Amerika Serikat, Perancis dan Inggris telah menyampaikan pernyataan yang lebih lunak kepada Dewan Keamanan PBB, yang isinya mengecam keras tindakan militer Birma baru-baru ini terhadap para pengunjuk rasa pro-demokrasi.
Rancangan pernyataan yang telah direvisi itu tidak mengutuk penindasan Birma terhadap para pengunjuk rasa, namun mereka tetap menuntut penjelasan lengkap mengenai mereka yang dipenjarakan, hilang atau tewas.
Cina, anggota tetap Dewan Keamanan yang memiliki hak veto, berhasil mendorong dimasukkannya peryataan yang lebih lunak ketimbang rancangan naskah pernyataan pertama. Dewan Keamanan diperkirakan akan mengeluarkan pernyataan dalam beberapa hari mendatang.
Cina menyatakan menentang sanksi-sanksi untuk memaksa pemimpin militer Birma beralih menuju reformasi demokratis. Sesama anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara lain, juga menyatakan menentang pemberlakuan sanksi-sanksi. Dino Patti Djalal, jurubicara Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, sikap Indonesia kebetulan sama dengan sikap Cina yang menentang sanksi.
Para pejabat Birma mengatakan penumpasan terhadap para pengunjuk rasa pro-demokrasi menyebabkan 10 orang tewas. Para penentang pemerintah menyebut jumlah korban mencapai 200 orang.
Sementara itu, Ibu negara Amerika Serikat Laura Bush menyerukan para pemimpin militer Birma untuk mundur dalam sebuah artikel opini yang diterbitkan suratkabar Amerika hari ini. Ia mengatakan rejim militer itu telah kehilangan legitimiasinya.
Dalam artikel di Wall Stree Journal itu, Laura Bush menyebut pemimpin tertinggi Birma Jenderal Than Shwe dan para wakilnya sebagai rejim yang tidak bersahabat, dan menyarankan agar mereka membuka jalan bagi terbentuknya Birma yang bersatu, yang diperintah para pemimpin yang mendapat dukungan.
Ia juga mendesak para pemimpin Birma untuk menghentikan kampanye teror mereka dan melangsungkan dialog yang berarti dengan Aung San Suu Kyi dan para pemimpin oposisi lain.
