Tautan-tautan Akses

Pameran Baju Penyintas Kekerasan Seksual Berupaya Hapus Stigma


Seorang pengunjung nampak memperhatikan pakaian dalam pameran pakaian penyintas di Bandung, Minggu (24/3/2019) sore (foto: VOA/Rio Tuasikal)
Seorang pengunjung nampak memperhatikan pakaian dalam pameran pakaian penyintas di Bandung, Minggu (24/3/2019) sore (foto: VOA/Rio Tuasikal)

Di Indonesia, masih banyak korban kekerasan seksual yang disalahkan karena pakaiannya. Namun, betulkah baju korban memicu kekerasan seksual? Sebuah pameran baju di kota Bandung, Jawa Barat, berusaha menjawabnya.

Memasuki pameran pakaian penyintas kekerasan seksual di Bandung, kita akan disuguhi dua belas baju yang dipakai orang-orang saat jadi korban. Para penyintas ini ada yang diraba-raba orang asing, bahkan diperkosa orang dekat sendiri.

Baju-baju penyintas dipasang sebagai setelan lengkap dari kepala sampai kaki. Salah satu baju berupa kemeja kotak-kotak lengan panjang, celana jins panjang, dan kerudung hitam. Sementara yang lain adalah paduan baju gombrang warna biru, celana longgar warna hitam, ditambah kerudung motif bunga.

Setidaknya 12 setel baju dipajang dalam pameran pakaian penyintas kekerasan seksual. Menurut penyelenggara, mayoritas baju masuk kategori tertutup namun tetap jadi korban (foto: VOA/Rio Tuasikal)
Setidaknya 12 setel baju dipajang dalam pameran pakaian penyintas kekerasan seksual. Menurut penyelenggara, mayoritas baju masuk kategori tertutup namun tetap jadi korban (foto: VOA/Rio Tuasikal)

Nurul Fasivica, dari gerakan Melek Bersama, menjelaskan, pakaian-pakaian ini sudah tertutup. Namun tetap saja para perempuan ini jadi korban kekerasan seksual. Karena itu, pakaian ini mendobrak anggapan di masyarakat bahwa korban kekerasan seksual biasanya berpakaian terbuka.

Nurul Fasivica dari Melek Bersama berharap, lewat pameran ini, masyarakat umum akan lebih terbuka membicarakan kekerasan seksual (foto: VOA/Rio Tuasikal)
Nurul Fasivica dari Melek Bersama berharap, lewat pameran ini, masyarakat umum akan lebih terbuka membicarakan kekerasan seksual (foto: VOA/Rio Tuasikal)

“Jadi ini bener-bener kita nge-breakdown yang masyarakat pikir, engga cuma yang bajunya terbuka. Enggak sama sekali. Itu yang bajunya ketutup banyak banget,” ujarnya kepada VOA saat ditemui di Gedung Indonesia Menggugat, Bandung, Minggu (24/3/2019) sore.

Pameran Baju Penyintas Kekerasan Seksual Berupaya Hapus Stigma
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:05:22 0:00

Dari dua belas setel baju yang dipajang, 8 diantaranya adalah celana panjang dan berkerudung.

Setiap setelan baju ditampilkan dengan penuturan korban mengenai kekerasan seksual yang dialami.

Ada dua baju tidur yang ikut dipajang. Rupanya pelaku kekerasan seksual adalah keluarganya sendiri.

“Kejadiannya di rumah. Sama kakaknya, sama bapaknya, sama pacarnya, sama oomnya. Itu orang terdekat bukan sama orang asing. Yang masyarakat pikir kalau diperkosa itu cuma sama orang asing, sexual harassment itu cuma dilakukan sama orang asing, enggak, malah lebih banyak sama orang terdekat,” tambah Vica yang aktif di Padjadjaran Resource Center on Gender and Human Rights Studies (Pad GHRS).

Salah satu penyintas yang enggan disebutkan namanya bercerita, dia membagi kisahnya supaya memberdayakan penyintas lain.

“Karena aku pengen cerita aku empowering teman-teman yang lain, baik perempuan atau siapapun, yang mengalami kekerasan atau pelecehan atau perkosaan. Supaya dia berani speak up. Ada banyak teman yang mau dan akan nemenin dia in this hardship,” ujarnya.

Penyintas ini juga berharap, masyarakat yang mendengar kisahnya bisa tergerak mencegah kekerasan seksual.

“Supaya mereka lebih aware sama kejadian-kejadian yang sudah terjadi itu. Dan semoga mereka bantu untuk stand with us,” tambahnya.

Pameran ini merupakan bagian dari acara tiga hari berisi diskusi kekerasan seksual. Sejumlah kelompok siswa dan mahasiswa mengikuti upaya edukasi publik ini. Penyelenggara berharap, masyarakat umum akan lebih terbuka membicarakan kekerasan seksual.

“Bikin masyarakat kita woke biar melek, ngomongin kekerasan seksual ngomongin ini tuh nggak tabu ini nggak aneh, ini tuh kejadian nyata bukan cuma diada-adain sama orang,” harap Nurul.

Banyak Anak Muda Belum Dapat Pendidikan Seks

Selain pameran, sebuah pojok lesehan dibuka untuk konsultasi kesehatan reproduksi (kespro) dan seks. Lesehan ini menyediakan banyak alat peraga, alat kontrasepsi, dan informasi infeksi menular seksual (IMS)

Putri Widi Saraswati, dokter yang melayani para pengunjung, bercerita banyak anak muda yang belum memahami seks dan kespro secara komprehensif.

dr. Putri Widi Saraswati dari Mons Youth memegang alat peraga untuk melayani remaja yang ingin bertanya soal kesehatan reproduksi dan seks. Menurutnya, tabu terkait seks membuat remaja banyak mendapatkan informasi yang salah (foto: VOA/Rio Tuasikal)
dr. Putri Widi Saraswati dari Mons Youth memegang alat peraga untuk melayani remaja yang ingin bertanya soal kesehatan reproduksi dan seks. Menurutnya, tabu terkait seks membuat remaja banyak mendapatkan informasi yang salah (foto: VOA/Rio Tuasikal)

“Bahkan ada yang belum paham menstruasi itu bagaimana prosesnya, darahnya keluar dari mana. Bahkan itu saja banyak yang belum (tahu). Jadi banyak miskonsepsi yang terbawa dari pendidikan yang SD itu. Nempelnya tuh salah ternyata,” ujar Putri yang aktif di Mons Youth.

Putri menegaskan, pendidikan seks tidak menganjurkan hubungan seks. Malah pendidikan seks mengajarkan remaja tahu mengenai tubuhnya dan tahu akan konsekuensi pilihannya. Pendidikan seks juga mengajarkan anak remaja menghormati tubuh orang lain sehingga mencegah kekerasan seksual.

“Misalnya kita mau bilang begini, remaja sebaiknya menunda hubungan seksual. Kalau kita bisa bilang karena hubungan seksual adalah sebuah keputusan yang amat krusial dalam hidup, konsekuensinya ada banyak, kamu harus bisa menilai. Kalau kamu dapat risikonya atau konsekuensinya, kamu siap tidak menangani?” ujarnya mencontohkan.

Namun ujar Putri, anak muda kesulitan mencari informasi seperti ini. Sebab, pembahasannya selalu dalam kerangka moral dan ditakut-takuti. Padahal anak muda juga butuh penjelasan kesehatan.

“Tapi kan kita nggak dikasih tahu. Kamu nggak boleh (hubungan seks), soalnya dosa. Selesai. Apakah itu membuat orang tidak berhubungan seksual? Enggak, tetap saja. Yang ada orang nyumput-nyumput,” ungkapnya.

Menurut Putri, tabu inilah yang membuat anak muda mendapat informasi yang salah. Selain itu, kurikulum Indonesia juga belum memasukkan informasi kespro secara komprehensif. Akhirnya banyak anak melakukan hubungan seks yang tidak aman.

“Orang bilang anak muda ngomongin seksnya nanti saja setelah menikah. Memangnya habis menikah langsung dapat wangsit memahami semuanya? Kan mustahil,” jelasnya.

Karena itu, Putri mendorong anak muda untuk aktif mencari informasi kesehatan reproduksi lewat sumber terpercaya di internet. Misalnya dari lembaga-lembaga yang jelas bergerak di isu kesehatan remaja.

“Organisasi yang mendasari siapa, bergerak di isu apa. Jangan cepat percaya meme dan broadcast WA yang nggak jelas, atau akun love dating tips, jangan percaya,” dia mengingatkan.

“(Cari yang) kesehatan. Karena sains itu netral, kesehatan itu netral, jadi carilah sumber yang netral. Itu akan lebih baik,” pungkasnya lagi. [rt/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG