Tautan-tautan Akses

Keputusan Miami Hadapi Komunitas Imigran yang Marah


Aktivis Imigrasi dan imigran mengangkat tangan mereka dalam perjanjian dengan salah satu pembicara mereka dalam sidang dengar keterangan di gedung Miami-Dade County, di pusat kota Miami, Jumat, 17 Februari, 2017. (AP Photo / Alan Diaz)
Aktivis Imigrasi dan imigran mengangkat tangan mereka dalam perjanjian dengan salah satu pembicara mereka dalam sidang dengar keterangan di gedung Miami-Dade County, di pusat kota Miami, Jumat, 17 Februari, 2017. (AP Photo / Alan Diaz)

Gerakan mengakhiri kota suaka telah menjadi landasan kebijakan imigrasi yang diusulkan oleh Presiden Donald Trump. Kota suaka adalah kota yang tidak mendanai atau membantu penegakan imigrasi pemerintah federal.

Trump telah mengancam akan menahan dana federal untuk kota-kota yang tidak mematuhi undang-undang imigrasi Amerika. Tapi kota-kota besar seperti Los Angeles, San Francisco dan Chicago telah membangkang, sementara kota Miami telah menjadi kota besar pertama di Amerika setuju untuk mematuhi penegakan imigrasi pemerintahan Trump.

Wartawan VOA Jeff Swicord melaporkan dari Miami bahwa keputusan itu telah membuat marah populasi imigran yang jumlahnya besar di kota itu.

Kemarahan meletus ketika Komisi Kota Miami menyetujui keputusan Walikota Carlos Gimenez untuk bekerja sama dengan pemerintahan Trump, meninggalkan statusnya sebagai kota suaka. Gimenez mengatakan Miami tidak pernah menganggap dirinya sebagai kota suaka.

“Sangat penting bagi kita untuk tidak menjadi kota suaka karena kita tidak ingin aliran dana federal terganggu, yakni uang yang kita terima sekarang dan uang yang bisa kita dapatkan pada masa depan,” kata Gimenez.

Miami-Dade county, yakni daerah setingkat kabupaten, merupakan wilayah kosmopolitan berpenduduk 2,7 juta orang yang sekitar setengahnya adalah imigran. Mayoritas dari mereka berasal dari Karibia, Amerika Tengah dan Amerika Selatan.

Antara 150 ribu sampai setengah juta orang diperkirakan tidak memiliki dokumen atau menjadi imigran gelap yang tinggal di wilayah Miami raya.

Orang seperti Luisa, bukan nama sebenarnya, datang ke Amerika dari Guatemala pada tahun 1989. Sebagai seorang pekerja pertanian yang membayar pajak, ia takut akan dideportasi, sehingga harus berpisah dengan lima anaknya yang lahir di Amerika dan otomatis menjadi warga Amerika.

“Apa yang kemungkinan bisa terjadi adalah mereka berpisah dengan saya dan dimasukkan ke dalam lembaga kesejahteraan anak. Sekarang mereka berprestasi dengan nilai yang bagus di sekolah. Mereka bisa belajar dengan baik karena saya ada di sini bersama mereka, dan saya terus mengawasi mereka,” kata Luisa.

Dalam dokumen yang dirilis minggu ini yang menguraikan rencana penegakan hukum imigrasi oleh pemerintahan Trump adalah revisi sebuah program yang menghendaki polisi lokal dan sheriff menjadi semacam agen imigrasi.

Hal itu mungkin merupakan langkah terlalu jauh bagi kota Miami, yang walikota dan polisinya bersikeras tidak akan terlibat dalam penegakan hukum imigrasi secara langsung.

Miami's Decision to Cooperate With Trump Administration Angers Community
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:56 0:00

Pada masa lalu, seseorang yang ditangkap karena kejahatan dan kemudian diketahui melakukan pelanggaran imigrasi, akan ditahan hanya jika pemerintah federal setuju untuk membayar biaya perpanjangan penahanan orang itu.

Dalam upaya untuk menyenangkan pemerintahan Trump, Walikota Gimenez mengatakan kota Miami kini akan menanggung biaya penahanan para imigran gelap selama 48 jam. Jika mereka tidak dijemput oleh petugas Imigrasi, mereka akan dibebaskan.

Ketentuan demikian mungkin tidak cukup baik bagi pemerintahan Presiden Donald Trump yang bisa berada di jalur tabrakan dengan kota-kota suaka di seluruh pelosok negeri. [lt/ab]

XS
SM
MD
LG