Tautan-tautan Akses

Islam dan Perempuan


Hari Perempuan Sedunia merupakan waktu yang tepat untuk meninjau kembali perjuangan perempuan di berbagai neara untuk meraih kesamaan hak, keadilan, kedamaian dan pembangunan.

Ini tema yang dekat dengan keberadaan perempuan di mata Islam. Nabi Muhammad SAW dikenal dengan perlakuannya yang adil terhadap sesamanya, laki-laki maupun perempuan. Semua anaknya adalah perempuan, dan ia pun dikenal selalu melindungi hak-hak perempuan.

Tentang perkawinan, nabi Muhammad SAW juga memerintahkan agar mas kawin langsung dibayar kepada sang pengantin perempuan, bukan kepada ayah atau wali. Selain itu, nabi juga menawarkan perlindungan bagi janda dan anak yatim piatu.

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, banyak interpretasi bermunculan, dan ini kembali tergantung pada masyarakat terkait. Banyak yang berpendapat, jika ingin menguasai masyarakat, jika ingin menguasai keluarga, Anda harus menguasai perempuan,” jelas ahli Islam di Middle East Institute, Mishkat al-Moumin.

Saat ini banyak perempuan Muslim yang berusaha mendobrak rintangan atau batasan yang mereka hadapi. Kunci kemajuan perempuan Muslim, menurut Mishkat, ada pada pemberdayaan ekonomi dan sosial.

“Seorang perempuan tak dapat hidup mandiri jika ia tidak memiliki pendapatan atau jika ia tak mampu menyediakan makanan bagi anak-anaknya. Ada banyak sekali janda dan perempuan yang telah bercerai. Mereka bertanggung jawab bagi keluarga masing-masing, terkadang harus membiayai tiga atau empat anak. Jika tad ada program sosial atau ekonomi untuk mendukung mereka, akan sangat sulit bagi mereka untuk bertahan,” tambah Mishkat.

Perempuan Muslim juga dinilai masih banyak tertinggal dalam bidang pendidikan. Menurut data PBB tahun 2005, lebih dari 75 juta perempuan di Timur Tengah dan Afrika Timur tak bisa membaca dan menulis.

Masalah yang sama juga dialami perempuan-perempuan di Afghanistan, seperti diakui Profesor Wadeer Safi, dosen hukum di Kabul University.

“Masalah utama bagi perempuan Afghanistan adalah bahwa banyak diantara mereka yang buta huruf,” kata Profesor Wadeer.

Akibat rendahnya tingkat pendidikan, banyak perempuan yang pada akhirnya tidak memiliki kemampuan menjadi orangtua yang baik. Mereka pun tak siap menghadapi masalah dunia modern seperti obat-obatan terlarang, kejahatan dan ekstrimisme.

Menurut Mishkat al-Moumin dari Middle East Institute, jika seorang perempuan tak mendapat akses pendidikan yang baik, akibatnya akan dirasakan oleh seluruh keluarga. “Ini bukan menyangkut perempuan saja, ini menyangkut keluarga,” ujarnya.

Perkembangan perempuan Muslim berlangsung dalam berbagai fase. Di Arab Saudi, tempat kelahiran Islam, perubahan ke arah modernitas berlangsung lebih lama. Sampai sekarang perempuan masih belum diberikan hak untuk memberikan suara atau menyetir. Meski perlahan, ada perubahan yang mulai terlihat.

“Perempuan Saudi, karena larangan-larangan yang ada dan karena kesempatan yang tidak seimbang, telah berkembang sebagai pejuang yang tangguh, sebagai pemenang besar,” jelas Munira Nahid, seorang sosiolog di King Fahd University di Riyadh.

Ketangguhan yang sama juga terlihat di sejumlah negara lain di Timur Tengah.

Di Irak, banyak perempuan mulai memegang jabatan penting dalam pemerintahan. Di Kuwait bulan Juni 2006, untuk pertama kalinya perempuan menggunakan hak suara dan menjadi kandidat dalam pemilu parlemen dan tingkat lokal.

Salah satu kandidat dalam pemilu Kuwait adalah Nabila al-Aanjari. “Masa kini adalah masa bagi perempuan Kuwait. Sekarang perempuan Kuwait telah meraih mimpi yang mereka idam-idamkan selama ini. Ini merupakan babak baru dalam sejarah Kuwait,” kata Nabila.

Sejumlah perempuan Muslim, termasuk mantan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto, tercatat sebagai pemimpin negara. Tapi bagi jutaan perempuan Muslim lain di dunia, perjalanan masih panjang.

XS
SM
MD
LG