Tautan-tautan Akses

Tim Peneliti AS Kembangkan Protein untuk Obati Vitiligo


Vitiligo merupakan gangguan imunitas tubuh paling kentara pada orang berkulit hitam karena sebagian kulit kehilangan pigmen coklat (foto: Dok).
Vitiligo merupakan gangguan imunitas tubuh paling kentara pada orang berkulit hitam karena sebagian kulit kehilangan pigmen coklat (foto: Dok).

Tim peneliti telah mengembangkan protein hasil rekayasa genetik yang dalam percobaan dengan hewan, mengobati vitiligo, gangguan autoimun yang menyebabkan bercak putih yang besar pada kulit.

Satu dari 200 orang di dunia menderita vitiligo. Gangguan imunitas tubuh ini paling kentara pada orang berkulit hitam, karena sebagian kulit kehilangan pigmen coklat. Tetapi, penyakit ini juga dapat menyerang orang berkulit lebih terang.

Belum ada pengobatan yang berhasil. Krim steroid sebagian besar tidak manjur, sementara cangkok kulit menyakitkan dan mahal.

Hilangnya pigmen atau depigmentasi terjadi karena sistem kekebalan tubuh menyerang melanosit, sel yang bertanggung jawab untuk warna kulit. Caroline Le Poole, peneliti Universitas Loyola di Chicago, mengatakan, orang biasanya mengalami gangguan ini setelah terpapar lingkungan yang ekstrem atau trauma. "Mereka, misalnya, pergi berlibur ke tempat yang sangat panas dan pulang. Kemudian tiba-tiba bercak mulai timbul, atau mereka mungkin digigit anjing dan kemudian bercak dimulai dari sana. Bahkan faktor psikologis juga ikut berperan," ujarnya. Misalnya kehilangan pekerjaan atau ditinggalkan orang yang dicintai.

Le Poole dan timnya menemukan bagaimana protein stres yang disebut "heat shock protein 70," (HSP) berperan dalam memicu vitiligo.

Protein stres atau HSP itu mendorong kekebalan alami tubuh pada beberapa individu untuk menyerang dan membunuh sel-sel pigmen kulit.

Tim peneliti memperoleh penemuan itu saat mempelajari cara-cara mengarahkan sistem kekebalan sel T melawan melanoma, sejenis kanker kulit yang mematikan. Dengan memodifikasi HSP secara genetik, tim ilmuwan mengatakan juga mampu menghentikan serangan tubuh terhadap sel-sel pigmen.

Dalam percobaan pada tikus hitam, peneliti Jose Alejandro Guevara mengatakan, tim ilmuwan mampu mengubah warna bulu tikus itu dengan memanipulasi genetika HSP mereka. "Ketika kami mengobati tikus itu agar vitiligo timbul, bulu tikus itu berubah menjadi putih; dan ketika kami obati dengan HSP yang sudah bermutasi, kami mencegah perubahan itu," paparnya.

Tim ilmuwan juga melihat bulu putih pada tikus hitam yang menderita vitiligo berubah menjadi hitam setelah tikus itu divaksinasi dengan protein stres yang dimodifikasi, yang meredakan serangan kekebalan tubuh. Percobaan dengan menggunakan sampel jaringan kulit manusia juga menunjukkan respons imun yang sama.

Tim peneliti berharap dapat membuat vaksin dan melakukan percobaan pada manusia dalam beberapa tahun mendatang.

Artikel tentang protein kulit yang direkayasa secara genetik untuk mengobati vitiligo ini dimuat dalam jurnal Science Translational Medicine.
XS
SM
MD
LG