Tautan-tautan Akses

Seniman Film Indonesia Imbau Pemerintah Bantu Perfilman Nasional


Mira Lesmana memberikan sambutan dalam acara penghargaan Akademi Film Indonesia 2014 di Jakarta, Senin, 24 Maret 2014 (VOA/Iris Gera)
Mira Lesmana memberikan sambutan dalam acara penghargaan Akademi Film Indonesia 2014 di Jakarta, Senin, 24 Maret 2014 (VOA/Iris Gera)

Dari 93 film yang ditayangkan selama tahun 2013, dewan juri penghargaan Akademi Film Indonesia menetapkan film "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijc" sebagai film terlaris 2013.

Bertempat di Jakarta, Senin (24/3), berlangsung penghargaan Akademi Film Indonesia 2014 berupa Piala Jati Emas. Dari 93 film yang ditayangkan selama tahun 2013, dewan juri menetapkan film "Tenggelamnya Kapal Van Der Wijc" sebagai film terlaris 2013 dengan jumlah penonton sekitar 1,8 juta orang. Selain itu dalam Penghargaan Akademi Film Indonesia juga memasukkan kategori film terbaik, sutradara terbaik dan skenario terbaik.

Menurut penggagas pemberian penghargaan Akademi Film Indonesia, Totot Indrarto, penghargaan tahun ini merupakan kedua kalinya dan ia berharap mampu bertahan berlangsung setiap tahun. Ia menegaskan, penghargaan Akademi Film Indonesia merupakan alternatif positif untuk mengedepankan karya-karya film sebagai alat ekspresi berkesenian dan film tidak hanya sebagai industri. Untuk itu ditegaskanya, penghargaan Akademi Film Indonesia tampil beda dibanding festival-festival film lainnya.

“Sudut pandangnya jelas, bahwa film yang mencerminkan keIndonesiaan, kebudayaan sebagai film kesenian, sebagain alat ekspresi, alat ungkap pribadi, beda karakternya, bahwa kita kemudian menilai film-film yang punya kesenianlah, toh ada festival yang menghargai atau kita yang menghargai film-film laris, tapi yang film yang dia sebagai alat ekspresi harus dihargai juga, itu aja pikirannya sederhana,” kata Totot Indrarto.

Hal senada juga disampaikan seniman film, Mira Lesmana. Menurutnya meski jumlah penonton film Indonesia sepanjang tahun 2013 menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, karya film sebagai alat ekspresi berkesenian tetap dapat diterima masyarakat.

Untuk terus memperjuangkan eksistensi film-film Indonesia yang menghadirkan tema-tema film sebagai alat ekspresi berkesenian menurutnya, seniman film harus terus bekerjakeras untuk meyakinkan masyarakat bahwa karya-karya film bertemakan tersebut punya nilai tambah.

“Walaupun jumlah penonton film Indonesia menurun tahun 2013, tetapi tetap ada beberapa film yang direspon baik oleh penonton, menurut saya itu memang harus saling berdampingan film-film yang mungkin tidak terlalu digemari penonton, tetapi secara artistik kita tahu memang merupakan film yang baik, harus ada komitmen, harus ada kesabaran, harus ada kepercayaan,” demikian ungkap Mira Lesmana.

Untuk menghindari semakin berkembangnya karya-karya film Indonesia yang bertujuan hanya untuk laris dipasaran, menurut Mira Lesmana, pemerintah harus ikut berperan melalui pendidikan tentang film.

“Saya tidak pernah misalnya membuat film bergantung kepada pemerintah sih, kalau mereka mau membantu hayo, kalau tidak pun tidak apa-apa, tetapi bahwa pemerintah harus punya peran dalam pendidikan film itu saya terus berjuang, tidak akan pernah berhenti, itu tanggung jawab dan ada dua sih, satu sekolah pendidikan film, yang kedua adalah pengarsipan,” lanjutnya.

Menurut Mira Lesmana, meski tidak mudah, karya-karya film Indonesia juga seharusnya terus giat menampilkan karya film dengan latar belakang daerah dan jangan hanya kota Jakarta. Ia mengingatkan banyak potensi yang dapat digali di daerah terpencil sekalipun yang dapat diekspos melalui karya film, terutama sektor pariwisata.

Jika hingga tahun ini penghargaan Akademi Film Indonesia diberikan hanya untuk empat kategori, diharapkan tahun depan bertambah beberapa kategori diantaranya artistik terbaik, musik terbaik serta aktor dan aktris terbaik.

Recommended

XS
SM
MD
LG