Tautan-tautan Akses

Peringkat Universitas Dunia, Bagaimana Indonesia?


ILUSTRASI - Wisuda sarjana di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Foto: Humas UGM)
ILUSTRASI - Wisuda sarjana di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. (Foto: Humas UGM)

Pendidikan di Indonesia setelah merdeka, mungkin telah memenuhi cita-cita Ki Hadjar Dewantara, pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Namun bagaimana tingkat pendidikan tinggi Indonesia masa kini?

Beberapa universitas di Indonesia mengikuti lembaga peringkat yang beragam. Sebenarnya lembaga apa saja yang memberi penilaian sebuah universitas menjadi universitas berkelas internasional?

Target 100 besar

Kepala Satuan Penjaminan Mutu dan Reputasi Universitas dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof. Indra Wijaya mengatakan, UGM mengikuti lembaga yang disebut QS (Quacquarelli Symonds) yang berpusat di London, Inggris.

Prof. Indra Wijaya, Kepala Satuan Penjaminan Mutu dan Reputasi Universitas, UGM Yogyakarta,
Prof. Indra Wijaya, Kepala Satuan Penjaminan Mutu dan Reputasi Universitas, UGM Yogyakarta,

“Saat ini yang sudah masuk di QS World Ranking ada sekitar 1.500 perguruan tinggi di dunia. Tentu saja top-topnya dari MIT, Harvard, Stanford dari AS. Kemudian dari Inggris ada Oxford dan London School of Business, dan lain-lain. Kalau untuk Asia adalah NUS (National University of Singapore)”.

UGM, kata Indra, berada di peringkat 263. Masih jauh untuk menjadi seratus besar. “Ya memang target dari kementerian pendidikan terlalu muluk untuk jangka dekat, karena memang tidak mudah untuk masuk ke jajaran itu, terutama karena di Indonesia research and citation atau riset dan kutipan, masih sangat kecil,” ujarnya.

Riset dan kutipan juga mempengaruhi peringkat universitas swasta kecil.

Dr. Phil. Lucia Dwi Krisnawati, Direktur Biro Kerjasama dan Relasi Publik Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.
Dr. Phil. Lucia Dwi Krisnawati, Direktur Biro Kerjasama dan Relasi Publik Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta.

Direktur Biro Kerjasama dan Relasi Publik Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta (UKDW) Dr. Phil. Lucia Dwi Krisnawati mengatakan, semakin kecil universitas, akan semakin sedikit kutipan yang dibaca atau digunakan di luar sana.

“Besar kecilnya universitas akhirnya mempengaruhi, karena jumlah dosen, jumlah fakultas kan mempengaruhi jumlah penelitian.”

Menurut Dr. Lucia, UKDW yang mengikuti peringkat Edurank, Unirank atau ID Science, sudah menduduki peringat yang lumayan menurut lembaga peringkat itu. Di Indonesia, UKDW mendapat ranking ke-54, menurut H index, yaitu jumlah makalah terbanyak yang ditulis oleh para mahasiswa dan para dosennya.

Peringkat Universitas Dunia, Bagaimana Indonesia?
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:06:51 0:00

“Ada beberapa dosen UKDW yang jumlah citation dan H indeksnya tinggi, sudah masuk dalam tingkat scientist dunia,” jelasnya.

Lucia menambahkan, ratio antara jumlah mahasiswa di program studi kedokteran UKDW dengan jumlah dokter yang mengajar juga seimbang.

Internasionalisasi

FILE - Prof Dr. Ernan Rustiadi, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Pengembangan Agromaritim IPM saat mengajar di Republik Checko.(Courtesy)
FILE - Prof Dr. Ernan Rustiadi, Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Pengembangan Agromaritim IPM saat mengajar di Republik Checko.(Courtesy)

Sedangkan Institut Pertanian Bogor (IPB), menurut Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi dan Pengembangan Agromaritim IPB, Prof Dr. Ernan Rustiadi, “IPB ada di peringkat 51 sesuai dengan bidangnya, pertanian dan kehutanan. Sejak tahun 2016 sampai sekarang, IPB konsisten selalu berada di seratus besar di dunia. Kalau di Asia, IPB ranking ke-7.”

Ada beberapa aspek yang membuat IPB berhasil secara berkelanjutan, imbuh Ernan. Di antaranya, memelopori “green revolution” ala Indonesia, serta kinerja dalam bidang riset dan internasionalisasi.

“Ukuran berapa banyak jumlah mahasiswa asing, seberapa melibatkan pertukaran pengajar dan mahasiswa asing (internasional). Setelah banyak menerima pelajar dari negara-negara Asia, kini menyediakan bea siswa untuk mahasiswa dari Afrika,” imbuhnya.

Pintu Gerbang Masuk Kawasan Institut Pertanian Bogor (IPB). (Foto: Wikipedia/Davidelit)
Pintu Gerbang Masuk Kawasan Institut Pertanian Bogor (IPB). (Foto: Wikipedia/Davidelit)

Internasionalisasi juga menjadi salah satu upaya UGM, ujar Rektor UGM Prof. dokter Ova Emilia, MMedEd, SpOG(K), PhD.

Rektor UGM Prof. dokter Ova Emilia, MMedEd, SpOG(K), PhD.
Rektor UGM Prof. dokter Ova Emilia, MMedEd, SpOG(K), PhD.

“Jadi menyamakan antara standar di Indonesia, program studi yang ada di UGM dan di luar negeri. Kini kami sudah memiliki 100 lebih program double degree dengan mitra asing. Kami juga memberi kesempatan mahasiswa dengan magang keluar, untuk menambah bekal agar mereka mempunyai wawasan dan daya saing yang tidak hanya di Indonesia,” sebutnya.

Seperti IPB, sudah beberapa tahun ini UGM memberikan beasiswa kepada mahasiswa asing, khususnya dari negara-negara yang berpenghasilan rendah dan menengah untuk kuliah di UGM. Dengan memperbanyak kehadiran mahasiswa asing, perguruan tinggi memberi keberagaman interaksi dan internasionalisasi bagi mahasiswa Indonesia.

Humanis

Untuk swasta, Universitas Parahyangan (Unpar) Bandung berada pada peringkat ke-87 dari 4.500 Perguruan Tinggi di Indonesia, menurut BAN-PT (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi). Rektor Unpar, Prof. Tri Basuki Joewono, PhD mengatakan, “Menurut Nature Index, Unpar nomer dua dalam publikasi riset di Indonesia. Sedangkan menurut UniRank, kalau di Indonesia, Unpar nomer 65. Sementara menurut QS Asia, pada urutan 103.”

Gedung Rektorat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. (Wikipedia/Cobacobalagi)
Gedung Rektorat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung. (Wikipedia/Cobacobalagi)

Kalau menggunakan standar peringkat dunia, kata Tri Basuki, perguruan tinggi di Indonesia tidak akan bisa bersaing, karena persoalan di Indonesia berbeda, dalam hal budaya dan value (nilai).

“Contohnya Unpar, yang mencoba melakukan pendidikan yang berbasis memanusiakan, humanis. Nah, nilai tentang ke-Kristenan, ke-Katolikan, tentang humanis tadi, dalam standar internasional tidak terlihat, tidak bisa diukur, padahal kami harus berjuang di situ, itu value kami,” jelasnya.

Tri Basuki menambahkan, ia setuju kalau standar universitas internasional itu perlu diangkat. Namun, yang perlu dilengkapi adalah bagaimana ukuran-ukuran tadi bisa mengangkat sesuatu yang disebut kebijakan lokal, value, spiritualitas dan identitas. [ps/ka]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG