Tautan-tautan Akses

Ukraina: Pilihan-pilihan Sulit dalam Perang yang Terlupakan


Luka akibat masa awal peperangan tahun 2014 masih segar di wilayah Donetsk, Ukraina (6/3). (VOA/L. Ramirez)
Luka akibat masa awal peperangan tahun 2014 masih segar di wilayah Donetsk, Ukraina (6/3). (VOA/L. Ramirez)

​​Dua tahun setelah konflik dimulai, warga Ukraina yang tinggal di daerah perang melihat mereka sendirian dalam pertempuran itu.

Memasuki tahun kedua peperangan di Ukraina, banyak orang yang terperangkap di dalamnya melihat konflik ini membeku dan dilupakan oleh seluruh dunia. Dengan gagalnya upaya-upaya diplomatik sejauh ini, banyak yang melihat peningkatan pertempuran atau pelepasan wilayah sebagai satu-satunya alternatif untuk mengakhiri perang.

Ketika rumah Olga Aleshychkina di kota Horlivka di Donetsk terkena granat tahun 2014 dan usahanya hancur, keluarganya telah mencoba untuk menata kembali hidup mereka. Mereka pergi ke Kramatorsk, kota yang waktu itu ada di pinggir daerah yang dikuasai Ukraina, menemukan apartemen dan membuka restoran.

"Tentu saja saya paham bahwa kami tidak bisa membawa apa yang kita punya sebelumnya, itu jelas. Tapi setidaknya jangan membuat keadaan lebih buruk," ujarnya. Aleshychkina terutama ingin melindungi anak-anaknya dan membuat mereka merasa seaman mungkin.

Kemudian granat mulai mendarat di Kramatorsk juga.

"Saya takut di sana dan di sini, neraka yang sama terjadi," ujarnya pada VOA. "Kami kira tempat ini damai tapi kemudian proses yang sama mulai lagi di sini."

Memasuki konflik tahun kedua, Aleshychkina mengatakan keluarganya hanya bertahan dan yang inginkan hanyalah agar perang berakhir.

Ia menganggap dirinya beruntung bisa menemukan apartemen dan tidak perlu tinggal di tempat penampungan pengungsi, karena ribuan orang lainnya harus tinggal di sana.

Kaca seperti baru pecah tapi itu terjadi dari pemboman dua tahun lalu di Donetsk, Ukraina (6/3). (VOA/L. Ramirez)
Kaca seperti baru pecah tapi itu terjadi dari pemboman dua tahun lalu di Donetsk, Ukraina (6/3). (VOA/L. Ramirez)

Sekarang ini, para keluarga terus melarikan diri dari rumah mereka, namun tidak seperti pada awal perang, hal ini lebih karena kondisi keuangan. Karena banyak tambang batu bara tutup atau terkena banjir, banyak pekerjaan yang hilang. Yang tersisa di pertambangan batu bara seringkali di tambang-tambang ilegal dan berbahaya.

Untuk beberapa orang, pergi meninggalkan rumah merupakan satu-satunya alternatif dari bergabung dengan kelompok-kelompok separatis, menurut Olexander Petrov, pekerja sukarela yang rutin pergi ke daerah-daerah pertempuran untuk mengevakuasi warga sipil.

Konflik mengalami kebuntuan, demikian juga hidup orang-orang.

"Kita tidak perlu konflik yang membeku di Ukraina," ujar Petrov pada VOA. "Mustahil untuk menunda perang ini. Kita hanya bisa menang atau kalah," ujarnya, dan ia berharap para tentara pemerintah "akan akhirnya mendapat perintah" untuk mengalahka para separatis.

Serangan Baru

Para pemimpin Ukraina bersiap menghadapi serangan besar baru yang mungkin dimulai kapan saja, dan kedua belah pihak mengirim pasokan, peralatan dan personel ke garis depan.

VOA melihat ada konvoi 25 truk militer Ukraina hari Minggu, menuju apa yang pemerintah tetapkan sebagai daerah "Operasi Anti-Teroris" di wilayah Donetsk.

Ukraina mengatakan mereka lebih siap dibandingkan sebelumnya menyusul periode dua tahun reforemasi anti-korupsi dan pengembangan pasukan, sebgian berkat bantuan AS yang termasuk pelatihan dan peralatan yang tidak mematikan seperti pasokan medis dan rumah sakit keliling.

Militer Ukraina saat ini bukan lagi pasukan sama yang korup dan rapuh yang memungkinkan para separatis yang didukung Rusia mengambil alih bagian-bagian Ukraina timur dua tahun lalu, menurut para pemimpin Ukraina.

"Dalam awal konflik ini, kami memiliki situasi buruk dalam militer kami," ujar Menteri Pertahanan Ukraina Stepan Poltorak kepada VOA dalam sebuah wawancara minggu lalu.

Menteri Pertahanan Ukraina Stepan Poltorak dalam wawancara dengan VOA.
Menteri Pertahanan Ukraina Stepan Poltorak dalam wawancara dengan VOA.

Ia mengatakan bahwa sejak tahun lalu, Ukraina telah menggandakan anggaran dan personel militer.

"Saya pastikan bahwa jika (Presiden Rusia Vladimir) Putin memutuskan untuk menyerang, hal ini tidak akan menjadi perjalanan mudah bagi para tentaranya," ujarnya.

Meski jumlah personel telah dobel, para tentara Ukraina melihat penempatan mereka akan diperpanjang.

Seorang tentara yang naik kereta dari Kyiv ke garis depan mengatakan kepada VOA ia telah melihat peningkatan dalam hal pasokan, pelatihan dan peralatan, namun dalam skala lebih rendah daripada penggandaan anggaran dan sumber daya yang seharusnya.

"Kita punya cukup makanan, seragam, peralatan, kacamata untuk malam hari, senjata. Para sukarelawan sangat membantu. Apa yang mereka bawa selalu lebih baik," ujarnya, dengan meminta jati dirinya tidak disebutkan.

Namun kuantitas maupun kualitas pasokan-pasokan bukanlah yang menurut pandangan pribadinya, sumber frustrasi terbesar. Ia yakin para pemimpin Ukraina telah meninggalkan kepentingan terbaik bangsa dengan tidak melawan lebih agresif dalam perang tersebut.

"Kami menunggu perintah itu. Kami dapat membersihkan wilayah itu sangat cepat. Kami bisa mengusir mereka," ujarnya. "Ini semacam perang jual diri. Pemerinah kami, mereka semacam mengkhianati aksi-aksi tentara yang melakukan tugasnya dengan hebat dan kehilangan nyawa karena tindakan pemerintah. Ini bukan untuk apa-apa."

Frustrasi

Para pemimpin Ukraina memiliki sebagian rasa frustasi yang sama, terutama menyangkut permintaan lama kepada Amerika Serikat untuk peralatan mematikan, termasuk senjata-senjata anti-tank dan sistem-sistem pertahanan udara.

Pemerintah Obama terus menolak seruan-seruan tersebut. Para analis mengatakan Washington yakin mempersenjatai Ukraina lebihagresif lagi dapat memprovokasi konfrontasi dengan Rusia di tempat di mana para pemimpin AS tidak melihat ada kepentingan strategis yang mendalam.

Seorang perempuan dan anaknya serta orang-orang lain lagi melewati mayat seorang pria yang tewas akibat ranjau darat dekat tempat penyeberangan ke daerah yang dikuasai pemerintah Ukraina, dekat Donetsk, Ukraina (10/2).
Seorang perempuan dan anaknya serta orang-orang lain lagi melewati mayat seorang pria yang tewas akibat ranjau darat dekat tempat penyeberangan ke daerah yang dikuasai pemerintah Ukraina, dekat Donetsk, Ukraina (10/2).

Dua tahun setelah konflik dimulai, warga Ukraina yang tinggal di daerah perang melihat mereka sendirian dalam pertempuran itu.

Pada awal revolusi Maidan yang mengarah kepada perang, "kami melihat AS sebagai pelindung," ujar seorang perempuan berusia 20an yang berpartisipasi dalam protes-protes tahun 2014, kepada VOA.

"AS mengatakan 'kami ada di pihakmu' dan para pejabat AS membagikan kue kepada para demonstran selama Maidan," ujarnya. "Ini menciptakan gambaran di benak kami bahwa kami bisa mendapat lebih."

Sekarang, ujarnya, rakyat Ukraina berkelakar satu sama lain dengan mengatakan "kami sangat prihatin" ketika mereka sebetulnya tidak begitu peduli dengan sesuatu.

Pencarian Solusi

Lyudmila, seorang pengusaha perempuan di Kramatorsk, yang telah berubah sikap dua kali dalam konflik tersebut, mengatakan kepada VOA ia yakin ini waktunya menghentikan perang, bahkan jika itu berarti menyerahkan tanah pada separatis.

"Biarkan saja mereka. Bukannya saya ingin begitu, tapi kita tidak seharusnya membuang waktu," ujarnya kepada VOA. "Saya tidak ingin menunggu keajaiban datang."

Pandangan ini tidak dimiliki semua orang.

Olga Aleshychkina tidak mengatakan bagaimana perang harus diakhiri, tapi ia tahu ia ingin perang itu berakhir dan ia mengatakan ia berdoa untuk keajaiban.

"Ada keresahan, tapi kami masih mencoba berjuang," ujarnya di hari Minggu yang dingin saat ia membawa putranya ke latihan sepakbola di sebuah gimnasium dekat apartemen tempat ia sekarang tinggal.

Aleshychkina senang membayangkan masa depan yang lebih baik. "Melihat generasi baru kita, jiwa saya senang dan bernyanyi, berpkir bahwa semuanya akan baik-baik saja. Itu saja yang saya inginkan." [hd]

XS
SM
MD
LG