Tautan-tautan Akses

Perdagangan Melambat, OECD Peringatkan Kemungkinan Resesi Global


Kegiatan di pelabuhan Qingdao, provinsi Shandong, China, 13 Oktober 2015 (foto: dok). Pada bulan Oktober impor China turun 18,8 persen, sementara ekspor menyusut 6,9 persen dari angka tahun sebelumnya.
Kegiatan di pelabuhan Qingdao, provinsi Shandong, China, 13 Oktober 2015 (foto: dok). Pada bulan Oktober impor China turun 18,8 persen, sementara ekspor menyusut 6,9 persen dari angka tahun sebelumnya.

OECD hari Senin (9/11) memperingatkan bahwa perlambatan dalam perdagangan internasional tahun ini bisa menjadi pertanda kemungkinan terjadinya resesi ekonomi global baru.

Perlambatan dalam perdagangan internasional bisa menjadi pertanda terjadinya resesi baru bagi negara-negara ekonomi terbesar dunia, menurut organisasi kebijakan global yang berbasis di Paris hari Senin (9/11).

Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mengatakan bahwa data-data perdagangan tahun ini menunjukkan hal yang mengkhawatirkan, karena laju perdagangan internasional yang stagnan atau menurun. OECD menambahkan bahwa "di masa lalu, menurunnya perdagangan internasional terkait dengan terjadinya resesi (ekonomi) global."

Dalam laporan prospek ekonomi dunia yang dirilis Senin, OECD memperkirakan perdagangan global akan mengalami pertumbuhan 2 persen tahun ini, dan meningkat menjadi 3,6 persen untuk tahun depan.

Selama 50 tahun terakhir, hanya dalam lima tahun dunia memiliki pertumbuhan perdagangan global sebesar 2 persen atau kurang. Sekjen OECD, Angel Gurria mengatakan bahwa setiap kali pertumbuhan perdagangan global sebesar 2 persen atau lebih rendah, selalu bertepatan dengan terjadinya krisis ekonomi dunia.

"Perdagangan harus tumbuh sekitar dua kali lipat dari laju pertumbuhan ekonomi dunia, karena perdagangan merupakan lokomotif (pertumbuhan ekonomi global)," kata Gurria.

OECD juga meramalkan bahwa ekonomi dunia akan tumbuh 2,9 persen tahun ini dan 3,3 persen tahun depan.

Organisasi kebijakan global ini mengatakan bahwa lesunya perdagangan dunia tahun ini berbeda dengan yang terjadi dua tahun lalu, di mana saat itu kesalahan berada pada negara-negara maju. Menurut Guria, kelesuan perdagangan tahun disebabkan oleh pasar di negara-negara berkembang, seperti China.

Transisi ekonomi China dari investasi infrastruktur dan sektor manufaktur besar-besaran ke arah sektor konsumsi dan jasa telah menyebabkan jatuhnya harga komoditas. Hal ini merugikan negara-negara eksportir komoditas seperti Australia, Brazil, Kanada, dan Rusia.

Angka-angka baru yang dirilis hari Senin menyoroti besarnya penurunan ekonomi China, di mana pada bulan Oktober impor negara itu turun 18,8 persen, sementara ekspor menyusut 6,9 persen dari angka tahun sebelumnya.

Menjelang pertemuan para pemimpin ekonomi utama dunia pada KTT G-20 pekan depan, Gurria meminta pemerintah negara-negara G-20 untuk mengurangi kebijakan proteksi, memperkuat investasi publik, dan melaksanakan reformasi struktural termasuk perbaikan pendidikan, pajak, dan pasar tenaga kerja.

OECD beranggotakan 34 negara paling maju di dunia yang mendukung kebijakan untuk mendorong pertumbuhan, pendidikan, dan isu-isu kesejahteraan sosial. [pp/dw]

Recommended

XS
SM
MD
LG