Tautan-tautan Akses

WAJAH DI BALIK SUARA: SRI SADELI KUHNS - 2002-10-01


Mengenal Sri Sadeli Kuhns akan membawa kita kembali dalam sejarah dan bertualang dalam kegairahan hidup yang terus memancar. Namun pribadinya yang hangat akan memastikan kita selalu merasa dekat dan punya alasan untuk tersenyum.

Mungkin tak banyak yang tahu kalau almarhum Kapten Pierre Tendean, salah seorang pahlawan revolusi yang tewas dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965, merupakan teman Sri saat masih bersekolah di sebuah SMP di Semarang.

Almarhum, menurut Sri, sejak kecil memang sudah menunjukkan sikap seorang perwira.

“Suatu saat kelas saya mengikuti pelajaran menyanyi, dan satu-persatu kami disuruh membawakan sebuah lagu. Waktu itu saya memilih menyanyi ‘Jingle Bells,’” kenang Sri dengan mata yang berkaca-kaca. “Sementara Pierre dengan gagahnya lalu berdiri dan menyanyikan ‘Burung Elang.’”

Saat peristiwa Gerakan 30 September PKI terjadi, Sri sedang menjalani pendidikan S-2 di Indiana University di Bloomington, dengan beasiswa Fulbright dari pemerintah Amerika Serikat. Atas nasihat orangtuanya, ia terus menetap di luar negeri, sambil menekuni bakat dan minatnya.

Sebelumnya, Sri telah memegang gelar sarjana dari Universitas Gajah Mada di Yogyakarta dalam bidang Kesusasteraan Barat. Karena kecintaannya akan bidang bahasa, di Indiana University ia memilih untuk mempelajari Linguistik serta Kesusasteraan Barat dan Timur. Di sana pula ia pertama kali belajar Library Science, yang kelak menjadi bekalnya saat bekerja di Library of Congress di Washington, D.C.

Pekerjaan itu tidak disukainya karena ia mengaku senang berbicara. Itulah sebabnya, ketika ditawarkan bekerja di VOA Indonesia Sri langsung mengambil kesempatan itu. Sejak tahun 1980 ia menjadi pembawa berita, MC dan produser. Beberapa acara yang pernah dibawakannya adalah Cerpen Amerika (tentang karya sastra pengarang-pengarang Amerika macam Mark Twain), Tokoh Amerika (tentang profil presiden-presiden AS) dan Serbaneka Amerika (tentang aneka kebiasaan masyarakat Amerika, seperti perayaan Halloween). Sri juga sangat terlibat dalam penggagasan acara “How Do You Say That,” dan mengisi suara segmen Siaran Pagi yang mengudara empat kali seminggu itu.

Sebenarnya, selain senang berbicara, Sri juga suka menulis. Saat ini ia sedang mengerjakan sebuah buku yang direncanakan berisi kumpulan cerita tentang kehidupan manusia yang ia rangkai dalam berbagai metafora tentang laut.

Banyak di antara cerita-cerita yang ia temui yang merupakan kisah sedih kehidupan manusia. Misalnya ada kisah seorang wanita usia 70-an yang merasa tidak pernah dicintai, meskipun secara karir ia tidak bermasalah. Wanita itu berprofesi sebagai seorang penyanyi opera dan bersuamikan seorang pegawai pemerintah. Kesedihan macam itu, ungkap Sri, bukanlah sesuatu yang asing dalam kehidupan.

“Seperti laut tidak pernah tenang, so is life,” tutur Sri. “Namun dari laut kita bisa mendapatkan pengarahan tentang hidup. Begitu juga dari laut kita belajar bahwa life is dangerous.”

Kecintaannya akan laut berkaitan erat dengan rasa cintanya pada tanah air, meskipun telah lama ia tinggalkan. “Indonesia is the best place on earth,” tegasnya. Minat ini berpadu dengan kegemarannya akan penyair Cili yang memenangkan Nobel Sastra di tahun 1971, Pablo Neruda. “Neruda pernah menulis bahwa there is something in the ocean, dan bahwa ia penuh metafora. Begitu juga dengan kehidupan.”

Demikianlah sekelumit cerita tentang Sri Sadeli Kuhns yang tidak pernah berhenti melanglang buana sambil belajar dan mengajar tentang kehidupan.

XS
SM
MD
LG