Tautan-tautan Akses

Hampir 2.000 Pengungsi Rohingya, Bangladesh Tiba di Indonesia dan Malaysia


Anak-anak etnis Rohingya yang terdampar di Aceh menunggu evakuasi ke tempat penampungan sementara di Seunuddon, Aceh (10/5). (AP/S. Yulinnas)
Anak-anak etnis Rohingya yang terdampar di Aceh menunggu evakuasi ke tempat penampungan sementara di Seunuddon, Aceh (10/5). (AP/S. Yulinnas)

Sakit dan lemah setelah berada di laut selama lebih dari dua bulan, beberapa mendapatkan perawatan medis.

Hampir 2.000 orang-orang Muslim Rohingya dari Myanmar dan migran Bangladesh diselamatkan di laut Asia Tenggara dalam dua hari terakhir sementara aktivis dan pihak berwenang memperingatkan ribuan lagi mungkin tetap terperangkap di kapal-kapal yang penuh sesak.

Polisi Malaysia mengatakan para penyelundup manusia menelantarkan lebih dari 1.000 migran di perairan yang dangkal di lepas pantai pulau Langkawi Minggu malam. Pejabat mengatakan banyak diantara migran itu tampak lemah dan kelaparan.

Satu kelompok sekitar 600 orang tiba di Aceh dengan empat kapal hari Minggu, dan kira-kira pada waktu yang sama 1.018 orang tiba dengan tiga kapal di pulau resor Langkawi, Malaysia.

Kelompok Rohingya yang beragama Islam selama puluhan tahun menderita diskriminasi yang disetujui negara di Myanmar yang mayoritas beragama Buddha, yang menganggap mereka penduduk ilegal dari Bangladesh. Serangan terhadap Rohingya oleh preman Buddhis pada tiga tahun terakhir telah memicu eksodus ke negara-negara tetangga.

Wakil kepala polisi Langkawi, Jamil Ahmed mengatakan kepada kantor berita The Associated Press bahwa kelompok yang tiba Minggu terdiri dari 865 pria, 52 anak-anak dan 101 perempuan. Polisi menemukan kapal kayu besar terperangkap di pasir dalam perairan dangkal di pantai Langkawi, yang mampu menampung 350 orang, ujarnya. Hal ini berarti ada setidaknya dua kapal lain tapi belum ditemukan, tambahnya.

Jamil mengatakan seorang pria Bangladesh memberitahu polisi bahwa para pengelola kapal memberi mereka arah ke mana harus pergi saat mencapai pantai Malaysia, dan kemudian kabur dengan kapal-kapal lain. Migran tersebut mengatakan mereka belum makan selama tiga hari, ujar Jamil, menambahkan bahwa sebagian besar dari mereka lemah dan kurus.

"Kami yakin mungkin ada lebih banyak lagi kapal yang datang," ujarnya.

Ketika keempat kapal mendekati pantai Aceh Minggu pagi, beberapa penumpang melompat ke air dan berenang, ujar Steve Hamilton, dari Organisasi Migrasi Internasional di Jakarta.

Mereka telah dibawa ke stadion olahraga di Lhoksukon, ibukota kabupaten Aceh Utara, untuk dirawat dan ditanyai, ujar AKBP Achmadi, kepala polisi Aceh Utara.

Sakit dan lemah setelah berada di laut selama lebih dari dua bulan, beberapa mendapatkan perawatan medis.

"Kami tidak punya makanan," ujar Rashid Ahmed, 43, pria Rohingya yang ada di salah satu kapal. Ia mengatakan ia melarikan diri dari negara bagian Rakhine di Myanmar dengan putra sulungnya tiga bulan lalu.

Diperkirakan 7.000 sampai 8.000 orang saat ini ditahan di kapal-kapal besar dan kecil di Selat Malaka dan perairan internasional sekitarnya, ujar Chris Lewa, direktur Proyek Arakan, yang telah memantau pergerakan Rohingya selama lebih dari 10 tahun.

Pejabat dan aktivis mengatakan peningkatan migran itu terkait dengan penumpasan yang dilakukan Thailand baru-baru ini terhadap penyelundupan manusia.

Chris Lewa menambahkan bahwa razia sindikat perdagangan manusia di Thailand dan Malaysia telah mencegah makelar membawa mereka ke daratan. Beberapa masih ditahan meski setelah keluarga membayar mereka untuk dibebaskan dari kapal.

Thailand telah lama dianggap sebagai pusat perdagangan manusia wilayah Asia.

Minggu lalu, perdana menteri Thailand memerintahkan pembersihan kamp-kamp yang diduga kamp penyelundup setelah puluhan mayat migran yang diperkirakan dari Myanmar dan Bangladesh ditemukan di kuburan-kuburan dangkal di selatan negara itu. Puluhan orang telah ditangkap terkait kamp-kamp itu termasuk pejabat setempat dan polisi.

XS
SM
MD
LG