Tautan-tautan Akses

Semangat Sukarela di Amerika


Mallory Read adalah seorang pensiunan dokter dari Virginia, yang menjadi relawan selama dua pekan di Mississippi, salah satu negara bagian yang paling parah menderita karena Badai Katrina. Selagi di Mississippi, ia mengawasi para relawan yang tidak terlatih, dalam memberikan bantuan kepada puluhan ribu korban yang mengalami masalah fisik karena musibah itu. Palang Merah Amerika memanggil Mallory Read setelah badai mengerikan itu. Lebih dari 7.000 warga Amerika lain memenuhi himbauan Palang Merah untuk menjadi relawan. Ini adalah pertamakalinya Mallory Read menjadi relawan dalam sebuah program bantuan darurat. Ia mempertahankan lisensi dokternya, untuk digunakan kalau perlu dalam keadaan darurat. Pengalamannya sebagai relawan, menurut Read, jauh melebihi harapan, dan ia akan melakukannya lagi kalau diminta.

Orang Amerika terkenal memiliki semangat sukarela yang tinggi. Orang dari semua usia dan etnis, yang bekerja maupun yang menganggur, banyak yang melakukan kerja sukarela dalam masyarakat mereka. Semangat sukarela sangat dipuji di Amerika. Tahun ini, Presiden Bush mengatakan dalam pernyataan Pekan Sukarela Nasional Tahunan, Amerika memperoleh manfaat besar dari para relawan, yang disebutnya sebagai ‘Pasukan Kasih Sayang.’ Statistik mengukuhkan keterlibatan warga Amerika dalam kegiatan sukarela. Sebuah survai mendapati bahwa sekitar 50 persen warga Amerika rata-rata melakukan kerja sukarela selama 100 jam setahun. Sebagai perbandingan, di Jerman angkanya adalah 30 persen, dan di Inggris 20 persen. Di ketiga negara, Amerika, Inggris dan Jerman, kerja sukarela saling terkait dengan partisipasi dalam organisasi keagamaan.

Kerja sukarela dilakukan dalam berbagai bentuk. Lembaga-lembaga dan sekolah-sekolah agama adalah tempat yang paling umum untuk terlibat dalam kerja sukarela. Orang tua meluangkan waktu menjadi pelatih olahraga, membantu kegiatan Pramuka, memberikan pengajaran tambahan atau bantuan transportasi ke acara-acara tertentu. Banyak kota di Amerika memiliki Pasukan Pemadam Kebakaran dan Tim Medis Darurat sukarela. Seorang cendekiawan mengatakan, semangat sukarela di Amerika mungkin berakar dari era pemukim pertama di Amerika, yang tinggal berjauhan satu sama lain, dan harus saling membantu. Banyak film koboi mengisahkan cerita mengenai gotong royong mendirikan kandang kuda untuk tetangga. Dalam film-film itu selalu digambarkan bahwa makanan lezat selalu menjadi bagian dari kerja gotong royong.

Urban Institute, sebuah kelompok pemikir non partai di Washington DC belum lama ini mengungkapkan dimensi menarik mengenai semangat sukarela di Amerika, dalam sebuah studi baru: warga Amerika yang berumur di atas 55 tahun memberikan sumbangan sangat besar untuk kehidupan sosial di Amerika, setelah mereka tidak lagi bekerja. Mereka meluangkan waktu untuk mengurus kaum manula dan sanak saudara yang lemah. Kakek dan nenek di Amerika mengasuh sekitar empat setengah juta orang cucu mereka. Jutaan lainnya mengasuh cucu, setelah cucu mereka pulang dari sekolah hingga orang tua mereka pulang kerja. Warga manula lain menyumbangkan waktu untuk kelompok-kelompok gereja, organisasi amal, dan kegiatan budaya. Ada yang membantu anak-anak miskin belajar membaca, memberi makan kaum tunawisma, dan ada yang menyumbangkan waktu di musium.

Kegiatan-kegiatan ini tidak diberi imbalan uang, sehingga kontribusi finansial mereka dalam kehidupan di Amerika tidak diketahui dengan pasti. Urban Institute mengatakan, kontribusi ekonomis kegiatan-kegiatan tanpa upah oleh warga Amerika yang berusia di atas 55 tahun pada tahun 2002 bernilai sekitar 160 milyar dolar. Ini menambah dimensi pada tradisi sukarela di Amerika, dan memberikan rasa penghargaan kepada usaha kaum manula. Selain itu, kajian lain menunjukkan bahwa para manula yang melakukan kegiatan sukarela merasa lebih puas dan bahagia. Memang itulah yang dirasakan oleh Dr. Mallory Read setelah menjadi relawan dua pekan membantu para korban Badai Katrina. (voa/djoko)

XS
SM
MD
LG