Tautan-tautan Akses

Kontras Desak SBY Jalankan Rekomendasi DPR soal Penculikan Aktivis


Aktivis Kontras menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak menjalankan rekomendasi DPR soal pengungkapan dalang penculikan aktivis tahun 1997-1998.
Aktivis Kontras menilai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak menjalankan rekomendasi DPR soal pengungkapan dalang penculikan aktivis tahun 1997-1998.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), mahasiswa serta korban pelanggaran HAM mendesak Presiden Yudhoyono menjalankan rekomendasi DPR terkait dengan kasus penghilangan paksa yang terjadi pada 1997-1998 silam.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas dan Pemenuhan Hak Korban Kontras, Yati
Andriyani menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak menjalankan rekomendasi DPR sehubungan dengan pengungkapan dalang atau pelaku kasus penculikan orang yang terjadi pada 1997-1998 lalu.

Pengabaian Presiden SBY ini, kata Yati, merupakan bentuk pelanggaran konstitusi. Apalagi rekomendasi DPR kepada Presiden SBY sejak 30 September 2009 atau dua tahun lalu.

Menurut Yati, Presiden seharusnya menyadari dan taat hukum bahwa rekomendasi DPR kepadanya untuk kasus pelanggaran HAM berat adalah mandat konstitusi.

Rekomendasi DPR menekankan pada empat poin penting yakni, meminta presiden SBY dan institusi pemerintah yang terkait untuk membentuk pengadilan HAM Ad Hoc, melakukan pencarian terhadap 13 orang yang hilang. Merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang, dan meratifikasi konvensi perlindungan semua orang dari penghilangan paksa.

Yati juga meminta SBY untuk segera membentuk tim independen untuk mencari keberadaan 13 orang aktivis yang masih hilang.
"Tim ini sebenarnya bisa melibatkan semua unsur, baik unsur masyarakat, unsur pemerintah, para investigator yang handal tentunya dan tim ini harus bekerja secara efektif karena sudah sekian lama korban menunggu tentang kabar dan kejelasan dari keluarga mereka," harap Yati Andriyani.

Saat ini menurut Yati Andriyani pihaknya juga terus menggalang dukungan Internasional untuk mendesak pemerintah Indonesiamenyelesaikan kasus tersebut.

Yati Andriyani mengatakan, "Kami menggalang dukungan dari Internasional agar ada satu upaya dukungan penyelesaian kasus ini, pada Human Rights Commission. Ini juga sudah kami sampaikan melalui PBB. Di PBB ada satu komisi kerja untuk kasus penghilangan paksa."

Sementara, Tuti Koto, ibu dari Yani Apri, salah seorang aktivis yang hilang berharap pemerintah segera memberikan kepastian kepadanya dan keluarga korban aktivis lainnya terkait keberadaan 13 aktivis tersebut.

"Kejelasan di mana dia, hidup dia atau sudah tidak ada dia, ini (kami) harus tahu," ujar Tuti Koto berharap.

Mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia, Agung Laksono menyatakan apabila kasus penghilangan paksa 13 orang aktivis ini tidak diselesaikan oleh Presiden SBY maka citra Indonesia dimata dunia Internasional akan tercoreng.

Menurutnya, mahasiswa akan terus mendesak pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut.
"Ungkap tuntas kasus yang 13 orang itu. Jelas mahasiswa akan terus menuntut dengan cara apapun," tegas Agung Laksono.

Sementara itu, Staf Ahli Presiden bidang Hukum dan HAM, Denny Indrayana mengungkapkan pemerintah sangat serius menyelesaikan kasus 13 orang aktivis yang hingga kini masih hilang, namun semua pihak diminta sabar karena saat ini pemerintah sedang merumuskan bentuk kebijakan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu termasuk penghilangan orang secara paksa.

XS
SM
MD
LG