Tautan-tautan Akses

Kawasan Sub-Sahara Afrika Masih Berjuang Atasi Malaria


Anak-anak penderita malaria dirawat di rumah sakit di Walikale, Kongo. Malaria merupakan pembunuh anak-anak nomor satu di Sub-Sahara Afrika.
Anak-anak penderita malaria dirawat di rumah sakit di Walikale, Kongo. Malaria merupakan pembunuh anak-anak nomor satu di Sub-Sahara Afrika.

Sementara masyarakat dunia berusaha menghentikan kematian akibat malaria pada tahun 2015, kawasan sub-Sahara Afrika masih berjuang menghadapi pembunuh nomor satu anak-anak balita di sana.

Malindi, kota berpenduduk 150 ribu orang, adalah satu dari dua tempat paling rawan malaria di Kenya. Malaria juga mengancam mata pencaharian warga Malindi.

Malindi merupakan tujuan wisata populer bagi turis Italia. Hampir seluruh perekonomiannya bertumpu pada sektor pariwisata. Ancaman kehilangan turis-turis itu terus dihadapi tempat-tempat wisata dan restoran di sana.

Memberantas malaria di Kenya merupakan tantangan berat. Pemerintah melarang penggunaan bahan kimia DDT, yang ampuh namun kontroversial. Sewaktu berusaha mengatasi malaria, warga Malindi sadar mengenai perlunya melibatkan seluruh penduduk kota.

PUMMA, organisasi masyarakat yang berupaya memberantas malaria di Malindi, didirikan tahun 2002 oleh koalisi organisasi-organisasi setempat. PUMMA merupakan kependekan dari Punguza Umbu Sahau Malaria, yang berarti “Berantas Nyamuk, Lupakan Malaria”.

Salah seorang petugas mengambil sampel larva nyamuk di sebuah kolam yang tidak terurus di Malindi, Kenya.
Salah seorang petugas mengambil sampel larva nyamuk di sebuah kolam yang tidak terurus di Malindi, Kenya.

PUMMA mengerahkan Pemantau Nyamuk, warga yang mencari tempat-tempat nyamuk berkembang biak. Pemantau Nyamuk bekerjasama dengan PUMMA dan Kementerian Kesehatan Kenya untuk melaporkan keberadaan nyamuk dan mengirim sampel untuk dites.

Riziki Ramadhan, telah lima tahun menjadi Pemantau Nyamuk.

Ia mengatakan, "Kami berkampanye di permukiman-permukiman, mendatangi desa-desa dan sekolah. Sesekali kami datang dari rumah ke rumah dan terkadang kami mengadakan pertemuan masyarakat. Kami mengajarkan pentingnya mengendalikan malaria dan tidur dengan kelambu, serta menjaga lingkungan dalam kondisi yang baik.

Kegiatan Pemantau Nyamuk didanai organisasi Swiss, Biovision. Setiap pemantau diupah 90 dolar per bulan.

Para pemantau juga memperkenalkan metode inovatif untuk mengurangi perkembangbiakan nyamuk. Cara terampuh adalah memanfaatkan ikan-ikan kecil di kolam untuk memakan jentik-jentik. Wakil direktur Institut Riset Kedokteran Kenya, Dr. Charles Mbogo, menjelaskan bagaimana strategi itu dikembangkan.

"Gagasannya datang dari Pemantau Nyamuk setelah memantau jentik di hotel-hotel. Sebagian besar hotel memiliki ikan dan setiap mengambil sampel, mereka tidak menemukan nyamuk. Mereka bertanya mengapa dan kami memberitahu mereka bahwa ikan itulah yang memakan jentik. Mereka mulai memperkenalkannya ke beberapa wilayah yang tidak punya ikan, dalam waktu singkat kami melihat penurunan tajam populasi nyamuk," paparnya.

Kegiatan PUMMA dan Pemantau Nyamuk terbukti efektif. Data menunjukkan kasus malaria di Distrik Malindi pada tahun 2010 turun 20 persen dari kasus tahun 2008. Tetapi masih banyak hal perlu dilakukan. Lebih dari seratus ribu orang menderita malaria tahun lalu, 40 ribu di antaranya anak balita.

Pada 9 April lalu, Malindi merayakan acara tahunan Hari Nyamuk yang ke-delapan. Pelajar, LSM, pejabat kesehatan dan Pemantau Nyamuk setempat berpawai di kota itu dan mendorong warga agar ambil bagian dalam pemberantasan malaria.

XS
SM
MD
LG