Tautan-tautan Akses

Profil: Norman Shu - 2003-06-03


Di Amerika, bulan Mei yang baru saja berlalu, dirayakan oleh berbagai lapisan masyarakat sebagai bulan warisan budaya orang Amerika keturunan Asia Pasifik. Sebagai bagian dari masyarakat Asia Pasifik, masyarakat Indonesia pun turut terlibat dalam berbagai kegiatan seni dan budaya yang diadakan selama bulan itu. Dengan meminjam momentum ini, nampaknya cukup tepat apabila dalam buletin elektronik minggu ini, dikedepankan profil Norman Shu.

Siapakah Norman Shu? Jangan keliru dengan nama keluarganya. Memang darah keturunan Cina mengalir di tubuhnya. Namun Norman Shu adalah asli arek Suroboyo yang lahir dan besar di kota buaya, Jawa Timur hingga menamatkan SMA. Pak Norman kemudian meneruskan pendidikannya di Taiwan University, mengambil bidang Social and Political Science, dan lulus sebagai Sarjana Hukum. Dia kemudian hijrah ke Amerika, tepatnya 24 tahun yang lalu.

Sosok ini menjadi istimewa karena dialah orang Amerika keturunan Indonesia pertama yang terjun ke kancah politik di Amerika, dengan mencalonkan diri sebagai walikota Hacienda Heights. Hacienda Heights adalah sebuah kota di negara bagian California, yang saat ini masih berada dibawah manajemen Los Angeles County. Norman Shu tidak begitu saja mencalonkan diri sebagai walikota. Sepak terjangnya sudah dimulai sejak dia menjabat sebagai President School Board of Hacienda La Puente Unified School District, yang sekarang telah dijalaninya selama 3 masa jabatan berturut-turut. Dia juga kemudian terpilih sebagai Pejabat Terpilih di Amerika. Di kalangan masyarakat Indonesia sendiri, pak Norman dikenal sebagai sosok yang aktif. Dia menjabat sebagai penasehat di Committee for Human Rights in Indonesia, serta menduduki posisi sebagai penasehat Indonesia Chinese American Association (ICAA) yang berpusat di kawasan Los Angeles.

Dengan rendah hati dikatakan Norman, semua posisi yang didudukinya sekarang diperoleh dengan kerja keras. Dalam wawancara dengan Suara Amerika, VOA dan Radio Sonora beberapa pekan lalu, Norman Shu mengatakan, sebagai imigran (generasi pertama) dia harus berusaha lebih keras agar dapat menang bersaing dengan orang Amerika asli. “Setelah 3 kali berkampanye untuk menjadi ketua dewan sekolah, barulah saya bisa memperoleh posisi tersebut”, demikian ujarnya saat ditanya bagaimana dia bisa memperoleh posisi di Hacienda La Puente Unified School District, sekolah dengan 22 ribu murid. Pak Norman juga menambahkan hambatan lain yang ditemuinya di lapangan, yaitu dia harus mampu memberi kesan pada masyarakat asli Amerika bahwa dia bisa berbagi kekuasaan dan kerjasama dengan berbagai kelompok masyarakat lainnya.

Di Amerika sendiri saat ini diperkirakan terdapat 40 politisi dari etnis Asia, seperti Jepang, Taiwan, India, Korea dan Hong Kong, yang menduduki berbagai posisi seperti di Senat, DPR, Gubernur dan Walikota. Apabila Norman Shu berhasil memenangkan pemilihan yang diadakan pada tanggal 3 Juni 2003 ini, maka dia menjadi satu-satunya etnis Asia-Indonesia diantara ke 40 orang lainnya. Meskipun keberhasilannya ini membanggakan, namun mengingat populasi penduduk Indonesia yang sebanyak 220 juta orang, seorang Norman Shu saja dapat dibilang kurang mewakili. Padahal seperti dikatakan lagi oleh Norman Shu, sebagai imigran di Amerika, jika tidak aktif di politik, suara kita akan kurang didengar. Mudah-mudahan perjuangan arek Suroboyo yang mengaku bangga dibesarkan di Indonesia ini, akan berhasil dan membuka peluang bagi munculnya politisi-politisi keturunan Indonesia lainnya di Amerika. Jangan lupa simak terus Suara Amerika, VOA, karena kami pun tentunya akan menyampaikan berita dan informasi terbaru tentang Norman Shu.

Selamat pak Norman!

Sumber:

Indonesia Media Local News

Wawancara dengan Norman Shu oleh Suara Amerika, VOA yang disiarkan oleh radio Sonora, Indonesia

XS
SM
MD
LG