Tautan-tautan Akses

Sidang Abu Bakar Baa'syir Ujian bagi Sistem Peradilan Indonesia


Abu Bakar Ba'asyir diadili atas tuduhan membantu pendanaan, penyerangan kedubes asing dan perencanaan pembunuhan pejabat termasuk SBY.
Abu Bakar Ba'asyir diadili atas tuduhan membantu pendanaan, penyerangan kedubes asing dan perencanaan pembunuhan pejabat termasuk SBY.

Jaksa di Jakarta diharapkan menyelesaikan pembacaan tuntutannya minggu ini dalam persidangan tersangka teroris Abu Bakar Ba'asyir. Persidangan ini dilihat sebagai uji coba terhadap sistem peradilan di Indonesia melawan aksi kekerasan ekstrimis.

Ada tujuh tuntutan terhadap Abu Bakar Ba'asyir di bawah UU Anti Teror tahun 2002 termasuk di antaranya, penghasutan bagi tindakan terorisme dan penyelundupan senjata dan bahan peledak untuk tujuan teror. Jika terbukti, ulama garis keras yang mulai ditahan sejak Agustus tahun lalu ini, bisa menghadapi hukuman mati. Ba'asyir juga dituduh membantu pendanaan gerakan teroris yang bisa dikenai hukum penjara antara tiga sampai 15 tahun.

Tuntutan tersebut terkait dengan peran Ba'asyir dalam gerakan Al-Qaida di Aceh, yang mengadakan kamp latihan militer di provinsi Aceh tahun 2009. Menurut sumber kepolisian, kelompok tersebut merencanakan serangan-serangan kedutaan-kedutaan besar negara asing dan pembunuhan pejabat pemerintah, termasuk Presiden SBY.

Harkristuti Harkrisnowo adalah seorang ahli hukum kriminal di Universitas Indonesia dan Dirjen HAM di Kemenetrian Hukum dan HAM. Ia mengatakan Ba'asyir menantang pemerintah dalam proses penyidikan dengan menyatakan dukungan secara terbuka akan jihad atau perang suci untuk memberlakukan hukum syariah di Indonesia. Menurut Harkristuti, jaksa berhasil membuktikan keterlibatan Bashir dalam menyulut, mendanai dan merencanakan serangan teroris. “Bashir telah mengakui bahwa jihad merupakan sebagian dari tugas ulama Islam. Dia mengakui bahwa ia mengumpulkan uang dari berbagai sumber untuk mendanai kegiatan ini dan saya pikir beberapa saksi memberikan keterangan bahwa mereka mendukungnya, dan benar-benar memberi uang untuk jihad,” ujar Harkristuti.

Pengacara kriminal Frans Winarta adalah anggota dari Komisi Hukum Nasional Indonesia dan ketua Peradin, asosiasi pengacara tertua di Indonesia. Frans mengatakan pembela Ba'asyir sejauh ini belum secara langsung membantah bukti-bukti yang diajukan. Tapi, mereka menuduh ada bias dari hakim yang menitikberatkan pada prosedur seperti mengizinkan adanya kesaksian lewat video dari saksi yang berada ditempat lain. Menurut Frans, itu dilakukan untuk tujuan keamanan dan telah dilakukan pada persidangan lain. Lebih lanjut ia mengatakan, “Itu tak lazim dilakukan tetapi ada kasus di masa lalu bahkan untuk kasus-kasus korupsi. Tetapi tidak ada UU mengenai itu, seperti halnya UU terorisme. Ada ketentuan yang mengijinkan pemeriksaan silang misalnya pemeriksaan silang jarak jauh, bukan di pengadilan," ujar Frans.

Frans Winarta mengatakan dalam cara pembelaan lainnya, ada klaim bahwa pemerintah Indonesia tidak memiliki yuridiksi di provinsi Aceh. Sebagai bagian perundingan damai guna mengakhiri pemberontakan yang berlangsung selama satu dekade, provinsi Aceh diberi status otonomi tahun 2006 dan sejak itu telah memberlakukan berbagai peraturan berdasarkan shariah. Tetapi, para ahli hukum mengatakan otonomi Aceh tak mengijinkan ini terjadi.

Pembela Ba'asyir akan segera berkesempatan mengajukan pledoinya. Tim hakim akan memutuskan apakah bukti-buktinyanya telah cukup untuk menjatuhkan hukuman.

Kedua ahli hukum tadi mengatakan ada kemungkinan dijatuhkannya vonis, tetapi Frans tidak memperkirakan Bashir akan dihukum mati atau bahkan dijatuhi hukuman seumur hidup.

“Masalahnya adalah, apakah pemerintah akan berani menjatuhkan hukuman berat karena jika dibandingkan dengan kasus-kasus lain sebelumnya, hukumannya hanya dua atau tiga tahun?," tambah Frans.

Pada tahun 2003 Bashir pendiri gerakan Jamaah Islamiyah mendekam di penjara selama 20 bulan atas pelanggaran peraturan imigrasi. Tahun 2005 dia dihukum dua setengah tahun atas perannya dalam pemboman di Bali. Hukumannya kemudian dikurangi dan vonis terhadapnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Harkristuti mengatakan hakim akan mempertimbangkan dua hal, usia Ba'asyir yang 72 tahun dan tingkat keterlibatannya dalam kegiatan teroris jika ia terbukti bersalah. “Saya pikir ini berhubungan dengan tuntutan terhadap dia yang bukan langsung dibawah teroris melainkan tindakan member bantuan dana dan menyuruh orang lain melakukan kejahatan. Dan kedua saya pikir usia Ba'asyir yang menginjak tujuh puluh-an adalah salah satu yang dipertimbangkan hakim juga," ujar Harkristuti.

Hukuman yang singkat mungkin akan mengecewakan sekutu Indonesia dalam perang melawan teror, tapi putusan bersalah apapun dapat mengundang tindakan kekerasan dari pendukung Ba'asyir. Tetapi, baik Harikristuti maupun Frans Winarta mengatakan sistem peradilan tak boleh membiarkan agenda politik mempengaruhi proses peradilan, sehingga keputusannya akan bebas dari campur tangan siapapun dan diterima sebagai sah oleh kebanyakan warga Indonesia.

XS
SM
MD
LG