Tautan-tautan Akses

Tidak Ada Solusi di Marawi, ISIS Akan Jadi Ancaman di Kawasan Asia Tenggara


Presiden Filipina Rodrigo Duterte memeriksa senjata api bersama dengan Kepala Angkatan Bersenjata Filipina Eduardo Ano dalam kunjungannya ke kamp militer di Marawi city, selatan Filipina. Pengamat terorisme UI Ridwan Habib mengatakan terdapat bukti adanya jaringan Marawi di Filipina selatan yang terhubung dengan kelompok-kelompok pro-ISIS di Indonesia
Presiden Filipina Rodrigo Duterte memeriksa senjata api bersama dengan Kepala Angkatan Bersenjata Filipina Eduardo Ano dalam kunjungannya ke kamp militer di Marawi city, selatan Filipina. Pengamat terorisme UI Ridwan Habib mengatakan terdapat bukti adanya jaringan Marawi di Filipina selatan yang terhubung dengan kelompok-kelompok pro-ISIS di Indonesia

Pengaruh ISIS telah menyebar ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Data resmi dari lembaga terkait, termasuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri, menyebutkan sekitar 500-an warga Indonesia ikut bertempur dengan milisi ISIS di Irak dan Suriah.

Seiring dengan kekalahan ISIS di kedua negara itu, mereka telah lari dari Mosul dan tengah terdesak di Raqqa. Walhasil banyak yang kembali negara masing-masing, termasuk jihadis ISIS asal Indonesia.

Bahkan yang mengejutkan dan mencemaskan ada jihadis ISIS yang bersembunyi di Bali, daerah tujuan wisata paling populer di Indonesia. Panglima Daerah Militer IX Udayana Mayor Jenderal Komaruddin Simanjuntak beberapa waktu lalu membenarkan saat ini terdapat sekitar 50 orang yang dicurigai sebagai bagian dari jaringan teror ISIS di Bali.

Hal ini, menurut Simanjuntak, menandakan Indonesia berada dalam kondisi lampu kuning atau waspada terhadap ancaman teroris dan kelompok radikal. Apalagi sejak awal 2000-an, Indonesia sudah menjadi langganan serangan teroris, termasuk Bali. Ledakan Bom Bali I pada 2002 menewaskan lebih dari 200 orang.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Ridwan Habib kepada VOA menjelaskan Indonesia saat ini menghadapi momentum cukup krusial karena terbukti ada jaringan Marawi di Filipina Selatan yang terkoneksi dengan kelompok-kelompok pro-ISIS di Indonesia. Dia bahkan menyatakan serangan-serangan yang dilakukan terhadap militer Filipina juga sudah dilakukan oleh kombatan-kombatan ISIS dari Indonesia.

“Ini membuktikan bahwa koneksi lama lama yang dulu di era Jamaah Islamiyah diaktifkan lagi tetapi dengan bendera yang baru, yaitu bendera ISIS dan dalam hal ini ISIS Filipina. Ini membuktikan bahwa sesuatu yang serius sedang terjadi dan kalau tidak segera diantisipasi oleh pemerintah, kita khawatir akan terjadi pendudukan strategis," kata Ridwan.

Ridwan menambahkan ketika perang di Marawi terjadi, jihadis ISIS di Indonesia menghadapi dua pilihan: berangkat ke Suriah dengan ketidakpastian atau berangkat ke Filipina yang derajatnya sama-sama jihad. "Dari sisi biaya, jarak, dan akses, lebih mudah ke Filipina, sehingga banyak jihadis ISIS dari Indonesia memilih ke Marawi dibanding terbang ke Suriah," ujar Ridwan.

Ridwan menyebut keberadaan pakar Islam di Malaysia Dr. Mahmud Ahmad – atau yang dikenal sebagai Abu Handzalah – yang berafiliasi dengan kelompok Abu Sayyaf di Filipina dan diketahui berencana membangun basis ISIS di Asia Tenggara, antara lain di Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand Selatan. Marawi ditengarai akan menjadi tempat aman untuk memulai kegiatan itu, setelah gagal membentuk kubu pertahanan di Poso, Sulawesi Tengah. “Kalau persoalan di Marawi tidak diselesaikan, ISIS akan menjadi ancaman bagi kawasan Asia tenggara, termasuk Indonesia,” ujar Ridwan.

“Saya rasa pendekatannya adalah pendekatan pidana, pendekatan hukum. Kalau mereka mau berangkat ke Marawi tangkap. Kalau mereka mau berkoordinasi logistik dengan Marawi tangkap," kata Ridwan. "Pendekatan itu yang harus dilakukan oleh BNPT dan Densus 88 dibantu intelijen setempat terutama di daerah jalur tikus masuk itu, Sulawesi Utara, Sangiai, Tomohon daerah-daerah pantai itu yang kemudian harus dilapis benar-benar oleh aparat kita," tambahnya.

Empat bulan sebelumnya, kepolisian Daerah (Polda) Bali mengamankan tiga orang warga Indonesia yang diduga anggota jaringan ISIS di Bandara Ngurah Rai, Bali. Mereka diamankan ketika tiba di bandara Gusti Ngurah Rai Bali menggunakan pesawat Emirat Airlines dari Dubai.

Ketua komisi Pertahanan dan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat Abdul Kharis Al Masyhari menyatakan BNPT dan juga Detasemen Khusus 88 Anti Teror Mabes Polri harus segera mengantisipasi hal tersebut.

“Tentang yang di Bali, saya berharap aparat-aparat penegak hukum dalam hal ini BNPT yang mempunyai tugas pokok dan fungsi menghadapi teroris, harus bertindak dan melakukan pencegahan jangan sampai teror terjadi," kata Abdul Kharis. [fw/ii/em]

Recommended

XS
SM
MD
LG