Tautan-tautan Akses

Rivkin Ajak Pemerintah dan Rakyat Indonesia Perangi Pembajakan HAKI


Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Urusan Ekonomi dan Budaya, Charles H. Rivkin dalam diskusi di @america di Jakarta, Rabu 4 November 2015 (VOA/Ahadian Utama).
Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Urusan Ekonomi dan Budaya, Charles H. Rivkin dalam diskusi di @america di Jakarta, Rabu 4 November 2015 (VOA/Ahadian Utama).

Wakil Menteri Luar Negeri AS urusan Ekonomi dan Bisnis, Charles H. Rivkin menilai pembajakan hak atas kekayaan intelektual di Indonesia harus segera diatasi karena sudah sangat mencemaskan.

Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Urusan Ekonomi dan Bisnis Charles H. Rivkin meminta pemerintah dan rakyat Indonesia bekerjasama untuk memerangi pembajakan yang dinilainya sudah sangat mencemaskan. Secara terang-terangan Rivkin mencontohkan bagaimana 95% musik yang dinikmati masyarakat Indonesia berasal dari hasil bajakan.

Dalam diskusi bertema hak atas kekayaan intelektual untuk mendukung ekonomi kreatif Indonesia di @america, Jakarta hari Rabu (4/11), Rivkin mengatakan jika pembajakan dibiarkan maka jutaan orang yang bekerja dalam industri kreatif akan rugi dan mereka tidak lagi bersedia membuat film atau apapun, karena hasil karya mereka dicuri atau dibayar lebih sedikit. Untuk itu perlu ada kepastian hukum dalam bentuk perlindungan terhadap hak cipta.

Rivkin menegaskan upaya memberantas pembajakan terhadap hak kekayaan intelektual sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia. Ditambahkannya Indonesia masih memiliki banyak waktu untuk membangun dan memajukan ekonomi kreatif serta mengambil keuntungan yang sangat besar.

Rivkin menegaskan bahwa keberhasilan Indonesia melindungi hak atas kekayaan intelektual merupakan kepentingan juga bagi Amerika Serikat.

“Generasi muda harus terus bermimpi dan mewujudkan mimpi-mimpi itu menjadi kenyataan. Kita mesti bekerja sama untuk melindungi kreativitas. Sekitar 95 persen dari musik dinikmati orang Indonesia adalah musik bajakan,” kata Rivkin.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Fasilitasi Hak Kekayaan Intelektual dan Regulasi, Ari Juliano Gema mengatakan untuk memerangi pembajakan, pemerintah telah membentuk satuan tugas anti-pembajakan, yang tidak saja akan melakukan razia tetapi juga menegakkan hukum secara konsisten. Menurut Ari, inkonsistensi penegakan hukum seperti yang terjadi selama ini telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan hak kekayaan intelektual. Untuk itu lembaganya akan terus meningkatkan upaya mendidik masyarakat. Pemerintah juga akan tetap melindungi hak kekayaan intelektual seseorang.

Film dan musik dipilih menjadi program lokomotif yang bisa mempromosikan beragam produk ekonomi kreatif Indonesia, karena budaya Indonesia lebih mudah diperkenalkan kepada dunia Internasional melalui film. Ari menargetkan kenaikan pendapatan domestik bruto dalam industri film dan tenaga kerja akan naik hingga 12% atau setara dengan 13 juta orang.

“Harus ada edukasi publik karena publik harus diyakinkan bahwa pembajakan merupakan hal yang salah. Jangan sampai mereka beranggapan bahwa pembajakan itu yang menolong mereka, memberi kesenangan tapi harus diyakinkan itu salah.Akan merusakan tatanan industri dan juga merusak mereka dari segi produk,” tukas Ari Juliano.

Produser film yang juga Direktur Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI) Sheila Timothy menjelaskan potensi film sebagai penghasil pendapatan bagi sebuah negara. Ia mencontohkan Inggris yang hanya memiliki jumlah penduduk satu persen dari seluruh jumlah penduduk dunia, tetapi pendapatan dari film-film Inggris mencapai 7% dari pendapatan bruto film dunia, atau setara dengan US$4,2 miliar.

Demikian pula Korea Selatan, yang memiliki jumlah penduduk 0,01% dari jumlah penduduk dunia tetapi mampu menyumbang devisa US$6,6 milyar hanya dari industri film saja. Ini adalah sumbangan terbesar bagi pemerintah Korea Selatan.

Sementara Indonesia yang mememiliki jumlah penduduk sebesar 253 juta jiwa, industri filmnya hanya mampu menyumbang kurang dari 1% pada pendapatan bruto tanah air.

Menurut Sheila, hal ini bisa ditingkatkan dengan membangun kualitas sumber daya manusianya terlebih dahulu lewat pembangunan lembaga-lembaga pendidikan perfilman, memperbanyak buku-buku film, menambah jumlah bioskop di daerah, mendorong transparasi pajak perfilman dan memberantas pembajakan.

“Untuk meningkatkan atau membuat kualitas film Indonesia, kami membutuhkan dukungan dari pemerintah. Film yang memiliki kekuatan budaya dan ekonomi ini jika didukung kebijakan dan infrastruktur dari pemerintah akan menjadi sumbangan yang signifikan,” ujar Sheila.

Recommended

XS
SM
MD
LG