Tautan-tautan Akses

Konservatif Katolik Merasa Termarjinalkan di Bawah Paus Fransiskus


Paus Fransiskus saat memimpin liturgi di Basilika Santo Petrus di Vatikan (4/3). (AP/Alessandra Tarantino)
Paus Fransiskus saat memimpin liturgi di Basilika Santo Petrus di Vatikan (4/3). (AP/Alessandra Tarantino)

Tiga tahun setelah pemilihan Paus Fransiskus, para konservatif Katolik Roma semakin khawatir ia perlahan membongkar warisan pendahulunya.

Popularitas Paus Fransiskus di mata sebagian besar umat Katolik, dan banyak non-Katolik, telah memberinya citra sebagai pendeta berfigur kakek yang paham bahwa terkadang mengikuti ajaran Katolik sangat sulit, terutama menyangkut moralitas seksual.

Kelompok konservatif khawatir di balik penampilan yang lembut itu ada reformis berbahaya yang melemahkan ajaran Katolik terkait isu-isu moral seperti homoseksualitas dan perceraian, sambil fokus pada masalah-masalah sosial seperti perubahan iklim dan ketidaksetaraan ekonomi.

Wawancara-wawancara dengan empat pejabat Vatikan, termasuk dua kardinal dan dua uskup, serta para ahli teologi dan komentator, menyoroti ketakutan-ketakutan pihak konservatif bahwa perkataan dan perbuatan Paus dapat memecah Gereja beranggotakan 1,2 miliar orang tersebut.

Perbincangan di blog-blog konservatif rutin menuduh Paus asal Argentina itu menyebarkan kebingungan doktrin dan mengisolasi mereka yang menganggap diri sebagai penjaga iman.

Sejumlah orang konservatif tersengat membaca berita mengenai komentar Paus dalam konferensi pers pada penerbangan pulang dari Meksiko. Ia mengkritik kandidat calon presiden Partai Republik Donald Trump atas sikapnya soal imigrasi, dan mengeluarkan komentar yang diinterpretasikan sebagai pelicin jalan penggunaan kontrasepsi untuk menghentikan penyebaran virus Zika.

Pernyataan-pernyataan terbaru dalam serangkaian komentar tanpa skrip itu telah membuat banyak konservatif rindu hari-hari bersama dua pendahulu Paus Fransiskus, Benediktus dan Yohannes Paulus, yang secara rutin mengecam kontrasepsi, homoseksualitas dan aborsi.

Seorang uskup dalam kementerian penting di Vatikan mengatakan, “Komentar-komentar ini mengkhawatirkan tidak hanya pendeta-pendeta yang mengacu pada tradisi, tapi bahkan pendeta liberal yang mengeluh bahwa orang-orang menantang mereka dalam isu-isu yang sangat mendasar, dengan mengatakan ‘Paus akan membiarkan saya melakukan hal ini, jadi mengapa Anda tidak?’”

Paus Fransiskus pertama kali mengejutkan para konservatif tak lama setelah pemilihannya pada 13 Maret 2013, ketika mengatakan “Siapa saya sehingga boleh menghakimi?” terkait kelompok homoseksual Katolik yang setidaknya mencoba hidup dalam aturan Gereja yang mengatakan mereka harus dimurnikan.

Komentar yang menghebohkan lain adalah ketika ia mengubah aturan Gereja untuk mengizinkan perempuan ambil bagian dalam layanan Lenten yang biasanya dilakukan oleh pria, menghapus kampanye untuk mengkonversi Yahudi dan menyetujui “doa umum” dengan Gereja Lutheran dalam perayaan bersama tahun depan untuk 500 tahun dimulainya Reformasi Protestan.

Sebuah persimpangan penting dalam perseteruan konservatif-progresif sedang membayang dan mungkin terjadi pertengahan Maret. Hal ini akan mengungkap sejauh mana Paus yang mahir politik ini ingin mentransformasi Gereja.

Paus Fransiskus dijadwalkan mengeluarkan dokumen yang disebut Apostolic Exhortation (Nasihat Apostolik) setelah debat dua tahun dan dua pertemuan besar para uskup untuk membahas keluarga – cara Vatikan untuk mengacu pada kebijakan-kebijakan menyangkut seks.

Hal ini mengerucut pada satu masalah ‘panas’, yaitu apakah pemeluk Katolik yang bercerai kemudian menikah lagi di luar Gereja dapat menerima komuni dalam Misa. Para konservatif mengatakan perubahan apa pun akan meremehkan prinsip pernikahan yang tidak boleh terceraikan yang ditetapkan Yesus.

Gereja Milik Siapa?

Sulit menyebut berapa jumlah konservatif Katolik. Para liberal mengatakan mereka minoritas dan menolak klaim konservatif bahwa mereka “basis” nyata Gereja.

“Mayoritas umat Katolik paham apa yang ingin dilakukan Paus, yakni merengkuh semua orang,” ujar seorang kardinal lain yang dekat dengan Paus.

Berapapun jumlah sebenarnya, para konservatif memiliki pengeras suara besar di media sosial, dan mereka telah menjadi lebih kencang dan intens suaranya sejak Paus Fransiskus mengambil alih, karena sepertinya ia mendapatkan respon positif dari media arus utama.

Salah satu tokoh konservatif terkemuka, Ross Douthat, penulis Katolik dan kolumnis opini di New York Times, mengatakan ia sangat khawatir dengan dampak jangka panjang isu komuni untuk mereka yang bercerai dna menikah lagi.

“Mungkin konflik ini baru dimulai. Dan mungkin seperti konflik-konflik sebelumnya dalam sejarah Gereja, pada akhirnya akan cukup serius untuk berakhir dalam pemisahan yang permanen.” [hd]

XS
SM
MD
LG