Tautan-tautan Akses

Ribuan Migran Masih Terlantar di Lepas Pantai Thailand


Para migran dari Myanmar dan Bangladesh tiba di Langkawi, Malaysia (11/5). Malaysia adalah negara yang banyak dituju oleh para migran ini.
Para migran dari Myanmar dan Bangladesh tiba di Langkawi, Malaysia (11/5). Malaysia adalah negara yang banyak dituju oleh para migran ini.

Ribuan warga Bangladesh dan etnis Rohingya dari Myanmar masih terlantar di kapal di lepas pantai Thailand, Indonesia dan Malaysia, sementara negara di kawasan itu tidak menunjukkan keinginan menyelamatkan mereka.

Para pekerja HAM yang melakukan kontak lewat telepon dengan salah satu kapal yang terdaftar di Thailand dan diyakini berada di perairan Thailand atau Malaysia bersama 350 migran di dalamnya, telah berkali-kali meminta bantuan.

Orang-orang di kapal itu termasuk 50 perempuan dan 84 anak mengatakan sudah empat hari tanpa makanan dan air minum. Kapten asal Thailand dan awak kapalnya termasuk seorang perantara Rohingya diduga menelantarkan kapal itu hari Minggu. Para penumpang kapal itu mengatakan awak kapal mencabut bagian-bagian mesin kapal sehingga kapal tidak bisa berfungsi.

Seorang remaja di kapal itu mengklaim 40 orang telah meninggal termasuk 13 orang hari Selasa (12/5) tapi keterangan itu tidak bisa diverifikasi.

Chris Lewa pendiri Arakan Project yang telah berkali-kali mengadakan kontak dengan orang-orang di kapal itu mengatakan tidak mengetahui keberadaan mereka, dan yang penting sekarang adalah mengetahui keberadaan mereka dari pihak Thailand atau Malaysia.

Lewa yang berbicara kepada VOA hari Rabu (13/5) mengatakan kontak lewat telepon telah dilakukan dengan kapal lain yang menghadapi situasi yang sama dan lokasinya tidak diketahui. Lewa mengatakan tampaknya ada lebih banyak kapal lagi dalam situasi yang sama, diterlantarkan. Harus dilakukan upaya pencaharian dan penyelamatan regional.

Meskipun Malaysia adalah negara yang banyak dituju migran, negara itu telah menolak seruan-seruan untuk menyelamatkan kapal-kapal itu. Pihak berwenang mengatakan jika pihak berwenang menemukan kapal-kapal yang membawa migran, sepanjang kapal-kapal itu layak berlayar mereka akan memberi perlengkapan penumpang di dalamnya kemudian meminta mereka melanjutkan perjalanan. Angkatan Laut Thailand dan Indonesia juga melakukan tindakan serupa.

Namun, dengan perhatian internasional berfokus pada masalah itu dan pihak berwenang Thailand secara aktif menumpas jaringan penyelundup manusia, orang-orang di kapal itu tetap dalam ketidak pastian dengan persediaan makin menipis dan awak penyelundup kemungkinan menelantarkan mereka di tengah-tengah pemberantasan penyelundupan.

David Hammond, pakar Inggris mengenai UU kelautan yang mendirikan organisasi non pemerintah Human Rights at Sea mengatakan kepada VOA, jika kapten kapal menelantarkan kapalnya dan dalam kasus ini dengan migran atau orang-orang yang diselundupkan di dalamnya, jika kapal tersebut berbendera dan kapten kapal diketahui, negara bendera kapal itu yang paling bertanggung jawab untuk menyelamatkan orang-orang itu.

Ia juga mengatakan, meski demikian kapal-kapal itu sering mengubah status pendaftaran dan bendera mereka untuk menghindari pemeriksaan. Ini juga mengangkat masalah yang lebih luas mengenai impunitas negara-negara bendera kapal itu dalam menyelesaikan dan memberi sanksi bagi pelanggaran HAM yang terjadi di negara mereka.

XS
SM
MD
LG