Seorang tokoh reformasi yang pro-Uni Eropa berhasil memenangkan pemilihan presiden di Moldova, mengalahkan penantangnya yang didukung Rusia dalam pemungutan suara putaran kedua.
Pemilihan kali ini difokuskan pada soal ekonomi, korupsi dan apa yang akan dipilih oleh negara kecil pecahan bekas Uni Sovyet itu dalam tarik menarik antara Rusia dan Barat.
Setelah semua surat suara dihitung, mantan perdana menteri yang juga ekonom Bank Dunia, Maia Sandu – yang berusia 48 tahun – dan telah mengkampanyekan peningkatan integrasi Eropa, meraih lebih dari 58 persen suara. Ia adalam pemimpin perempuan terpilih pertama di Moldova.
Berbicara Senin (16/110, Sandu menyampaikan rasa terima kasih kepada para pendukungnya dan berjanji akan melakukan yang terbaik untuk meraih dukungan mereka-mereka yang meragukannya.
“Saya ingin menyampaikan kepada mereka yang memilih penantang saya, kalian tidak kalah! Saya akan berupaya meraih kepercayaan kalian setiap hari,” ujar Sandu. Ditambahkannya, “Moldova seharusnya menjadi tanah air bagi semua warga negara tanpa memandang kewarganegaraan atau bahasa yang digunakan.”
Penantangnya, petahana Presiden Igor Dodon, meraih dukungan 42 persen suara meskipun ada dukungan kuat dari Moskow dan kampanye media yang sangat luar biasa.
Meskipun kedua pihak saling tuding telah berupaya mencurangi pemilu, Dodon hari Senin menerima kekalahannya. “Hasil pendahuluan menunjukkan bahwa Maia Sandu telah menang,” ujar Dodon.
Ia berkeras bahwa tim kampanyenya telah mendaftarkan “sejumlah besar pelanggaran pemilu yang belum pernah terjadi sebelumnya” tetapi menyerukan kepada para pendukungnya untuk menerima hasil penghitungan suara dan bertarung di lain kesempatan.
“Kita memiliki tugas untuk melindungi negara ini bagi generasi mendatang,” ujar Dodon. “Saya tidak akan menyerah,” tegasnya.[em/pp]