Tautan-tautan Akses

Uang Tebusan Pembajakan Bawa Dampak Ekonomi bagi Warga Somalia


Kapal MV Pacific Express yang dibakar oleh pembajak Somalia September lalu, digiring oleh kapal Kenya ke pelabuhan Mombasa (foto: dok).
Kapal MV Pacific Express yang dibakar oleh pembajak Somalia September lalu, digiring oleh kapal Kenya ke pelabuhan Mombasa (foto: dok).

Pembajakan di lepas pantai Somalia telah menelan banyak korban dan miliaran dolar dana dikeluarkan untuk membayar uang tebusan atas kapal-kapal yang dicuri.

Menurut sebuah laporan mengenai pembajakan di Somalia, rata-rata uang tebusan yang dibayarkan pada pembajak yang beroperasi di lepas pantai Somalia adalah 5.5 juta dolar. Penulis laporan itu, Anja Shortland dari Universitas Brunel, London, ingin mencari tahu dan melakukan pelacakan kemana "mengalirnya" uang hasil tebusan itu.

Masyarakat di Somalia adalah salah satu komunitas yang paling keras di dunia dan sulit menerima kunjungan orang asing, oleh karena itu Anja Shortland harus memiliki beberapa nara sumber di sana.

Awalnya dia mengamati data yang didapatnya dari sumber lokal di Somalia. Data itu memuat bahwa sebagian dana tebusan tersebut mengalir ke masyarakat lokal. Sepertiga dari dana itu ditukarkan ke mata uang lokal yang disebut shilling, yang menurut Anja adalah bukti bahwa dana tersebut digunakan oleh kalangan termiskin di masyarakat tersebut.

Dia mengatakan bukan berarti para pembajak tersebut bermurah hati, mereka hanya bersikap pragmatis. Ia mengatakan, “Somalia memiliki budaya berbagi yang kuat-jadi kalau ada yang mendapat uang maka diperkirakan itu akan dibagi dengan keluarga juga. Ada ungkapan di Somalia: 'kalau anda punya 100 kambing dan sepupu anda tidak punya satupun, maka anda adalah orang miskin'. Berbagi menjadi semacam jaminan - adalah pilihan yang buruk untuk menyimpan semua kekayaan, karena ketika perkampungan dilanda kekeringan kekayaan tersebut akan hilang. Jadi berbagi dengan keluarga berarti, bila terjadi hal-hal yang buruk, maka orang bisa bergantung pada keluarganya. Banyak yang mempraktekkan budaya itu.”

Anja Shortland lalu melihat dua sumber informasi lainnya, foto malam hari yang diambil lewat udara di Somalia dan foto-foto lewat satelit yang beresolusi tinggi pada siang hari. Kedua foto tersebut memberitahunya beberapa komunitas di pedalaman menjadi lebih kaya bahkan ketika komunitas-komunitas lainnya jatuh miskin dalam empat tahun terahir. Lebih banyak cahaya pada malam hari di beberapa kota dan banyak konstruksi bangunan dibanding sebelumnya.

Shortland menjelaskan mengapa komunitas di pedalaman berkehidupan lebih baik dibanding yang di dekat pantai, meskipun pembajakan tersebut terjadi di laut.

“Kelompok pembajak tradisional terdiri dari lima hingga enam milisi dari pedalaman, satu atau dua nelayan yang mengerti navigasi. Jadi kebanyakan pembajak berasal dari pedalaman. Budaya Somalia adaah budaya pastoral bukan budaya nelayan. Menjadi nelayan bukanlah sesuatu yang glamor," ujar Shortland.

Pembajakan menyediakan penghidupan bagi ribuan orang-juru masak, pedagang, pastor, nelayan, demikian kesimpulan laporan itu, tidak hanya menguntungkan para pembajak saja. Tetapi bukan berarti Shortland menyimpulkan masyarakat yang bertumpu pada pembajak lebih baik dari alternatif lainnya.

Negara-negara Barat semakin menambah bantuan bagi Somalia-meskipun anggaran bagi wilayah kebijakan lainnya dikurangi. Jika laporan Chatham House tersebut benar maka bantuan finansial besar diperlukan untuk memutus penduduk Somalia dari pembajakan.

XS
SM
MD
LG