Tautan-tautan Akses

Produsen Tahu dan Tempe Minta Pemerintah Stabilkan Harga


Sebuah pabrik tempe kecil di Tangerang, Banten. (VOA/Iris Gera)
Sebuah pabrik tempe kecil di Tangerang, Banten. (VOA/Iris Gera)

Menyusul naiknya kembali harga kacang kedelai, produsen tahu dan tempe terancam tidak bisa berproduksi.

Di sebuah kawasan padat dan sempit di daerah Tangerang, berdiri sebuah pabrik tempe sederhana yang hanya berjarak sekitar lima meter dari jalur rel kereta api. Pabrik tersebut dikelola oleh lima pengrajin tempe yang secara berpatungan memproduksi tempe dengan bahan dasar sekitar 3 kuintal kacang kedelai per hari.

Sutrino, salah seorang pengrajin, mengatakan keuntungan yang ia dapat rata-rata Rp 3 juta per bulan, yang menurutnya tidak cukup menghidupi istri dan dua anak, termasuk membayar kontrakan rumah petak sebesar Rp 400 ribu per bulan.

“Kita-kita sendiri juga yang membuat, menjual, dan mengirim ke warung-warung yang sudah menjadi langganan,” ujar Sutrisno mengenai sistem distribusi penjualan tempe produksi mereka.

Sutrino menambahkan, sejak harga kacang kedelai terus bergejolak dari Juni lalu dan menaikkan harga tahu dan tempe, pembeli semakin berkurang karena konsumen beralih ke komoditas lain.

“Kemarin masih banyak [produksinya], yang beli berkurang jadinya bersisa. Ya, pasrah saja. Mau mengeluh juga siapa yang mau mendengarkan,” ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan buruh pabrik tempe, Anggoro, yang bekerja dengan upah Rp 50 ribu per hari.

“Mendingan harga stabil, jangan naik kayak dulu lagi,” ujarnya.

Ketua Asosiasi Koperasi Tahu Tempe untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya, Sutaryo, mengatakan jika harga kacang kedelai sudah menembus Rp 10.000 per kilogram, maka para perajin tahu tempe sudah tidak sanggup berproduksi. Menurutnya, selain modal yang dibutuhkan para pengrajin untuk membeli kacang kedelai, konsumen tahu tempe juga akan protes jika harga naik.

“Ini pun kisarannya dari Rp 6.000 ke Rp 8.000, tapi kan ini akan diangkat terus sesuai dengan situasi sumber kedelai yang ada. Kalau nanti Rp 10.000 maka [harga tempe tahu] harus dinaikkan lagi sekitar 35 persen lagi,” ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Ekonomi Hatta Rajasa mengimbau agar para importir kacang kedelai tidak mempermainkan harga di tengah gejolak harga kacang kedelai internasional. Pemerintah juga berharap para importir tidak menyimpan stok kacang kedelai karena akan memicu langkanya tahu dan tempe dipasar seperti diungkapkan.

“Para pengimpor kedelai untuk tidak terlalu mengambil keuntungan yang tinggi dalam situasi kedelai dunia sedang mengalami persoalan,” ujar Hatta.

Rata-rata kebutuhan kacang kedelai di Indonesia sekitar tiga juta ton per tahun, sedangkan kemampuan produksi dalam negeri hanya 800.000 ribu ton per tahun sehingga harus impor. Tiga negara pengimpor kedelai terbesar bagi Indonesia yaitu Amerika Serikat, Brazil dan Tiongkok. Cuaca ekstrem di ketiga negara memicu panen kacang kedelai mengalami gangguan sehingga kinerja ekspor kacang kedelai mereka pun tersendat.

Namun di sisi lainm pengamat di dalam negeri menilai Indonesia merupakan negara konsumen terbesar tahu tempe sehingga harga kedelai dipermainkan para importir kacang kedelai di dalam negeri.

Sebelum terjadi gejolak harga Juli lalu, harga kacang kedelai adalah sekitar Rp 4.000 per kilogram, lalu terus naik hingga Rp 8.000 per kilogram dan saat ini terus naik mendekati Rp 9.000 per kilogram.

Recommended

XS
SM
MD
LG