Tautan-tautan Akses

Dipimpin Ulama, Protes di Pakistan Serukan Revolusi Damai


Para pendukung ulama Tahir-ul Qadri mendengarkan pidatonya dalam demonstrasi anti pemerintah di Islamabad, Selasa (15/1).
Para pendukung ulama Tahir-ul Qadri mendengarkan pidatonya dalam demonstrasi anti pemerintah di Islamabad, Selasa (15/1).

Ulama terkenal Pakistan Tahir-ul Qadri memimpin demonstrasi anti pemerintah yang menyerukan revolusi damai di Pakistan dan pembubaran pemerintah yang sekarang.

Pernyataannya Tahir-ul Qadri itu disampaikan Senin ketika puluhan ribu demonstran mengadakan protes hari kedua di Islamabad, dan Mahkamah Agung Pakistan memerintahkan penangkapan Perdana Menteri, Raja Pervez Ashraf.

Helikopter-helikopter tentara terbang rendah hari Selasa ketika puluhan ribu pengunjuk rasa mengibarkan bendera dan mengambil alih jalan-jalan ibukota pada hari kedua, menuntut perubahan radikal dalam sistem politik Pakistan.

Pemimpin demonstrasi, Tahirul Qadri, seorang ulama sufi Pakistan warga Kanada yang muncul dalam arena politik bulan lalu, mengatakan pemerintah tidak berfungsi dan telah kehilangan legitimasinya. Dia menyerukan pembubaran parlemen.

Kita di sini di depan gedung parlemen untuk menyelamatkan negara kita dari kehancuran total. Kita perlu perubahan substansial, reformasi dalam sistem demokrasi, politik dan pemilu,” seru Qadri.

Ulama Sufi yang berpengaruh itu mengecam anggota parlemen yang korup, menyebut mereka penjarah dan pencuri. Berbicara dari dalam sebuah mobil anti peluru, Qadri mengatakan demonstrasi itu adalah cara yang demokratis dan konstitusional untuk memulihkan transparansi, hukum dan ketertiban di negara itu.

“Perubahan demokratis ini saja, reformasi politik dan pemilu adalah revolusi kita. Ini adalah revolusi hijau, revolusi damai, revolusi demokratik, revolusi konstitusional, dan revolusi yang sah,” ujar Qadri.

Berbicara kepada para demonstran itu, Qadri bersumpah bahwa para demonstran yang menduduki jalan utama Islamabad tidak akan kembali ke rumah mereka sampai pemerintah menanggapi tuntutan mereka.

Ketika Qadri mengakhiri pidatonya, yang memuji baik militer dan peradilan, Mahkamah Agung memerintahkan penangkapan Perdana Menteri Pakistan Raja Perez Ashraf atas kasus pengadilan yang belum terselesaikan.

Sorakan massa terdengar gemuruh menyambut berita itu.

Qadri telah secara efektif menjawab frustrasi mendalam rakyat Pakistan terhadap pemerintah mereka karena berulangnya masalah kekurangan energi, korupsi dan pengangguran.

Seorang pendukungnya, Ahsan Gilani mengatakan, jika Qadri meminta pengikutnya untuk melakukan protes terhadap parlemen, mereka akan melakukannya.

“Jika dia menginstruksikan untuk bertindak, kami siap. Kami tidak takut akan peluru, senjata api, atau helikopter. Kami siap untuk melakukannya,” kata Gilani.

Qadri juga mengimbau ribuan personil keamanan yang melindungi ibukota, untuk tidak tunduk pada pemerintah dan tidak menggunakan kekerasan terhadap para pemrotes - melainkan untuk melindungi mereka.

Dia juga menyerukan agar lebih banyak orang untuk bergabung dalam demonstrasi di ibu kota yang sudah dinyatakan dalam keadaan siaga tinggi.

Analis Raza Rumi, direktur kebijakan pada Institut Jinnah, mengatakan upaya Qadri untuk memaksakan pembubaran pemerintah bisa menciptakan kekacauan.

"Banyak orang di kota-kota lain di Pakistan dan parta-partai politik, yang berpikir ini jelas bukan cara yang tepat untuk Pakistan, karena kita tidak ingin situasi ini bertambah parah. Saya pikir itu sangat penting bagi pemerintah untuk bertindak bijak, dan berunding dengan Qadri untuk mencari penyelesaian, dimana pemrotes menghentikan demonstrasi dan pemilu diumumkan secepatnya,” kata Rumi.

Majelis Nasional Pakistan akan dibubarkan pada tanggal 18 Maret atau sebelumya, ketika masa lima tahun tugasnya berakhir dan pemilu baru diselenggarakan untuk memilih anggota parlemen. Tapi demonstrasi Qadri ini bisa mempercepat proses itu.

Para pendukung Qadri yang memenuhi jalan utama ibukota Jinnah Avenue telah menunggu sepanjang pagi berharap ulama itu akan menyampaikan pidatonya kepada mereka. Sebagaian diantara mereka menunjuk ke arah langit, dan mengatakan mereka melihat kata "Allah" tertulis di awan.

Sebelumnya pada hari itu, polisi menembakkan gas air mata dan beberapa kali tembakan ke udara, mendorong mundur para pengunjuk rasa. Jalan menuju gedung parlemen telah diblokir dengan peti-peti kemas besar dari logam. Di belakangnya lebih dari 2.000 polisi dan tentara siap dengan perlengkapan anti huru-hara.

Recommended

XS
SM
MD
LG