Tautan-tautan Akses

China Perketat Sensor Pasca Ledakan di Guangxi


Sebuah ruangan yang hancur akibat serangan bom dalam paket di kota Liuzhou, provinsi Guangxi (30/9)
Sebuah ruangan yang hancur akibat serangan bom dalam paket di kota Liuzhou, provinsi Guangxi (30/9)

Pihak berwenang di China telah memberlakukan kontrol sensor pada media lokal karena melaporkan ledakan bom mematikan pekan ini di Provinsi Guangxi, yang mengatakan tujuh korban tewas dan lebih dari 50 cedera pada malam Hari Nasional.

Surat pemberitahuan dari pemerintah pusat, yang dikeluarkan pada hari Kamis (1/10), membatasi semua media China termasuk media sosial untuk mengirim wartawan ke Liuzhou atau menerbitkan liputan khusus sementara pemberitahuan lain oleh pemerintah yang mengatur dunia maya di negara itu melarang penayangan gambar ledakan tersebut.

"Publikasikan kembali berita hanya dari sumber yang diberi wewenang seperti Xinhua News ... Para pelanggar harus segera memperbaiki beritanya dan menghapus tulisan mereka," menurut petunjuk tersebut, dikutip oleh China Digital Times, sebuah kantor berita independen yang melaporkan kebijakan sensor.

Pencarian di internet dengan kata kunci yang terkait dengan ledakan atau tersangka di portal berita dan media sosial seperti Weibo, telah sangat disensor sejak ledakan itu terjadi, meskipun pada kenyataannya polisi telah menetapkan ledakan tersebut sebagai tindak "kriminal".

Banyak kritik mengatakan bahwa itu praktik umum bagi pemerintah Cina untuk mengurangi penyebaran berita buruk atau kemungkinan rumor-mongering, terutama ketika ledakan terjadi pada saat yang sensitif menjelang perayaan Hari Nasional.

Mereka juga khawatir, kabar buruk bisa memicu dampak politik atau memperburuk reputasi pemerintah karena menunjukkan bagaimana tidak efektifnya pemerintah dalam mempromosikan aturan hukum, demikian pendapat kolumnis berbasis di Hong Kong, Willy Lam.

"Ini merupakan salah satu contoh ketidakpuasan para warga dengan menggunakan cara pribadi dan sangat keras untuk melampiaskan rasa frustrasi mereka karena mereka tidak memiliki jalan lain untuk mendapatkan keadilan apabila berhadapan dengan pengadilan China, yang sangat dipolitisir," kata Lam.

Dia menambahkan bahwa warga China telah kehilangan kepercayaan pada sistem peradilan, yang terutama terjadi di daerah pedesaan seperti Liuzhou, di mana pengadilan cenderung di bawah kendali Partai Komunis.

Sehubungan dengan penyelidikan ledakan, pihak berwenang di Liuzhou tidak memberikan keterangan lebih lanjut pada hari Jumat (2/9).

Tapi mereka telah mengidentifikasi Wei Yinyong (33 tahun) dari kota Dapu, sebagai tersangka utama dan menempatkannya dalam daftar orang yang dicari.

Menurut surat pemberitahuan dari polisi, yang diterbitkan oleh Southern Metropolis Daily, Wei adalah seorang warga Dapu, desa Qinjian. Dia dulu bekerja di sebuah tambang di dekatnya dan pernah melakukan perjalanan ke Thailand pada awal Desember.

Laporan lain dalam harian itu menyebutkan bahwa Wei adalah seorang manajer bahan peledak pada perusahaan tambang, di mana ayah mertua dan istrinya juga bekerja di perusahaan itu. Dia pernah dipenjara selama satu tahun karena mengunggah komentar online, dan dihukum karena dianggap "mengganggu ketertiban umum."

Sebelum ledakan, Wei menulis komentar radikal seperti "Sudah waktunya untuk membunuh. Ini pemerintah daerah, yang telah memaksa saya untuk menggunakan cara ini," demikian dilaporkan oleh media lokal.

Sementara itu, dua orang yang terluka mengatakan kepada harian tersebut bahwa mereka masing-masing dibayar untuk mengantarkan paket kepada seorang tak dikenal. Satu orang mengatakan bahwa paket tersebut meledak setelah ia membukanya atas permintaan penerima, sementara yang lainnya mengatakan paket tersebut meledak setelah ia kembali ke mobilnya ketika ia tidak bisa menemukan penerima yang ditunjuk di sebuah sekolah dasar. [eis/dw]

Recommended

XS
SM
MD
LG