Tautan-tautan Akses

Perbedaan Ideologi Terkait Aborsi Kembali Pengaruhi Kebijakan Luar Negeri AS


Wakil PM Swedia, Isabella Lovin, berbicara dalam sebuah konferensi pers, She Decides, di Istana Egmont di Brussels, hari Kamis, 2 Maret 2017 (foto: AP Photo/Virginia Mayo)
Wakil PM Swedia, Isabella Lovin, berbicara dalam sebuah konferensi pers, She Decides, di Istana Egmont di Brussels, hari Kamis, 2 Maret 2017 (foto: AP Photo/Virginia Mayo)

Presiden Donald Trump kembali memberlakukan undang-undang yang melarang bantuan AS didistribusikan pada organisasi-organisasi yang mendukung praktek aborsi.

Di antara perintah eksekutif pertama yang dikeluarkan Gedung Putih tahun ini, Presiden Donald Trump kembali memberlakukan undang-undang yang melarang bantuan AS didistribusikan pada organisasi-organisasi yang mendukung praktek aborsi.

Memorandum Trump terkait “kebijakan Mexico City” mengembalikan satu aspek kebijakan bantuan luar negeri AS yang telah berlaku di bawah mantan Presiden Barack Obama. Keputusan tersebut mengubah cara bantuan finansial AS didistribusikan di kancah internasional, dan sangat mungkin akan mempengaruhi nyawa banyak wanita di negara-negara berkembang.

“Kebijakan Mexico City” dikeluarkan tahun 1984, saat Presiden Ronald Reagan mendeklarasikan kebijakan tersebut dalam sebuah konferensi kependudukan di ibukota Meksiko. Para penentang larangan AS terkait bantuan pada kelompok-kelompok yang secara aktif mendorong aborsi sebagai metode keluarga berencana sebagai “aturan global yang konyol.”

Praktek-praktek bantuan luar negeri AS telah berubah-ubah beberapa kali sejak 1984; bantuan pada kelompok pendukung hak aborsi dihentikan kapanpun presiden dari Partai Republik berkuasa, dan diberlakukan kembali saat Partai Demokrat berkuasa di Gedung Putih.

Keyakinan tentang aborsi pengaruhi bantuan

Perbedaan politik antara dua partai politik utama AS didasarkan atas persoalan mendasar: Partai Republik menganggap aborsi sebuah serangan atas nyawa manusia, dan sebagaian besar bersumpah untuk menentangnya dengan cara apapun; Partai Demokrat berpendapat adala hak wanita untuk menggugurkan kehamilan, atas alasa finansial ataupun pribadi, dan keputusan tersebut tidak boleh diarahkan oleh pemerintah.

Perbedaan ideologi yang mendalam tentang aborsi mempengaruhi banyak aspek politis Amerika, dan tentunya mempengaruhi berbagai bantuan terkait bantuan luar negeri AS.

“Prinsip-prinsip yang menjadi pedoman kebijakan kami,” ujar Melissa Israel dari yayasan konservatif Heritage Foundation, “benar-benar harus berakar pada penghargaan terhadap hak azasi manusia yang paling fundamental, yaitu hak untuk hidup itu sendiri.”

Mengembalikan “kebijakan Mexico City” sudah diantisipasi saat Partai Republik mengambil alih kekuasaan tahun ini, sejak masa pemerintahan Demokrat berkuasa di Gedung Putih selama delapan tahun. Yang tidak diantisipasi adalah dinamika Trump dalam memperluas cakupan aturan anti-aborsi.

Kebijakan Trump berdampak pada dana bantuan senilai $9.5 milyar

Ia memperluas kebijakan yang mempengaruhi bantuan kesehatan global AS senilai kurang lebih $9,5 milyar, ujar Amanda Klasing dari Human Rights Watch – dana yang akan ditujukan pada program-program penanggulangan HIV/AIDS, mendukung kesehatan ibu dan anak, dan untuk pencegahan penyakit di kalangan anak-anak.

Organisasi-organisasi yang bekerja untuk penanggulangan AIDS, malaria, atau kesehatan ibu dan anak harus memastikan tak satupun programnya terkait sebagai rujukan untuk tindakan aborsi.

Israel yang mewakili the Heritage Foundation tidak sepakat dengan pandangan bahwa tindakan Trump telah berdampak sangat luas akibat dari prinsip-prinsip anti-aborsi yang dianut Partai Republik.

“Kami tidak memotong pendanaan untuk layanan keluarga berencana atau kesehatan wanita,” ujarnya. “Kami mengatakan apabila anda ingin bermitra dengan Amerika Serikat, maka ada hal-hal mendasar yang anda harus sepakati sebagai syarat untuk menerima pendanaan ini.”

Larangan terhadap informasi terkait aborsi, juga

Kelompok-kelompok nirlaba yang berharap untuk menerima dukungan dana dari AS untuk mendukung pekerjaannya di seluruh dunia tidak boleh melakukan aborsi atau menyediakan informasi terkait aborsi, bahkan apabila mereka menggunakan dananya sendiri, dari sumber-sumber nonpemerintah, untuk layanan aborsi.

Pihak yang bersebrangan mengatakan kebijakan ini akan berdampak mengerikan terhadap kesehatan wanita.

“Artinya,” ujar Klasing dari Human Rights Watch, “ketika seorang dokter duduk bersama seorang wanita, apabila ia memiliki komplikasi kesehatan dan ia berhan di bawah undang-undang setempat untuk mendapatkan tindakan aborsi secara aman, dokter tetap tidak boleh memberikan rujukan, atau menginformasikan kepada wanita itu yang ia perlukan untuk merawat dirinya sendiri.”

Di kawasan pedesaan negara-negara berkembang, seorang dokter acap kali harus menangani beragam kebutuhan medis, termasuk memberikan informasi tentang kesehatan reproduksi. Praktek-praktek semacam itu tergolong yang tidak berhak mendapatkan bantuan dari AS. Para pendukung mengutip riset yang menunjukkan bahwa layanan keluarga berencana berhasil menekan kehamilan yang tidak terencana, angka kematian ibu yang lebih rendah dan angka aborsi yang lebih rendah.

56 juta aborsi deilakukan di seluruh dunia setiap tahunnya

WHO memperkirakan kurang lebih 56 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya dilakukan di negara-negara berkembang.

“Aturan global Trump yang menggelikan akan memberi dampak langsung dan mengerikan di Kenya dan kawasan sub-Sahara Afrika dalam beragam bentuknya,” ujar Liza Muringo Kimbo, direktur Ipas Africa Alliance untuk Kenya, sebuah kelompok nirlaba yang tujuan utamanya adalah mendukung aborsi yang aman dan mereformasi undang-undang yang membahayakan kaum wanita.

Kebijakan AS saat ini “akan menyebabkan lebih banyak kehamilan yang tidak diinginkan,” ujar Muringo Kimbo. “Kebijakan ini akan menyebabkan dilaksanakannya tindakan aborsi yang tidak aman, peningkatan angka kematian wanita dan kaum wanita muda, serta bahkan meningkatnya kematian dari bayi yang baru lahir.”

Muringo Kimbo mencatat bahwa prediksinya telah menjadi kenyataan di masa lampau, kapanpun pemerintah Republik berkuasa di Washingtong dan kembali menerapkan “kebijakan Mexico City.”

Negara-negara lain telah mengawali inisiatifnya sendiri untuk menanggulangi dampak dari kebijakan anti aborsi AS. Belanda telah menciptakan “She Decides Initiatives,” dan Inggris, dalam konferensi “Family Planning 2020” mendatang, akan mencoba untuk menyatukan para donor dan negara-negara penerima. [ww]

XS
SM
MD
LG