Tautan-tautan Akses

AS: Thailand Harus Akhiri Perbudakan dalam Armada Perikanan


Para pekerja di Benjina, Indonesia, mengangkut ikan ke dalam kapal kargo yang akan bertolak ke Thailand, 22 November 2014. (AP/Dita Alangkara)
Para pekerja di Benjina, Indonesia, mengangkut ikan ke dalam kapal kargo yang akan bertolak ke Thailand, 22 November 2014. (AP/Dita Alangkara)

Asosiasi industri makanan laut dan ritel AS menuntut Thailand dan Indonesia membebaskan para budak dalam industri perikanan dan mengadili para tuan mereka.

Pemerintah AS dan pemimpin-pemimpin bisnis besar kembali mendesak pemerintah Thailand untuk memberantas perbudakan di armada-armada perikanannya, dan menghukum orang-orang yang memaksa pekerja migran menangkap makanan laut yang dapat mencapai Amerika Serikat.

Departemen Luar Negeri, industri makanan laut dan ritel AS serta anggota Kongres Rabu (25/3) menanggapi dengan cepat hasil investigasi kantor berita Associated Press minggu ini yang menemukan ikan-ikan yang ditangkap para budak memasok jaringan pasar swalayan besar, restoran dan bahkan toko binatang peliharaan di Amerika Serikat.

AP melaporkan bahwa raturan pria terjebak di pulau Benjina yang terpencil di Maluku, dan melacak makanan laut yang mereka tangkap untuk eksportir-eksportir Thailand yang kemudian menjualnya ke AS.

"Telah semakin jelas bahwa para pekerja dalam industri perikanan, banyak diantaranya migran, dieksploitasi dalam banyak titik sepanjang rantai pasokan, dari panen sampai pemrosesan," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki, dalam sebuah rapat Rabu.

Departemen Luar Negeri AS memasukkan Thailand ke daftar hitam tahun lalu karena gagal memenuhi standar minimum dalam melawan perdagangan manusia. Psaki tidak mengatakan apakah pembicaraan perdagangan saat ini dengan Thailand mengikutsertakan hak-hak tenaga kerja.

Federasi Ritel Nasional, Asosiasi Pemimpin Industri Ritel dan Lembaga Perikanan Nasional, dalam suratnya kepada duta besar Thailand dan Indonesia, juga menuntut upaya membebaskan para budak yang digambarkan dalam pemberitaan AP dan mengadili para majikan mereka.

Pemerintah Thailand mengatakan sedang membersihkan masalah ini dan telah mengemukakan rencana untuk mengatasi penyalahgunaan tenaga kerja, termasuk undang-undang baru yang mewajibkan upah, cuti sakit dan giliran kerja tidak lebih dari 14 jam.

Namun, pemimpin militer Thailand, Jenderal Prayuth Chan-ocha, telah meminta media untuk tidak melaporkan perdagangan manusia tanpa mempertimbangkan bagaimana berita itu akan berdampak pada industri makanan laut dan reputasi negara itu di luar negeri.

​Perusahaan makanan laut terbesar di Thailand, Thai Union Frozen Products, mengumumkan mereka telah memutuskan hubungan dengan pemasok Rabu setelah menduga ada keterlibatan dengan tenaga kerja paksa dan penyalahgunaan lainnya.

XS
SM
MD
LG