Tautan-tautan Akses

Studi Baru Dapat Ubah Perawatan untuk Asma


Penderita asma menggunakan inhaler. (Foto: Dok)
Penderita asma menggunakan inhaler. (Foto: Dok)

Sebuah studi di AS menunjukkan bahwa orang dewasa penderita asma ringan sampai moderat tidak perlu memakai inhaler setiap hari.

Panduan perawatan global untuk penyakit asma dapat berubah dengan adanya hasil studi dari University of Texas Medical Branch, AS.

Sebagian besar orang dewasa yang memiliki asma ringan sampai moderat biasanya diminta untuk menggunakan inhaler dua kali sekali, bahkan jika tidak sedang mengalami gejala. Obat yang dipakai dalam inhaler tersebut adalah kortikosteroids, yang membuka jalan udara penderita asma dan mengurangi lendir sehingga lebih mudah bernapas.

Kortikosteroids yang dihirup ini adalah bentuk terapi yang paling umum dan paling efektif untuk asma.

Ketika asma menyerang, jalan udara paru-paru terkena infeksi dan membengkak, dipicu oleh beragam faktor, bisa genetik atau lingkungan. Debu, polusi udara atau asap dapat memicu serangan asma. Banyaknya partikel di udara karena pergantian musim juga dapat mendorong serangan tersebut.

“Ada rutinitas yang harus saya ikuti, yaitu dua semprotan di pagi hari dan dua semprotan pada malam hari,” ujar seorang penderita asma bernama Frank Grizzaffi.

Namun itu sebelum Grizzaffi berpartisipasi dalam sebuah studi yang mengikutsertakan 10 pusat akademi dan lebih dari 300 orang dewasa yang menderita asma ringan sampai moderat.

Para dokter mengevaluasi pasien-pasien tersebut dan memutuskan dosis obat terkecil yang paling mungkin yang dapat mengontrol asma. Studi itu dipimpin oleh Dr. William Calhoun.

“Jumlah kortikosteroids yang diterima seorang pasien selama uji coba bergantung pada jumlah gejala yang mereka dapat. Jika gejalanya lebih sedikit, maka lebih sedikit pula steroid yang mereka dapat. Demikian juga jika gejalanya lebih banyak,” ujar Calhoun.

Setelah menyesuaikan obat, para dokter melihat tiga cara yang berbeda dalam mengobati pasien-pasien tersebut.

Satu grup pasien menerima dosis steroid yang telah disesuaikan dan mengkonsumsinya secara biasa. Level steroid kelompok lain disesuaikan setelah melakukan uji napas untuk asma, sementara kelompok ketiga diberitahu untuk menggunakan inhaler hanya jika gejalanya muncul.

Ternyata hasil bagi kelompok ketiga sama baiknya dengan kedua kelompok pertama, meski hanya mengkonsumsi setengah dari dosis obat.

“Perawatan berdasarkan gejala menghasilkan pengurangan 50 persen dari kortikosteroids. Hal ini juga menyebabkan pengurangan peningkatan gejala pada musim gugur, periode di mana gejala asma biasanya melonjak, dan tentunya pengurangan pada ketidakhadiran di sekolah atau tempat kerja,” ujar Calhoun.

Penemuan-penemuan ini dapat mengubah standar perawatan internasional dan mengurangi biaya karena para pasien akan memerlukan obat yang lebih sedikit serta mengurangi batas pemaparan jangka panjang terhadap kortikosteroid.

Di bawah pengawasan dokternya, Frank Grizzaffi tidak perlu lagi mengikuti rejimen lama.

“Saya hanya menyemprot sekali pada pagi hari dan biasanya sepanjang hari baik-baik saja. Saya merasa sehat dan segar,” ujarnya.

Dr. Calhoun menyarankan para pasien dengan asma ringan sampai moderat untuk berkonsultasi dengan para dokter mereka untuk melihat jika strategi ini cocok untuk mereka.

Studi ini diterbitkan oleh Journal of the American Medical Association.
XS
SM
MD
LG