Tautan-tautan Akses

Untuk Pelestarian Lingkungan, Dunia Harus Tinggalkan Bahan Bakar Fosil


Para nelayan dan anggota angkatan laut AS membentuk tanda "SOS" untuk menyebarkan pesan penyelamatan laut dari acidification yang disebabkan oleh emisi bahan bakar fosil, di Homer, Alaska (6/9/2009).
Para nelayan dan anggota angkatan laut AS membentuk tanda "SOS" untuk menyebarkan pesan penyelamatan laut dari acidification yang disebabkan oleh emisi bahan bakar fosil, di Homer, Alaska (6/9/2009).

Dunia harus beralih dari bahan bakar fosil ke sumber energi yang lebih bersih untuk mengendalikan dampak perubahan iklim, demikian peringatan yang termuat dalam laporan PBB terbaru.

Panel Antar Pemerintah tentang Perubahan Iklim – IPCC merilis laporan setelah berlangsung pertemuan ilmuwan dan wakil pemerintah di Berlin.

Kajian komprehensif dirilis, menyusul dua laporan IPCC baru-baru ini yang melaporkan rincian perubahan iklim, tentang dampaknya dan tindakan guna mengatasinya.

Solusi bagi masalah iklim dimulai dengan sebuah proyek besar tenaga surya di California Mohave Desert. Proyek itu mulai beroperasi bulan Februari dan menyediakan daya listrik yang cukup bagi 140 ribu rumah, kata Presiden NRG Energy David Crane.

Langkah seperti itu harus diambil dalam skala global, dan segera, kata Rajendra Pachauri, ketua IPCC. Katanya, ini perlu untuk membatasi kenaikan suhu menjadi tidak lebih dari dua derajat Celsius dan secara jelas diuraikan dalam laporan tersebut.

Laporan itu mengatakan emisi gas rumah kaca global harus berkurang 40 - 70 persen pada pertengahan abad ini, dibandingkan tingkat pada 2010, guna menghindari efek buruk dari cuaca dunia yang memanas. Solusi bisa tercapai, kata Nathaniel Koehane, yang memimpin upaya internasional untuk mengatasi perubahan iklim di Environmental Defense Fund. Ia mengatakan ada beberapa hal terkait efisiensi energi, energi terbarukan, mengurangi penggundulan hutan, beberapa hal yang bisa dilakukan dunia dan kita bisa mengubah haluan menjelang tahun 2020 dan berada pada jalur yang mengurangi emisi serta cukup untuk menjaga agar iklim tetap aman.

Sumber energi terbarukan seperti tenaga surya, angin dan air jumlahnya 8,5 persen dari output energi dunia, dan 20 persen jika ditambahkan tenaga nuklir ke dalam golongan itu. Namun, Koehane mengatakan ada ketimpangan antara upaya internasional dengan apa yang perlu dilakukan untuk beralih dari bahan bakar fosil ke energi yang lebih bersih. Ia mengatakan ketika melihat statistik dalam laporan itu, Anda saksikan penggunaan batu bara tumbuh lebih cepat dibandingkan sumber lain. Jadi kita perlu membalikkan tren itu dan harus secara cepat meningkatkan pemanfaatan sumber daya terbarukan, pangsa energi terbarukan.

Laporan ini mendapati semakin lama penundaan pengendalian emisi, maka semakin besar biaya kesehatan masyarakat dan lingkungan. Koehane mengatakan warga harus menyampaikan suaranya kepada pemerintah bahwa masalah perubahan iklim itu penting. Katanya, kita perlu mengutamakannya. Namun ada optimisme bahwa jika kita menunjukkan kemauan politik maka kita bisa mendorongnya ke arah itu. Kita memiliki teknologi untuk memulainya dan perlu SDM yang handal untuk melaksanakannya.

Laporan itu mengatakan jendela kesempatan masih terbuka bagi masyarakat dunia untuk bertindak. Juru runding PBB mengupayakan perjanjian internasional baru guna mengurangi emisi global yang menggantikan Protokol Kyoto tentang Perubahan Iklim, yang berakhir pada 2012.
XS
SM
MD
LG