Tautan-tautan Akses

Vaksin Ebola Masuki Uji Coba Tahap Baru Awal 2015


Teknisi laboratorim mengembangkan teknologi untuk memproduksi vaksin Ebola secara massal.
Teknisi laboratorim mengembangkan teknologi untuk memproduksi vaksin Ebola secara massal.

Kendati periset bergerak cepat agar vaksin percobaan Ebola lolos proses pengesahan agar bisa digunakan di pusat wabah Afrika Barat, sejumlah percobaan klinis dilakukan dengan laju yang lebih terukur.

Dengan peningkatan tajam jumlah pasien Ebola di negara-negara Afrika Barat yang terkena dampak paling parah, para periset bergerak cepat untuk menguji obat percobaan pada manusia. Namun proses dapat terasa sangat lama.

Satu obat yang diperkirakan ampuh, dan sedang dites di Mali, tidak akan melangkah ke tahap berikutnya yaitu percobaan klinis pada manusia, sampai paling cepat awal tahun depan, kata seorang periset vaksin terkemuka.

Tahapan ini lebih banyak menguji keamanan obat dan keampuhannya mencegah Ebola. Tidak ada penderita Ebola yang dilaporkan di Mali. Percobaan vaksin diduga melibatkan warga Guinea, yang berbatasan dengan Mali, dimana wabah tidak terkendali.

Mike Levine, direktur Pusat Pengembangan Vaksin Fakultas Kedokteran Universitas Maryland, membantu mengawasi studi percobaan vaksin Ebola pada manusia di Mali.

Sesudah cukup jumlah orang yang divaksinasi untuk percobaan ini, Levine mengatakan tahap kedua yang melibatkan pekerja kesehatan dapat menjadi penghambat penyebaran lokal virus mematikan itu dengan melakukan imunisasi terhadap orang yang berdekatan dengan para pasien Ebola.

“Jika vaksin ini bisa bermanfaat pada manusia, seperti telah terbukti pada hewan primata, maka kita bisa mengurangi penyebaran ini secara tajam – bahkan mungkin menghentikan, penyebaran secara lokal, melalui imunisasi orang-orang yang terlibat kontak dengan pasien dan para pekerja kesehatan," ujarnya.

Di laboratorium, vaksin itu efektif 100 persen melindungi kera dari infeksi virus Ebola dan tidak menimbulkan efek samping. Pada tahap pertama, para analis sekarang mempelajari apakah vaksin ini aman dan bisa digunakan pada manusia.

Levine menegaskan bahwa vaksin percobaan yang dikembangkan periset dari Lembaga Kesehatan Nasional Amerika dan produsen obat Inggris GlaxoSmithKline itu, bukan untuk menyembuhkan dari penyakit Ebola. Namun obat ini mungkin mencegah orang-orang yang telah terpapar virus mematikan ini menjadi terinfeksi.

“Satu hal yang belum kita ketahui sekarang ini adalah apakah, sebagaimana dengan vaksin cacar, kita bisa mencegah Ebola walaupun seseorang sudah melalui masa inkubasi selama dua atau tiga hari," ujarnya.

Setelah tahap studi kedua, kata Levine, vaksin ini harus melalui tahap percobaan klinis ketiga, dimana vaksin diberikan kepada sejumlah besar orang, untuk memastikan efektifitasnya, sebagai persiapan untuk mendapat pengesahan dari pihak berwajib. Belum ada perkiraan mengenai kapan percobaan final akan dilakukan.

Sebuah vaksin percobaan lain juga sedang menjalani tes keamanan pada manusia minggu ini di Walter Reed Army Institute of Research, Maryland.

XS
SM
MD
LG