Tautan-tautan Akses

Serangan Udara AS Diduga Tewaskan Pemimpin Militan Libya


Asap membubung menyusul serangan udara di bandar udara Maitiga di Tripoli, Libya. (foto: dok)
Asap membubung menyusul serangan udara di bandar udara Maitiga di Tripoli, Libya. (foto: dok)

Pemerintah Libya yang diakui secara internasional mengatakan serangan udara itu menewaskan pemimpin kelompok militan terkait Al-Qaida, Mokhtar Belmokhtar hari Sabtu (13/6) di bagian timur negara itu.

Militer AS mengatakan hari Minggu, sedang mengevaluasi apakah sebuah serangan udara di Libya membunuh pemimpin militan terkait al-Qaida, Mokhtar Belmokhtar.

Militer AS melancarkan serangan udara terhadap seorang teroris terkait al-Qaida di Libya yang diburu karena serangan mematikan tahun 2013 di sebuah pembangkit listrik tenaga gas di Aljazair.

Pemerintah Libya yang diakui secara internasional mengatakan serangan udara itu menewaskan Mokhtar Belmokhtar hari Sabtu (13/6) di bagian timur negara itu.

Tetapi Departemen Pertahanan AS belum bisa mengukuhkan apakah Belmokhtar tewas.

Juru bicara Pentagon Kolonel Steve Warren tidak memberikan rincian tentang operasi itu kecuali mengatakan para pejabat militer meyakini serangan udara itu sukses. Dia tidak mengatakan di mana serangan itu dilakukan dan apakah menggunakan sebuah pesawat tak berawak untuk menembakkan rudal.

"Saya dapat mengkonfirmasikan bahwa target serangan kontraterorisme di Libya adalah Mokhtar Belmokhtar,” ujar Warren. "Serangan itu dilancarkan oleh pesawat AS. Kami terus meninjau hasil operasi dan akan memberikan rincian lebih lanjut sesuai perkembangan."

Departemen Luar Negeri AS telah menjanjikan imbalan sebesar US$5 juta untuk informasi yang mengarah pada penangkapan Belmokhtar, pemimpin kelompok yang menyebut diri sebagai Batalyon "Signed in Blood."

Para pejabat AS menuduhnya memimpin serangan teroris tahun 2013 di sebuah fasilitas gas di Aljazair yang menewaskan 37 orang, termasuk tiga warga AS.

Kekacauan politik di Libya, tempat militan Islamis dan parlemen yang diakui secara internasional membentuk dua pemerintahan berbeda, telah memungkinkan al-Qaida merebut wilayah.

Situasi Libya mulai kacau ketika revolusi yang didukung NATO menggulingkan diktator Moammar Gadhafi tahun 2011. Kelompok-kelompok jihadis telah memanfaatkan keadaan tanpa hukum itu, yang juga mendorong gelombang migran yang berupaya melakukan penyeberangan berbahaya ke Eropa, dengan kapal-kapal karam yang menyebabkan ratusan orang tewas dan memicu respon keras Uni Eropa.

Washington telah mengerahkan pesawat-pesawat tak berawak untuk menyerang target-target di wilayah itu sebelumnya.

XS
SM
MD
LG