Tautan-tautan Akses

JUMLAH MAHASISWA ASIA DI AMERIKA TURUN  - 2004-12-07


Untuk pertamakalinya dalam 32 tahun, jumlah mahasiswa asing yang belajar di Amerika menurun. Sebuah laporan mengatakan, tahun lalu jumlah mahasiswa asing di Amerika sedikit di bawah 575 ribu orang, turun 15 ribu dari tahun sebelumnya. Ada tanda-tanda bahwa penurunan itu akan berlanjut tahun ini, meskipun tidak diketahui apakah tren ini akan berkepanjangan.

Asia memegang peran penting dalam hal ini. Tahun lalu, 57 persen mahasiswa asing di Amerika berasal dari Asia, 62 ribu dari Cina, 80 ribu dari India, 52.500 dari Korea Selatan, 41 ribu dari Jepang, 26 ribu dari Taiwan, 9 ribu dari Thailand dan 8.900 dari Indonesia.

Untuk tahun 2002-2003, jumlah mahasiswa Asia di Amerika turun sekitar delapan persen dibandingkan tahun sebelumnya. Diperkirakan, tahun ini peserta Tes Masuk Program S2 di Amerika yang disebut Graduate Record Exams dari Cina turun 50 persen, dan dari Taiwan turun 43 persen. Perkembangan ini mencemaskan kalangan pejabat bidang pendidikan di Amerika, karena implikasinya luas.

Pertama, sistem pendidikan Amerika bergantung pada mahasiswa asing untuk memperkaya lingkungan akademis dengan bahasa, budaya, tradisi dan pengalaman yang berbeda-beda. Kedua, mahasiswa asing penting secara ekonomi, karena sebagian besar membayar uang kuliah penuh dengan dana yang berasal dari luar Amerika. Departemen Perdagangan Amerika memperkirakan, setiap tahun mahasiswa asing menghabiskan 13 milyar dolar di Amerika. Pendidikan adalah ekspor Amerika yang sering tidak diperhitungkan dalam neraca perdagangan. Ketiga, untuk tingkat S2, persentasi mahasiswa asing cukup besar, terutama dalam bidang teknik, teknologi dan kedokteran. Dan, banyak di antara mereka yang kemudian menetap di Amerika. Misalnya, 101 dari 193 dosen Fakultas Teknik Universitas Maryland lahir di luar negeri, dan hampir semua kuliah di Amerika. Keempat, orang Amerika khawatir bahwa keunggulan sains dan teknologinya, yang mendapat sumbangan cukup besar dari tenaga ahli asing, akan terkikis. Pemenang Hadiah Nobel Fisiologi, David Baltimore menulis: “Teknologi tidak lagi menjadi monopoli Amerika. Eropa semakin kompetitif dan Asia punya potensi untuk mengalahkan Amerika.”

Mengapa ini terjadi? Ada beberapa jawaban untuk itu:

Alasan yang paling sering disebut adalah sulitnya memperoleh visa belajar ke Amerika dengan berlakunya peraturna baru setelah serangan teroris 11 September 2001. Kesaksian di depan Senat Amerika menyebut berbagai kisah mengenai para calon mahasiswa yang harus menunggu visa sampai dua tahun, kemudian memutuskan untuk membatalkan niat belajar di Amerika. Seorang rektor dalam kesaksiannya mengatakan: “Kalau salurannya ditutup, mahasiswa asing tidak akan datang lagi ke Amerika.”

Alasan-alasan lain berkurangnya mahasiswa asing yang belajar di Amerika antara lain: Biaya kuliah di Amerika terus membubung. Peran Amerika di dunia, dalam perang Irak misalnya, membuat banyak calon mahasiswa tidak jadi datang ke Amerika. Cina, Jepang dan Korea mendirikan universitas-universitas bagus yang semakin kompetitif dengan universitas Amerika dalam menarik minat mahasiswa dari luar negeri.

Korea Selatan dapat dijadikan contoh. Hampir 190 ribu warga Korea Selatan belajar di luar negeri, 106 ribu di antaranya tingkat perguruan tinggi, sisanya peserta kursus bahasa. Dari jumlah itu, 56 ribu belajar di Amerika, 24 ribu di Cina, 18.500 di Inggris, 18 ribu di Australia, 17 ribu di Jepang dan 13 ribu di Kanada. Dalam pada itu, tahun ini 17 ribu mahasiswa asing belajar di Korea Selatan, naik dari 12.500 tahun lalu.

Sebaliknya, lebih dari 21 ribu mahasiswa Amerika belajar di Asia. Sebelas ribu mahasiswa Amerika belajar di Australia, 3.500 di Jepang, 2.500 di Cina, 750 di Korea Selatan dan 300 di Vietnam. Jumlah ini naik setiap tahun.

Pejabat Amerika menyadari hal ini. Menteri Luar Negeri Colin Powell mengirim pesan ke konsulat-konsulat Amerika di seluruh dunia, agar mempercepat proses visa belajar, tanpa mengurangi kewaspadaan. Menteir Powell mengatakan: “Aset paling besar yang dimiliki Amerika adalah persahabatan dengan para pemimpin dunia masa depan, yang menimba ilmu di Amerika.” (VOA/Howell/Djoko Santoso)

XS
SM
MD
LG