Tautan-tautan Akses

Wajah di Balik Suara: Mohammed Ali Lubis - 2003-03-11


Beberapa minggu lalu badai salju menghantam Washington dan daerah sekitarnya, membenamkan kota ini dalam salju setinggi hampir satu meter. Akibatnya, kehidupan di ibu kota Amerika ini pun berhenti sejenak dan transportasi umum tersendat.

Tapi di ruang kerja Siaran Indonesia VOA, kesibukan tetap berjalan, seolah tak terjadi apapun di luar.

Di salah satu tiang gantungan jaket di sana terlihat sebuah jaket berwarna coklat muda, pertanda Mohammed Ali Lubis telah hadir. Hari itu ia bertugas menyiapkan dan membaca laporan berita siaran pagi (jam 05:00 – 06:30 WIB), selain memberi penugasan dan memeriksa laporan anggota tim yang dipimpinnya, Amerika Kini.

Pak Lubis, begitu ia biasa disapa, boleh disebut bagian dari sejarah VOA Indonesia.

Sudah sejak tahun 1977 ia bergabung dengan VOA, membawa serta profesionalisme dan idealismenya sebagai wartawan. Sebelumnya ia melewatkan beberapa tahun sebagai penyiar radio BBC di London.

Tampaknya reportase pada media internasional sudah merupakan pilihan karirnya. “Pada awalnya karena saya melihat kalau bekerja pada taraf internasional, saya bisa melihat hal-hal dengan scope yang lebih luas,” kata pria kelahiran Tebing Tinggi Deli di Tapanuli Selatan ini.

Meskipun sempat memulai karir di Indonesia, ia merasa tidak melihat banyak kesempatan untuk berkembang. Karenanya, begitu mendapat peluang untuk bekerja di luar negeri, iapun memboyong sang istri, Mysra, asal Aceh, untuk ikut bersamanya.

Ada dua hal yang paling penting dan menarik tentang jurnalisme menurutnya. “Pertama adalah kebenaran, yaitu kalau kita bisa menyatakan yang benar, dan yang kedua adalah penugasan, yaitu bila kita bisa masuk ke tempat-tempat yang tidak dapat dijangkau orang secara umum,” ujarnya.

Di masa senggangnya Pak Lubis senang membaca tentang berbagai isu politik internasional. “Kenapa saya suka politik? Karena politik itu tidak pernah ada habis-habisnya,” katanya sambil tertawa.

Pak Lubis dan istrinya dikaruniai tiga anak: Meutia, seorang investment banker di New York; Ria, seorang marketing manager di sebuah perusahaan media juga di New York; dan Reza, seorang system analyst di University of Maryland.

Meski telah puluhan tahun tinggal di luar negeri, Pak Lubis mengaku masih sangat dekat dengan adat-istiadat daerah kelahirannya, Tapanuli Selatan. Dan itupun diterapkannya pada anak-anaknya, yang meski tidak lancar berbahasa Indonesia namun tetap dapat menangkap isi pembicaraan orangtua mereka.

Tapi adakah bukti lainnya?

“Lihat saja marganya, nggak lepas-lepas,” katanya sambil mengulum senyum.

Demikianlah sekilas perkenalan dengan Mohammed Ali Lubis.

XS
SM
MD
LG