Tautan-tautan Akses

WAJAH DI BALIK SUARA: PUSPITA SARIWATI - 2002-11-26


Kalau Anda penggemar How Do You Say That, suara penyiar ini pasti tidak jarang terdengar. Begitupun untuk acara Dunia Hiburan dan Aneka Info, atau paket-paket liputan dalam Dunia Kita, di sana pasti ada Puspita Sariwati.

Puspita mulai bergabung dengan Voice of America sejak bulan Desember 2001, sebelas tahun setelah pindah ke Amerika karena mengikuti tugas sang suami, Hernando, seorang peneliti di Federal Highway Administration.

Profesinya sekarang mengingatkan Puspita akan panggilan hidupnya sebagai wartawan.

“Pekerjaan saya menyenangkan, dan saya sangat beruntung mempunyai pengalaman kerja di TVRI sebelumnya dalam hal memproduksi, meliput, menulis naskah dan mengisi suara, atau narasi,” katanya. “Jadi di VOA ini tinggal menyesuaikan dengan sistem kerja di sini.”

Dari tahun 1981 sampai 1990, Puspita bekerja sebagai reporter tamu negara untuk stasiun TVRI Yogyakarta. “Tugas saya waktu itu untuk meliput kedatangan tamu kehormatan, diantaranya Helmut Kohl dan Pangeran Charles berikut Putri Diana,” jelasnya.

Tapi bukan kesempatan untuk bertemu orang terkenal saja yang membuat lulusan Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada tertarik dengan dunia kewartawanan. “Menjadi wartawan berarti kita bisa bertemu orang dari berbagai lapisan, atas sampai bawah,” katanya.

Salah satu liputannya semasa di Yogyakarta pernah membawanya ke sebuah Lembaga Pemasyarakatan, dimana ia mewawancarai seorang narapidana yang dihukum karena melakukan pembunuhan, namun kini menjalani pelatihan keterampilan industri kecil.

“Saya senang bisa melihat segi-segi kehidupan yang oleh orang lain tidak terjangkau,” tambahnya.

Semasa di TVRI Yogyakarta, Puspita juga merupakan produser, penulis naskah dan pembawa acara pada “Sepanjang Malioboro” dan “Pesona Wisata,” di kala Indonesia sedang menggalakkan tahun kunjungan wisata.

Ia pernah mengikuti program pertukaran wartawan ASEAN (Association of South East Asian Nations) ke Swis, Jerman Barat dan Timur atas undangan World Council of Churches.

“Waktu itu saya sempat menyentuh tembok pemisah Jerman Barat dan Timur, sebelum diruntuhkan dua hari kemudian,” kenangnya.

Ia juga pernah mewakili Indonesia dalam mengikuti seminar dan peliputan tentang peran wanita di Asia Pasifik, bersama wakil dari sepuluh negara lainnya.

Selain di VOA, Puspita juga bekerja di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Washington. Di sana ia membuat analisa laporan tentang dunia pendidikan di Amerika Serikat, untuk dikirimkan ke berbagai kantor pemerintah.

Puspita juga tetap mengajar Bahasa Indonesia untuk orang asing, seperti yang telah dilakoninya sejak mulai pindah ke Amerika. Biasanya ia mengajar pejabat-pejabat Department of Defense, atau Departemen Pertahanan, yang meliputi anggota militer AS. Ia juga merupakan instruktur Bahasa Indonesia di Bank Dunia.

Di masa senggangnya, ibu dari Alfonso (9) dan Leticia (4) ini menyempatkan diri untuk melakukan serangkaian hobinya. Salah satunya adalah fotografi. Puspita menyimpan kumpulan foto anak-anaknya, sedari masih berada di kandungan sampai saat ini.

“Bahkan saat saya akan melahirkan di rumah sakit pun ada fotonya, dipotret oleh suami saya,” ujarnya sambil tertawa.

Sebagai wartawan elektronik, ia juga menggemari kegiatan shooting. Selain itu dia juga senang merawat kebun, belanja dan berenang. “Life is fun, so I have a lot of hobbies,” itu prinsipnya.

Puspita sering mendapat kiriman surat atau E-mail dari pendengar, kebanyakan ingin berkenalan. Tapi belum lama ini ada satu yang cukup mengejutkannya.

“Baru-baru ini saya mendapat kiriman kartu pos dari mantan Kepala RRI di Yogyakarta, Pak Siswadi, yang bilang kalau dia mendengar suara saya di radio,” ujar Puspita tersenyum. “Saya kaget sekali dia masih ingat saya.”

Itulah Puspita Sariwati, wanita ayu yang meskipun pendiam namun penuh semangat hidup.

XS
SM
MD
LG