Tautan-tautan Akses

Indonesia Meriahkan "World Culture Festival" di Amerika


Perwakilan Indonesia di "World Culture Festival" berasal dari beragam latar belakang (Foto: VOA/Banny).
Perwakilan Indonesia di "World Culture Festival" berasal dari beragam latar belakang (Foto: VOA/Banny).

Lebih dari seratus perwakilan Indonesia mewarnai "World Culture Festival" di Washington D.C., yang disaksikan oleh ribuan orang. Dari berbagai latar belakang, mereka datang dengan satu misi: mempromosikan budaya Indonesia.

Ribuan pasang mata tertuju ke arena pertunjukkan berlatar Gedung Kongres Amerika Serikat, Capitol Hill, di jantung Ibu Kota Washington, Sabtu (30/9) lalu. Tak kurang dari seratus perwakilan Indonesia membawa misi kebudayaan lewat pementasan tari kolosal pada perhelatan World Culture Festival, hasil prakarsa yayasan Art of Living, yang turut diikuti lebih dari seratus negara lainnya.

Penampilan berdurasi enam menit dengan tajuk “Wonderful Indonesia” itu memadukan delapan tari etnik dengan iringan lagu khas dari setiap daerah, yang meliputi Aceh, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Bali dan Papua. Dengan pakaian adat berwarna-warni dihiasi aksesori khas daerah masing-masing, para penari bergerak mengikuti irama lagu. Beberapa di antara mereka juga mengibarkan bendera merah putih di barisan belakang.

“Misi yang ingin dicapai adalah mempromosikan budaya Indonesia ke dunia, dan kita memperkenalkan keanekaragaman Indonesia melalui tarian delapan etnik,” kata Erna Santi Widyastuti, pemilik sanggar seni Santi Budaya yang berbasis di Washington D.C., yang terlibat dalam persiapan pementasan Indonesia di festival itu.

Para penari mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia (Foto: VOA/Banny).
Para penari mengenakan pakaian adat dari berbagai daerah di Indonesia (Foto: VOA/Banny).

Koreografi Wonderful Indonesia merupakan hasil kolaborasi antara Erna dan pengajar tari Sutan Martozet asal Medan. Sementara gubahan lagu-lagu pengiringnya adalah karya musisi Rio Silaen bersama Voice of Indonesia.

Para penampil memiliki latar belakang beragam, dari mahasiswa sampai ibu rumah tangga. Meski kebanyakan dari mereka bukan penari profesional—bahkan ada yang baru pertama kali menari tradisional, mereka berkomitmen mengikuti latihan selama kurang lebih tiga bulan, baik secara tatap muka maupun daring. Sebagian besar dari mereka adalah diaspora Indonesia yang tinggal di berbagai negara bagian di Amerika, mulai dari Maryland, Virginia, Pittsburgh, New York, California hingga Colorado.

Beberapa lainnya warga negara asing, seperti Amerika dan Filipina, yang mencintai budaya dan kesenian Indonesia. Salah satunya adalah Clare Selgin, pensiunan asal Amerika yang juga anggota Santi Budaya. Ia sudah familiar dengan tarian daerah asal Indonesia sejak mengikuti program pertukaran pelajar SMA di Yogyakarta pada 1962, di mana ia belajar dan mempraktikkan tari Golek.

Perwakilan Indonesia di area pertunjukkan "World Cultural Festival" (Foto: VOA/Banny).
Perwakilan Indonesia di area pertunjukkan "World Cultural Festival" (Foto: VOA/Banny).

“Di Amerika, orang-orang tahu tentang Indonesia hanya lewat Bali. Mereka mungkin tahu soal tari Bali dan pernah melihatnya. Tapi ketika Anda menjelaskan betapa beragamnya kebudayaan dan bahasa Indonesia, mereka tidak tahu. Tapi tidak apa-apa, karena mereka akan selalu tertarik untuk mengetahuinya,” ujar Clare.

Selain itu, 13 orang perwakilan Indonesia terbang dari tanah air untuk turut serta dalam festival itu. Salah satunya adalah Debbie Sianturi, yang menekankan pentingnya promosi budaya Indonesia di acara-acara internasional seperti World Culture Festival, “Karena ini kan penting, ini aset. Kalau dari masyarakat, gerakannya lebih gemuruh. Kita membangun solidaritas, persatuan dan kesadaran.”

Menurutnya, promosi budaya juga bisa membantu memerangi intoleransi, “Kebudayaan adalah instrumen perdamaian, karena isu-isu politik, agama (dapat) memecah-belah,” lanjutnya.

Para penampil World Culture Festival mewakili negara-negaranya (Foto: VOA/Banny).
Para penampil World Culture Festival mewakili negara-negaranya (Foto: VOA/Banny).

Sonia Lakhiani, ketua yayasan Art of Living Indonesia, mengamini pernyataan Debbie. Untuk itu, perwakilan dari tanah air giat hadir dan tampil di World Culture Festival, yang telah diadakan empat kali sejak tahun 2006.

Brandon Hill adalah salah satu pengunjung asal Amerika yang juga tengah menemani istrinya, Katheline Hill, salah satu penampil Wonderful Indonesia. Mereka terbang dari Roseville, California, untuk berpartisipasi dalam festival itu. “Orang-orang dari berbagai budaya, ras, latar belakang dan berbagai daerah dari Amerika berkumpul di satu tempat berskala besar. Ini sangat indah. Mereka berkumpul untuk bersenang-senang. Saya menikmatinya,” ujar Brandon.

World Culture Festival adalah festival international yang sebelumnya diselenggarakan di India dan Jerman. Tahun ini, acara itu bertempat di sepanjang alun-alun Washington, National Mall. Festival yang berlangsung selama tiga hari itu, menghadirkan pementasan budaya dari berbagai negara, kegiatan yoga dan meditasi, serta beragam suguhan kuliner di tenda dan truk-truk makanan. Acara itu juga dihadiri banyak tokoh penting, termasuk presiden dan mantan presiden dari beberapa negara, Mantan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, Wali Kota Washington D.C. Muriel Bowser, dan Duta Besar Indonesia untuk AS Rosan Roeslani. [br/rt/ab]

Forum

XS
SM
MD
LG