituduh “menyebarluaskan informasi yang melanggar etika jurnalisme dan kontrak bisnis yang ditegakkan,” kata pihak kementerian, menurut surat tertanggal 15 Maret dari Menteri Penerangan Sok Prasidh.

Dalam wawancara dengan VOA pekan lalu, Touch Yuthea dari Cambodia Today, mengatakan dirinya percaya keputusan itu berhubungan dengan laporan situs beritanya mengenai dugaan penyimpangan proses penawaran kontrak pemerintah.

Cambodia Today pada Februari lalu melaporkan dugaan penyimpangan penawaran kontrak pasokan bagi Kementerian Tenaga Kerja dan Pelatihan Kejuruan.

Beberapa pejabat di kementerian mengatakan mereka mencurigai adanya praktik penyimpangan, yang mungkin mengakibatkan kerugian jutaan dolar dalam bentuk kerugian tahunan pada anggaran nasional.

Yuthea memberitahu VOA bahwa seorang pejabat senior departemen legislative Kementerian Penerangan berulang kali memintanya membatalkan laporan tersebut. Awalnya, Yuthea tidak setuju.

Kemudian, karena tidak ingin ada gesekan dengan pejabat di Kementerian Penerangan, Yuthea mengatakan dirinya membatalkan penerbitan laporan itu dari situs beritanya.

“Saya tidak ingin masalah ini berlarut-larut,” kata Yuthea. Namun, pada 15 Maret, “setelah saya berkompromi untuk mengakhiri masalah ini,” pihak kementerian menerbitkan surat “untuk menghentikan izin saya,” ungkapnya.

Meas Sophorn, juru bicara Kementerian Penerangan, tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Upaya VOA Khmer untuk menghubungi Bayong Times dan KCTV tidak berhasil.

Lembaga pengawas media Reporters Without Borders (RSF) mengatakan, pihak kementerian memberitahu ketiga outlet berita itu bahwa izin mereka akan dipulihkan jika mereka mengoreksi atau menghapus konten tertentu.

Tak satupun dari ketiga outlet berita menerima peringatan maupun bisa mengajukan banding terhadap keputusan itu, menurut RSF.

Hilangnya izin adalah “pelanggaran berat terhadap kebebasan penerbitan sebagaimana tercantum dalam pasal 41 konstitusi Kamboja,” kata Daniel Bastard, kepala RSF Asia-Pasifik, dalam sebuah pernyataan.

“Ini adalah intimidasi yang kurang ajar, dan kami menyerukan pemerintah untuk segera memulihkan izin penerbitan ketiga outlet tersebut. Kebebasan pers tidak sepatutnya menjadi korban jaminan dari tindakan segelintir pejabat yang korup,” tambahnya.

Nop Vy, direktur eksekutif Asosiasi Aliansi Jurnalis Kamboja, mengatakan bahwa media pro-pemerintah seringkali kehilangan izin penerbitan.

Namun, tambahnya, hilangnya izin tersebut “berisiko dan bahkan lebih berbahaya bagi wartawan yang bekerja di lembaga yang tidak berafiliasi dengan kementerian atau pemerintah.”

Pihak kementerian telah mencabut izin tujuh outlet berita sejak tahun 2021, kata Vy.

Kamboja sendiri memiliki catatan kebebasan pers yang buruk. Negara itu duduk di peringkat ke 144 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia RSF.

Pemerintah Perdana Menteri Hun Sen memulai serangan terhadap media independen pada tahun 2017 untuk mempertahankan cengkeramannya pada kekuasaan, kata RSF. [rd/jm]

XS
SM
MD
LG