Tautan-tautan Akses

Filipina, AS Cemaskan Proyek Reklamasi China di Laut China Selatan


Foto yang dirilis Filipina menunjukkan kegiatan konstruksi China di sebuah karang Mabini di antara kepulauan Spratly yang dipersengketakan (foto: dok).
Foto yang dirilis Filipina menunjukkan kegiatan konstruksi China di sebuah karang Mabini di antara kepulauan Spratly yang dipersengketakan (foto: dok).

Foto satelit baru yang memperlihatkan proyek reklamasi lahan China di perairan yang disengketakan di Laut China Selatan, mengundang kekhawatiran AS dan Filipina.

Proyek-proyek reklamasi lahan oleh China di Laut China Selatan telah berlangsung selama beberapa tahun, tetapi foto satelit pulau karang Fiery Cross Reef yang baru menunjukkan bahwa konstruksi besar-besaran yang dilakukan China di pulau itu kemungkinan bisa mendukung adanya landasan pesawat terbang.

Filipina mengatakan pembangunan di sebuah wilayah di Laut China Selatan yang diklaim Manila sebagai miliknya, meningkatkan ketegangan dan merupakan pengingat perlu disahkannya Kode Perilaku di Laut China Selatan yang telah dinantikan sejak lama.

Kode itu merupakan perjanjian hukum yang diusulkan kalangan 10 negara anggota ASEAN dan China tentang cara mengatasi sengketa secara damai atas klaim-klaim yang tumpang tindih di Laut China Selatan.

Juru bicara Departemen Luar Negeri Filipina Charles Jose mengatakan pembangunan oleh China itu menunjukkan perlunya ASEAN mengesahkan pedoman tentang mempertahankan status quo di wilayah yang disengketakan itu.

“Tentu saja bagi kami, itu sesuatu yang meningkatkan ketegangan di kawasan. Dan tentu saja kami ingin meredakan ketegangan dan kami ingin mengatasi ketegangan di wilayah itu. Itulah sebabnya kami bekerja sama dengan ASEAN dan China,” kata Jose.

Pekan lalu, majalah pertahanan dan keamanan IHS Jane’s Defense Weekly merilis foto-foto satelit yang diambil pada tanggal 14 November yang memperlihatkan proyek reklamasi di pulau karang Fiery Cross, yang terletak di tengah-tengah kawasan yang disengketakan itu. Fiery Cross dikenal sebagai Yongshu di China, dan Kagitingan oleh Filipina.

Selain Filipina dan China, Brunei, Malaysia, Taiwan dan Vietnam juga mengklaim sebagian kepulauan Spratly dan di Laut China Selatan yang lebih luas. Laut itu, yang hampir seluruhnya diklaim oleh China, kaya akan sumber perikanan, sumber gas alam dan minyak yang potensial, dan merupakan rute pelayaran yang ramai.

Laporan tersebut mengatakan China sedang membangun apa yang diduga sebagai landas pacu dan pelataran pesawat di sepanjang pulau Fiery Cross yang telah diperbesar. Dikatakan, pulau yang kini panjangnya 3,000 meter dan lebarnya lebih dari 200 meter itu kelihatannya memiliki pelabuhan yang cukup besar bagi kapal militer.

Dengan dirilisnya laporan itu, seorang juru bicara militer AS menyerukan China untuk menghentikan proyek reklamasi itu dan mengambil pendekatan diplomatis untuk mencegah aktivitas semacam itu.

Hari Senin, Mayor Jenderal Luo Yuan dari Tentara Pembebasan Rakyat China menyebut kritikan itu “tidak bertanggung jawab,” dalam wawancara dengan surat kabar milik pemerintah. Ia mengatakan AS “jelas bias mengingat di Filipina, Malaysia, dan Vietnam, AS telah mendirikan fasilitas-fasilitas militer.”

Wu Shicun adalah presiden Institut Nasional bagi Studi Laut China Selatan di Pulau Hainan. Dia mengatakan fungsi utama dari perluasan Fiery Cross sekarang ini adalah “memperbaiki kondisi kerja dan kehidupan” bagi sebagian kecil warga Tionghoa yang tinggal di sekitarnya.

Tetapi Wu mengatakan dalam tiga sampai lima tahun ke depan, landas pacu disana bisa menjadi fasilitas militer karena China curiga akan perjanjian yang baru-baru ini ditandatangani antara AS dan Filipina untuk menempatkan perangkat militer AS di negara itu.

Recommended

XS
SM
MD
LG