Tautan-tautan Akses

'Butler' Bersarung Tangan Putih, Tren Baru di Kalangan Super Kaya di China


Lulusan sekolah pelayan China berdiri siaga di luar pintu masuk sebuah konferensi di Beijing, 25 September 2015.
Lulusan sekolah pelayan China berdiri siaga di luar pintu masuk sebuah konferensi di Beijing, 25 September 2015.

Sendok sup, garpu salad... Zhang Zhejing berjuang keras mengingat bagaimana urutan peletakan peralatan makan di samping piring. Ia juga lupa meletakkan gelas air putih di samping gelas wine, kesalahan menyolok yang pasti akan diketahui oleh kedua pengujinya.

Menyetrika, mengepak koper, memasak dan menyiapkan meja dengan gaya Barat, dengan pisau, garpu dan sendok dan bukannya dengan sumpit, adalah bagian dari tes akhir International Butler Academy atau Akademi Pelayan Internasional di kota barat daya China, Chengdu.

Program enam minggu tersebut mengajarkan segala hal yang perlu diketahui oleh pelayan ala Eropa atau yang biasa dikenal dengan sebutan 'butler,' untuk melayani rumah tangga keluarga kaya dengan menggunakan standar tertinggi: mulai dari etiket hingga mengatur perjalanan ke tempat-tempat yang ekslusif. Kemahiran itu semakin banyak dibutuhkan di antara keluarga China yang super kaya.

Zhang, 38, seorang guru bahasa Inggris di SMA di provinsi Shandong, mengikuti kursus tersebut untuk memperluas wawasannya di luar karir yang menurutnya tidak ada masa depan dan membuatnya merasa tidak pernah "meninggalkan pagar sekolah tempat ia mengajar."

“Saya tidak ingin kehidupan seperti itu. Saya ingin punya pilihan," kata Zhang. “Jadi saya ikut kursus ini.”

Mencari 'gaya hidup tertentu'

Dipicu oleh serial TV Inggris 'Downton Abbey' di China dan kecintaan akan apapun yang tampak mahal dan terasa ke-Eropa-eropaan, beberapa orang terkaya China ingin mempunyai pelayan berseragam lengkap dengan sarung tangan putih, yang dilatih dengan baik, dan bisa mengantisipasi apapun yang mereka butuhkan.

Du Yinuo, seorang professor etiket di Universitas Film dan Televisi Sichuan, mengatakan pertumbuhan ekonomi China yang pesat selama 15 tahun terakhir telah meningkatkan daya beli banyak orang yang kini "ingin merasakan gaya hidup tertentu."

Seorang pelayan bisa memenuhi keinginan mereka itu. Dan lebih banyak orang mulai berpikir: "Oh, saya juga mau punya pelayan," kata Du, yang juga sekolah di akademi pelayan untuk menggabungkan beberapa ketrampilan di kursus yang dibuatnya.

Permintaan itu juga dipicu oleh pengembang properti. Mereka ingin terlihat unik di tengah-tengah kompetisi ketat dan ekonomi yang melambat, dan beberapa di antaranya menyewa pelayan di showroom dan bahkan menawarkan jasa pelayan bagi pemilik baru apartemen dan villa yang mereka jual.

Walaupun pembantu rumah tangga bukan hal yang asing di kehidupan perkotaan di China, pelayan berseragam sekelas butler yang mampu memberikan layanan manajemen rumah tangga menyeluruh jarang ditemukan. Setidaknya satu perusahaan Beijing menawarkan sebuah tim berisi belasan pelayan untuk pekerjaan rumah tangga penuh waktu atau untuk melayani pesta dan penjemputan VIP di bandara. Layanan tersebut, yang diberi nama CN Butler, beriklan dengan poster di luar kawasan perbelanjaan di kota satelit kaya di ibukota tersebut.

Akademi di Chengdu itu dibuka pada Juli 2014 sebagai kerjasama antara sekolah pelayan di Belanda dan pengembang properti berbasis di Chengdu yang bernama Chengdu Langji Real Estate Co.

Zhang sedang bernegosiasi dengan sebuah keluarga kaya yang mencari seorang pelayan yang juga bisa mengajarkan anak mereka bahasa Inggris. Empat teman sekelasnya bahkan tidak ingin menjadi pelayan. Dua di antaranya adalah pegawai perusahaan manajemen properti mewah, satu orang adalah pemilik biro perjalanan dan seorang berusia 21 tahun yang dikirim oleh keluarganya yang kaya untuk mempelajari pengetahuan praktis.

Kendala budaya

Faktor budaya bisa menyulitkan pengajaran ketrampilan pelayan di China, kata kepala pelatihan akademi tersebut, Christopher Noble. Revolusi Kebudayaan pada tahun 1960an dan 1970an berusaha membasmi setiap gagasan elitisme pada masyarakat, dan kebijakan satu anak bagi satu keluarga selama beberapa dekade artinya banyak anak muda China yang terbiasa menjadi pusat perhatian dalam keluarganya.

“Salah satu tantangan yang kami hadapi dengan siswa kami adalah meyakinkan mereka untuk menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan mereka," kata Noble. “Dengan kata lain, memikirkan kepentingan bos mereka atau teman-teman atau para pengajar, di atas kepentingan mereka."

Walaupun tidak bisa mempersiapkan meja dengan lancar, Zhang berhasil melakukan tugas-tugasnya yang lain, termasuk mempersiapkan perjalanan bisnis mendadak untuk satu orang. Ia diberikan waktu satu jam untuk menyeterika satu kemeja, menyemir sepatu, menyiapkan koper, menyiapkan meja, melipat serbet dengan 10 cara yang berbeda kurang dari tiga menit dan menyiapkan sarapan. Ia menyelesaikan semua tugas itu dan menyisakan waktu sembilan menit dan berhasil lulus kursus tersebut.

Ia mengatakan suaminya tidak terlalu senang dengan pilihan karir barunya karena ia melihatnya hanya "melayani orang" dan bukannya pekerjaan manajemen rumah tangga yang setiap hari berubah-ubah.

"Saya cukup suka dengan pekerjaan ini karena dibutuhkan keahlian tinggi dalam segala aspek," kata Zhang. “Setiap hari selalu ada hal baru. Tidak seperti kehidupan yang membosankan yang seperti itu-itu saja." [dw]

XS
SM
MD
LG