Tautan-tautan Akses

Tidak Ada Fakta Persidangan yang Kuat dalam Sengketa Pilpres di MK


Prabowo Subianto (kiri) dan Hatta Rajasa (tengah) di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, 6 Agustus 2014.
Prabowo Subianto (kiri) dan Hatta Rajasa (tengah) di Mahkamah Konstitusi di Jakarta, 6 Agustus 2014.

Hingga 10 hari persidangan sengketa hasil Pemilu yang diajukan oleh pasangan Prabowo-Hatta, tidak ditemui fakta yang kemungkinan bisa merubah hasil Pilpres 2014.

Saksi-saksi yang dihadirkan oleh pasangan calon Presiden nomor urut 1, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ke persidangan di Mahkamah Konstitusi dinilai tidak memaparkan bukti-bukti yang cukup kuat. Apa yang disampaikan puluhan saksi dari berbagai provinsi itu, tidak akan mampu merubah hasil Pilpres 2014 yang menempatkan pasangan nomor urut 2, Joko Widodo-Jusuf Kalla sebagai pemenang.

Penilaian itu disampaikan pakar hukum tata negara dari Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Dr Ni’matul Huda. Dia mengatakan, persidangan di Mahkamah Konstitusi adalah proses hukum yang membutuhkan bukti-bukti kuat. Saksi-saksi yang hadir, kata Ni’matul Huda, memang memaparkan berbagai fakta versi mereka. Namun fakta tersebut butuh diuji kebenarannya, dan sampai saat ini dia belum menemukan paparan saksi yang mampu memberikan dampak besar bagi Prabowo-Hatta.

Jika sampai akhir persidangan nanti kubu Prabowo-Hatta tidak mampu menghadirkan saksi dengan keterangan yang kuat, Ni’matul meyakini sebagian masyarakat akan memiliki pandangan kurang positif bagi pasangan tersebut. Sidang di Mahkamah Konstitusi yang diajukan Prabowo-Hatta, akan dianggap sebagai upaya memperpanjang proses politik saja, dan bukan langkah hukum yang juga menjadi pendidikan politik bagi rakyat.

Senada dengan itu, pakar hukum tata negara Refly Harun juga pesimis bahwa Prabowo-Hatta akan memperoleh hasil dari gugatan di MK. Selisih jumlah suara yang lebih dari 8 juta sudah menjadi ganjalan besar bagi upaya ini. Bahkan, seandainya MK mengabulkan permohonan dilakukannya pemilihan suara ulang (PSU) di daerah-daerah yang dianggap terjadi kecurangan, upaya membalik keadaan tetap sangat sulit dilakukan. Hasil maksimal yang bisa diperoleh Prabowo-Hatta, kata Refly Harus, hanyalah perubahan perolehan suara, dan itupun tidak akan menjadikan mereka sebagai pemenang Pemilu.

Di luar persoalan seputar hasil persidangan, kedua pakar hukum tata negara ini melihat, manfaat positif diajukannya perkara ini di MK adalah kesempatan untuk memperbaiki system pemilu ke depan. Misalnya mengenai daftar pemilih tambahan, system noken, jangka waktu perhitungan suara, dan respon pengawas pemilu atas laporan-laporan kecurangan.

XS
SM
MD
LG