Tautan-tautan Akses

Roket yang Diluncurkan Selandia Baru Capai Luar Angkasa, Namun Gagal Capai Orbit


ARSIP - CEO Rocket Lab, Peter Beck, duduk di samping mesin roket Rutherford di Auckland, 20 Oktober 2015 (foto: REUTERS/Nigel Marple)
ARSIP - CEO Rocket Lab, Peter Beck, duduk di samping mesin roket Rutherford di Auckland, 20 Oktober 2015 (foto: REUTERS/Nigel Marple)

Rocket Lab, yang berpusat di California, telah meluncurkan roket uji ke angkasa luar dari tempat peluncuran di Selandia Baru, meskipun roket tersebut tidak mencapai orbit seperti yang diharapkan.

Perusahaan yang berpusat di California, Rocket Lab, menyatakan hari Kamis bahwa perusahaan itu telah meluncurkan roket uji ke angkasa luar dari tempat peluncuran di Selandia Baru, meskipun roket tersebut tidak mencapai orbit seperti yang diharapkan.

Perusahaan tersebut menyatakan roket Electron meluncur jam 04:20 pm hari Kamis dan mencapai angkas luar tiga menit kemudian.

“Ini adalah hari yang luar biasa dan saya luar biasa bangga dengan tim kami penuh bakat,” ujar pendiri perusahaan tersebut, Peter Beck, dalam sebuah pernyataan.

Beck, seorang warga Selandia Baru, menyatakan tahap awal misi berjalan lancar.

“Kami tidak mencapai orbit dan kami akan menginvestigasi penyebabnya, namun keberhasilan mencapai angkasa luar dalam uji pertama kami meletakkan kami dalam posisi yang sangat kuat,” ujarnya.

Uji berikutnya sudah disetujui

Rocket Lab mendapat persetujuan resmi pekan lalu untuk melaksanakan tiga uji peluncuran dari Semenanjung Mahia yang terpencil di Pulau Utara. Perusahaan tersebut berharap untuk mengawali peluncuran secara komersil akhir tahun ini dan selanjutnya akan meluncurkan satu roket setiap minggu.

Perusahaan itu menyatakan akan berusaha untuk mencapai orbit pada uji keduanya dan akan berusaha untuk membawa muatan maksimum.

Selandia Baru belum pernah memiliki program antariksa sebelumnya namun para pejabat berharap peluncuran secara reguler akan mengubah persepsi negara Pasifik Selatan itu dan menghasilkan pemasukan sebesar ratusan juta dollar setiap tahunnya.

Rocket Lab berencana untuk menekan biaya serendah mungkin dengan menggunakan roket berbobot ringan sekali pakan dengan mesin yang dibuat dengan alat pencetak 3 dimensi. Perusahaan tersebut melihat peluang pasar dengan meluncurkan banyak peralatan berukuran kecil ke orbit rendah bumi. Satelit-satelit tersebut akan digunakan untuk beragam tujuan dari pemantauan tanaman hingga menyelenggarakan jasa internet.

Anggota klub antariksa terbaru

Politikus bergegas untuk membuat undang-undang antariksa yang baru dan pemerintah telah membangun lembaga antariksa skala kecil, yang mempekerjakan 10 orang.

“Sejauh ini, hanya negara adikuasa yang dapat melakukan perjalanan ke luar angkasa,” ujar menteri pembangunan ekonomi Selandia Baru, Simon Bridges, kepada The Associated Press pekan lalu. “Untuk kami dapat melakukannya, dan menjadi sedikit negara di dunia, merupakan sesuatu yang mengesankan.”

Roket Electron milik Rocket Lab termasuk tidak lazim dipandang dari berbagai aspek. Muatannya hanya sekitar 150 kilogaram. Roket tersebut terbuat dari serat karbon dan menggunakan mesin listrik. Rocket Lab menyatakan setiap peluncurah hanya memakan biaya $5 juta, jauh lebih kecil daripada biaya peluncuran roket yang biasa.

Rencana perusahaan ini berbeda dengan perusahaan antariksa lainnya seperti SpaceX milik Elon Musk, yang menggunakan roket dengan ukuran yang lebih besar untuk mengangkut muatan dengan bobot yang lebih berat.

Rocket Lab didirikan oleh Beck dan merupakan perseroan terbatas. Perusahaan ini telah menerima pendanaan modal ventura senilai $150 juta. [ww]

XS
SM
MD
LG