Tautan-tautan Akses

Suka Duka Tukang Pos asal Indonesia Saat Ramadhan di AS


Seorang tukang pos di Washington, D.C sedang menjalankan tugas dalam cuaca yang tidak bersahabat.
Seorang tukang pos di Washington, D.C sedang menjalankan tugas dalam cuaca yang tidak bersahabat.

Puasa Ramadhan pada musim panas tidaklah mudah bagi tukang pos di AS. Mereka harus berjalan kaki berjam-jam dalam sengatan panas dengan suhu udara yang mencapai 40 derajat Celsius.

Ketika tidak berpuasa pun, menjadi petugas pengantar surat alias tukang pos di Amerika sangat melelahkan. Pekerjaan ini menuntut fisik yang prima.

Secara umum, seorang tukang pos harus membawa surat-surat, majalah, katalog, serta barang dan mengantarkannya langsung ke rumah-rumah tujuan di wilayah tugas mereka. Tidak semua rumah mempunyai kotak surat di depan. Ada yang meminta surat dijebloskan melalui lubang pada pintu, ada yang menempatkan kotak pos di belakang rumah, dan ada pula yang menyediakan kotak pos di lokasi tersembunyi, yang hanya diketahui pemilik rumah dan tukang pos.

Setiap rumah umumnya mendapat banyak kiriman. Kalau satu rumah saja mendapat setumpuk surat, ditambah dua majalah, berbagai brosur promosi, dan satu paket kiriman, bayangkan betapa berat beban yang harus dibawa seorang tukang pos untuk mengantar semua itu ke ratusan rumah dalam satu hari.

Itulah yang dihadapi Hanafi Amin, Evan Pratama dan Amin, tiga dari sedikit orang asal Indonesia yang menggeluti profesi sebagai pengantar surat. Beban bawaan itu masih ditambah desakan waktu yang terbatas. Mereka harus menempuh jarak tertentu dengan berjalan kaki dalam waktu yang sudah ditetapkan.

Amin yang bertugas di Baltimore, negara bagian Maryland, dari masa kerja delapan jam per hari, harus berjalan kaki enam jam.

Mobil dinas tukang pos di AS rata-rata tidak ber-AC, sehingga menambah rasa haus pada saat berpuasa siang hari di musim panas.
Mobil dinas tukang pos di AS rata-rata tidak ber-AC, sehingga menambah rasa haus pada saat berpuasa siang hari di musim panas.

Hanafi, berusia 51 tahun, bapak dari empat anak, yang sudah sembilan tahun ini menjadi tukang pos di Annandale, Virginia sering kali harus berjalan kaki lebih dari tujuh jam sehari, dari masa kerja sekitar sembilan jam per hari. Pada awal Ramadhan tahun ini, ia ‘terpaksa’ membatalkan puasa. Tiga hari ia tidak berpuasa.

“Panasnya di Amerika ini tidak seperti di Indonesia. Panas di sini, kering. Mulut terasa kering sekali. Sampai puyeng. Terpaksa saya batalkan dari pada saya tidak bisa melakukan ibadah yang lain,” ungkap Hanafi.

Yang paling ‘beruntung’ barangkali Evan. Tukang pos yang melayani kawasan Arlington, Virginia ini ‘hanya’ berjalan kaki sekitar dua jam setiap hari. Selebihnya, ia mengumpulkan surat dari puluhan kotak surat yang bertebaran di wilayah tugasnya dengan mengendarai mobil khusus pos yang berbentuk kotak, tanpa penyejuk udara. Jadi, kata Evan, berpuasa baginya tetap saja tantangan tersendiri.

Suhu udara di dalam mobil pos, kata Evan, justru lebih panas dibandingkan udara di luar. Ia sering merasa serba salah. Di luar panas menyengat, di dalam mobil pun, tidak kalah panas. Di situlah beratnya berpuasa pada musim panas sebagai tukang pos.

Namun, baik Hanafi, Amin, maupun Evan, tantangan itu mereka nikmati sebagai warna dalam tugas yang mereka emban. Kata Hanafi, “Alhamdulillah, ya dinikmati saja. Tapi kalau panasnya luar biasa dan tidak kuat, ya apa mau dikata.”

Di masa krisis ekonomi seperti sekarang, menurut Hanafi dan Evan, patut disyukuri mereka masih bisa bekerja sebagai pegawai negeri pemerintah federal di Amerika.

XS
SM
MD
LG